Fimela.com, Jakarta Kata-kata menistakan agama akhir-akhir ini menjadi kata paling sering ditulis media dan dibagikan di sosial media. Aku pernah ikut menulis kata itu di sosial mediaku pribadi juga. Tapi, kali ini aku tak ingin ikut riuh rendah mengutuki penista agama yang di luar.
Aku mengutuki diri sendiri yang mengaku beragama tapi sering menistakan agamaku sendiri. Terlahir dari keluarga muslim, aku menjadi muslim dan dimuslimkan oleh keluarga dan lingkungan keluargaku. Seperti juga banyak muslim di Indonesia, aku kurang belajar agama.
Aku akui itu. Karena itu maafkan aku Tuhan, aku mengaku beragama sedangkan Al Quran tuntunanMU jarang kubaca, apalagi menafsirkannya. Sedangkan ayat yang pertama KAU turunkan adalah "Iqro (bacalah)", QS Al Alaq.
Walaupun sejak kecil tak cuma di sekolah, di masjid, dan juga di rumah aku diharuskan belajar agama. Namun bagaimana agama membentuk karakterku? Aku akhir-akhir ini bertanya apakah aku sudah cukup memuliakan agamaku dengan perbuatanku?
Karena aku percaya setiap perbuatan pemeluk agama adalah wakil dari agama yang dipeluknya. Lantas aku berkaca, apakah aku bisa jadi cerminan Islam yang aku peluk?
Sebagai ibu bekerja aku punya mobilitas yang tinggi dari pagi hingga malam. Aku merasa malu dan merasa menistakan agamaku sendiri setiap aku buang sampah sembarangan. Aku berharap ada orang lain yang akan membersihkan sampah yang aku buang di tepi jalan.
Padahal, junjungan besar Nabi Muhammad SAW bersaba, "Kebersihan sebagian dari iman,” (HR. Ahmad). Dalam ajaran Islam banyak dibahas masalah kebersihan dan kesucian, misalnya wudhu, mandi, tayamum dan cara-cara menghilangkan hadast dan najis.
Di sela kesibukan aku bekerja, tentu saja ada orang yang membuat aku meradang. Lantas karena itu, aku masih suka menggunjing orang lain, bukannya mengatakan langsung kepadanya supaya saudaraku berbenah dari kekurangannya.
Bukankah jelas Engkau telah ajarkan dalam Al Quran Surat Al-Hujurat Ayat 11: "... Janganlah satu kaum mengolok-olok kaum yang lain..." Maafkan aku telah menistakan agamaMU, Ya Allah.
Maafkan aku menistakan agama dengan berbohong.
Aku akui aku masih suka berbohong, bahkan menggunakan alasan berbohong demi kebaikan. Padahal dusta atau bohong adalah perbuatan haram. Tidak ada keringanan untuk berdusta dalam Islam.
Lanjutan dari bohong adalah suka ingkar janji. Sementara Nabi Muhammad sudah mendapat julukan sebagai yang Amanah, yang terpercaya sejak kecil. Bahkan sebelum Engkau mengutus Malaikat Jibril menyapa Muhammad di gua Hira untuk menyampaikan wahyu pertama sebagai titik awal kenabiannya.
Untuk membangun rumah ibadah, aku masih sering melihat saudaraku berdiri di tengah jalan umum. Sedangkan ibadah saja sering aku tak sempurna melakukannya. Membuat kemacetan yang panjang. Mendzolimi pengguna jalan yang tentu saja tak semuanya satu agama. Maafkan aku telah menistakan agamaMU.
Ketika tanganku berat untuk berbagi, sedangkan rejeki yang Engkau titipkan jelas-jelas ada bagian 2,5% yang harus kurelakan untuk anak yatim, janda, dan duafa. Aku sering menutup mata dan telingaku sendiri ketika tetangga anak yatim tak cuma kelaparan tapi juga putus sekolah. Ketika kesakitan dan tak punya keberanian untuk berobat, aku pura-pura tidak tahu. Maafkan aku telah menistakan agamaMU.
Bukan dia, mereka, atau kalian, aku yang setiap hari menistakan agama. Karena itu maafkan aku Tuhan, aku menistakan agama. Izinkan aku terus belajar dan memperbaiki diri untuk mencintaiMU dengan beragama secara benar untuk diriku sendiri dulu.