Fimela.com, Jakarta Sekali berbohong, akan terus berbohong. Kalimat tersebut sepertinya sudah tak asing lagi dilontarkan orang. Tapi kini tak sekadar 'omongan' belaka, kalimat itu sudah diperkuat dengan bukti ilmiah, lho. Para peneliti telah menelusuri cara kerja otak dalam membuat berbohong lebih mudah sekali kebohongan itu telah terbentuk, lengkap dengan bukti-bukti biologis mengapa kebohongan kecil bisa berubah menjadi satu kebohongan besar.
Dalam hasil penelitian yang dipublikasikan di Nature Neuroscience, Tali Sharot dari departemen percobaan psikologi di University College London dan koleganya merancang sebuah penelitian cerdas untuk mengetes kecenderungan ketidakjujuran orang-orang dengan cara memonitor otak mereka lewat mesin fMRI.
Dalam skenario yang dipersiapkan untuk mengetes kejujuran, mereka menemukan bahwa ketika seseorang tidak jujur, aktivitas di salah satu bagian otaknya yang bernama amygdala, berubah. Namun semakin sering si objek penelitian itu berbohong, perubahan amygdala pun semakin tidak terdeteksi oleh fMRI.
Situs time.com melaporkan, hal itu mungkin terjadi karena berbohong memicu gairah emosional dan mengaktifkan amygdala, tetapi pada setiap kebohongan tambahan, gairah dan konflik dari menceritakan sebuah ketidakbenaran itu berkurang, sehingga kebohongan tereasa lebih mudah untuk diucapkan.
Sharot juga menemukan bahwa amygdala menjadi kurang aktif saat mengucap kebohongan yang menguntungkan diri sendiri. Dengan kata lain, 'kepentingan pribadi' memang mendorong seseorang untuk berbohong.
Satu kebohongan kecil akan selalu merujuk pada kebohongan lain, dan pada akhirnya kebohongan-kebohongan kecil bak bola salju yang siap hancur. Jadi, jangan sekali-kali kamu meremehkan kebohongan dari dan/atau terhadap pasanganmu dengan dalih "ah, cuma bohong untuk hal kecil", kalau tidak mau hubunganmu dipenuhi kebohongan, ya!