Editor Says: Dahulu Saya Malu Bilang Suka Jengkol

Dadan Eka Permana diperbarui 30 Okt 2016, 12:28 WIB

Fimela.com, Jakarta Dahulu saya malu mengatakan sebagai penyuka jengkol karena dianggap makanan kampungan, nggak berkelas, dan memiliki/meninggalkan bau yang tak sedap. Apalagi, teman-teman saya sedang keranjingan makanan barat seperti Pizza, hamburger, ayam goreng, dan lain sebagainya.

Tapi sekarang, saya tidak malu lagi. Selain mengetahui banyak juga yang menggemari makanan yang biasa saya sebut ‘ati kijang’ tersebut, sekarang sudah ditemukan cara agar olahan jengkol tetap legit dan pulen tanpa tercium bau menyengat sampai tidak meninggalkan jejak bau tertinggal, baik di mulut maupun setelah buang air besar dan kecil.

Selain itu, jengkol juga ternyata banyak memiliki khasiat untuk kesehatan. Kulit batang jengkol secara tradisional digunakan untuk mengobati sakit gigi, sedangkan daunnya digunakan untuk mengobati luka dan kudis. Selain itu, jengkol juga diketahui bisa mengobati penyakit kanker, diabetes, tekanan darah tinggi, dan menjaga kesehatan jantung.

Hasil penelitian menunjukkan, dalam biji jengkol terkandung nutrisi yang diperlukan oleh tubuh antara lain karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B, fosfor, kalsium, dan besi. Kadar protein dalam biji jengkol (23,3 gram per 100 gram bahan) melebihi kadar protein dalam tempe (18,3 gram per 100 gram bahan) sehingga jengkol dapat menjadi sumber protein nabati.

Institut Ilmu Kesehatan dan Biosains di Swedia menyatakan jika jengkol memiliki spektrum antrimikroba yang efektif melawan infeksi bakteri, jamur, dan parasit maupun cacing. Jengkol juga mengandung senyawa yang lebih baik dari adriamycin (obat kemoterapi) yang bisa menghancurkan sel kanker dan tetap memelihara sel sehat.

Tapi hati-hati jangan sampai kebanyakan. Sebab ada kandungan senyawa dalam jengkol yang berisiko menimbulkan keracunan yaitu asam jengkolat.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Berharap Jengkol Mendunia


Saya mengapresiasi mereka yang tidak malu sebagai penyuka jengkol. Apalagi mereka yang sampai memperjuangkan martabat jengkol dengan membuat warung makan yang menyediakan jengkol sebagai menu utama, seperti warung makan Republik Jengkol yang terletak di Cililitan, Jakarta Timur, D'Jengkol Kapeh di Bandung, dan Rojo Jengkol di Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman.

Saya berharap banyak lagi bermunculan warung makan yang menyediakan jengkol sebagai menu utama dan tentunya berharap jengkol dengan berbagai olahan bisa menjadi hidangan khas nusantara yang masuk daftar makanan paling lezat di dunia. Sehingga jengkol tak lagi menyandang citra hina secara sosial.

Maklum, bau tak sedap pada napas dan sisa pencernaan, membuat pemakan jengkol sering menjadi korban ejekan dari sekelilingnya. 

Sekedar informasi, Jengkol atau Pithecollobium Jiringa atau Pithecollobium Labatum, merupakan jenis tanaman khas wilayah tropis Asia Tenggara. Pohon ini bisa anda temukan di Indonesia, Malaysia, Myanmar dan Thailand. Di negara-negara itu pula biji jengkol diolah menjadi rupa-rupa menu makanan.

Di Indonesia, beberapa daerah memiliki istilah sendiri-sendiri untuk menyebut tanaman ini. Misalnya jengkol atau erring dipakai orang Jawa, lubi istilah orang Sulawesi, jariang untuk wilayah Minangkabau, jaring untuk daerah Lampung dan joring atau jering untuk daerah Batak.

Bagi orang Indonesia, biji pohon jengkol ini juga bisa diolah menjadi berbagai menu makanan. Misalnya dijadikan keripik, semur, tongseng dan jenis makanan lain. Jengkol popular di kalangan masyarakat Betawi, Pasundan dan Sumatera.