Fimela.com, Jakarta Malam ini akan ada fenomena Supermoon terbesar, terterang sepanjang hampir 70 tahun terakhir ini. Seperti dilansir dari LA Times, Supermoon sebenarnya adalah Bulan Purnama. Tapi, Bulan Purnama nanti malam (14/11/2016) sangat istimewa karena Bulan mencapai fase penuh dan berada di titik paling terdekat dengan Bumi.
Pemandangan itu nantinya akan terlihat indah dan megah sehingga banyak orang yang akan mengabadikannya. Benarkah begitu? Hal itu ternyata tidak berlaku bagu Richard Nolle. Seperti dilansir dari liputan6.com, dia yakin benar, fenomena langit itu bisa jadi adalah pemicu’ bencana, terutama bencana alam. “Memiliki kaitan historis dengan badai yang kuat, tsunami, pasang ekstrem, juga gempa bumi,” ucap Nolle.
Dalam artikelnya di majalah Horoscope pada tahun 1979, astrolog itu menciptakan istilah supermoon. “Supermoon merupakan bulan purnama atau bulan baru yang terjadi saat Bulan sedang atau akan berada (dalam rentang 90%) pada jarak terdekatnya dari Bumi (perigee),” kata Nolle. Atau dengan kata lain Matahari, Bumi, dan Bulan sedang berada pada satu garis. Dengan Bulan berada pada jarak terdekat dengan planet manusia.
Fenomena astronomi itu bisa terjadi 4-6 kali dalam setahun. Menurut Nolle, adalah tarikan gravitasi yang diakibatkan supermoon yang akan membawa kekacauan pada Bumi. Pada 9 Maret 2011, ia meramalkan supermoon ‘ekstrem’ yang akan terjadi pada 10 hari kemudian -- yang membuat jarak Bumi-Bulan hanya 221.567 mil atau 356.578 kilometer --bakal memicu malapetaka. Dan dua hari kemudian, 11 Maret 2011, bumi Jepang berguncang.
Lindu dengan kekuatan 9 skala Richter memorakporandakan kawasan utara Jepang, memicu tsunami yang menyapu seluruh kawasan pesisir pantai Pasifik di wilayah Tohoku. Ribuan orang tewas, PLTN Fukushika Dai-ichi luruh dan memicu krisis nuklir terbesar Jepang setelah bom atom di Hiroshima dan Nagasaki yang mengakhiri Perang Dunia Kedua. Selain itu, Nolle juga menyebut sejumlah bencana, yang mungkin kebetulan berdekatan dengan fenomena supermoon.
Ada gempa yang meluluhlantakkan Kota Christchurch, Selandia Baru terjadi pada 22 Februari 2011, tak terlalu jauh dari supermoon 19 Maret 2011. Gempa 7 yang mengguncang Haiti pada 12 Januari 2010 yang bertanggung jawab atas kematian lebih dari 200 ribu jiwa terjadi tak lama sebelum supermoon 30 Januari 2010. Dan salah satu bencana terbesar di Abad ke-21, gempa dan tsunami Aceh pada 26 Desember 2004, terjadi dua minggu sebelum supermoon 10 Januari 2005.
Pola pikir astrolog yang mengaitkan fenomena benda langit dengan ramalan, nasib manusia atau kejadian di Bumi tentu saja berbeda dengan pendapat para astronom dan ilmuwan yang berdasar pada sains. Dan tingginya korelasi tidak selalu berarti sebab akibat.
Kaitan antara supermoon dan bencana ditepis oleh Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin.
“Dengan ramalan bencana sesungguhnya tidak ada kaitannya. Pada saat purnama, beberapa potensi bencana ada, tapi tidak selalu. Kecuali ada hal lain yang memperkuat,” terangnya. Begitu juga dengan kejadian Tsunami Aceh 2004, yang terjadi terjadi dua pekan sebelum supermoon. “Kalau 2 minggu sebelumnya, posisi bulan bukan supermoon. Tapi hanya purnama biasa,” jelas Thomas.
Pendapat yang sama juga diutarakan pakar gempa dari Puslit Geoteknologi LIPI, Danny Hilman Natawidjaja. Tak ada bukti ilmiah keterkaitan supermoon dengan bencana khususnya gempa dan tsunami. “Tak ada dasar ilmiah yang jelas, selain hanya gravitasi bulan yang sedikit lebih besar dari biasanya,” terangnya. Soal kaitan Bulan dan bencana di Bumi, Deborah Byrd pendiri Earthsky.org mengatakan, sains memang tidak bisa menjawab dan menjelaskan segalanya.
Tapi ingat, saat ini kita hidup di dunia yang rumit, yang memungkinkan informasi salah kaprah menyebar cepat lewat internet. “Membuat orang perlu merasa takut di setiap kesempatan,” kata dia. Nah, kamu masih percaya mitos supermoon bisa memicu bencana?