Editor Says: Sepakbola Menyatukan Kita

Nizar Zulmi diperbarui 18 Des 2016, 14:20 WIB

Fimela.com, Jakarta Beberapa dari kita pagi ini mungkin masih berharap kekalahan Indonesia atas Thailand di piala AFF 2016 hanyalah mimpi buruk. Namun sayang, kenyataan pahit harus diterima seluruh pendukung tim nasional sepakbola kita.

Indonesia memang tidak diunggulkan sebagai jawara piala AFF tahun ini. Namun spirit luar biasa para punggawa timnas membangkitkan lagi asa para penggila bola atau warga biasa yang kembali nasionalis berkat sepakbola.

Apalagi kemenangan 2-1 di Stadion Pakansari makin meyakinkan bahwa Indonesia bisa kembali bertaji di kawasan ASEAN. Hanya saja perjuangan keras itu masih belum berhasil di laga puncak.

'Kami sudah terbiasa' pikir sebagian orang. Masuk final 5 kali dan kesemuanya kalah seperti sudah menjadi skenario yang teramat menyakitkan bagi para pemain dan supporter timnas.

Tidak mudah memang menembus final apalagi mengalahkan Thailand yang memiliki kompetisi dan lembaga sepakbola yang lebih 'rapi' dari kita. Perjuangan anak-anak Indonesia patut diapresasi setinggi-tingginya.

Indonesia yang ingin mengamankan piala AFF bermain bertahan sejak awal. Inilah yang dianggap sebagai biang kekalahan timnas. Mereka bermain seolah tak menginginkan gelar juara. Sangat kontras dengan Thailand yang menggempur dari lini ke lini tanpa ampun.

Barulah di menit-menit akhir Indonesia bangkit dengan permainan yang apik. Tak lagi long pass sia-sia, mereka bermain dari kaki ke kaki dengan lebih lepas, setelah tertinggal 2-0. Kenapa harus menunggu kalah 2-0 untuk bisa bermain seperti itu?

Indonesia tak meraih gelar juara memang. Tapi setidaknya masyarakatnya bersatu, melupakan sejenak perbedaan-perbedaan yang selama ini jadi penghalang.

2 dari 2 halaman

Indonesia Harus Bersatu!

Masih segar dalam ingatan, kasus-kasus yang belakangan jadi perbincangan seperti penistaan agama, pengeboman tempat ibadah hingga pemboikotan brand roti ternama itu. Hal-hal yang seharusnya telah menjadi identitas (keberagaman) justru menyulut perbedaan prinsip di antara kita, rakyat Indonesia.

Indonesia mengusung semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang telah dicetuskan dan disepakati. Kemajemukan masyarakat adalah anugerah yang patut disyukuri dan dihormati.

Indonesia bukan negara milik agama tertentu, meskipun mayoritas merupakan pemeluk Islam. Tenggang rasa yang harusnya dipelihara entah hilang kemana, dan membuat sesama saudara saling mengolok, mengancam membunuh dan lain sebagainya.

Sebagai sindiran atas kasus penistaan agama, para penggila bola menggelar Aksi Bela Timnas, saat Indonesia berlaga di final Piala AFF 2016. Memang, timnas harus dibela dengan sekuat tenaga untuk bisa mengukir prestasi yang ujung-ujungnya membuat semua masyarakat Indonesia bangga.

Namun kenapa kita tidak bisa bersatu? Kenapa kita sibuk mengurusi perbedaan-perbedaan? Padahal kita punya banyak kesamaan yang harusnya bisa jadi perekat, pendorong Indonesia untuk jadi negara yang lebih disegani.

Hal konyol lain yang saya temukan di social media adalah isu agama yang kembali berhembus di tengah penampilan Indonesia di AFF. Menurut beberapa orang 'lucu' ini, Indonesia harusnya dipimpin oleh orang yang seagama dengan mereka, kemungkinan akan menang.

Miris. 

Mengutip perkataan seorang pembicara, menjadi 'manusia beragama' memiliki tahap tersendiri. Kita harus menjadi 'manusia' dulu, yang sakit jika saudara kita disakiti, yang perhatian jika mereka kekurangan, bukan sebaliknya. Setelah memaknai hal tersebut dengan benar baru kita memahami agama, yang tak lain juga mengajarkan kebaikan kepada sesama.

Indonesia harus bersatu! Tak ada pilihan lain. Mari mempersibuk diri sendiri menghasilkan sesuatu untuk negeri ini. Potensi Kekayaan alam dan SDM Indonesia sangat sayang jika digeletakkan begitu saja. 

Tulisan ini merupakan opini pribadi saya yang mungkin benar, mungkin juga tidak. Dengan segala keterbatasan pengetahuan, apa yang saya tulis merupakan tanggung jawab saya secara personal.

 

Redaktur Kanal Musik,

Nizar Zulmi