Jangan Percaya, Polisi Internet Sadap Percakapan Online Cuma Hoax

Gadis Abdul diperbarui 27 Okt 2016, 09:14 WIB

Fimela.com, Jakarta Kabar menghebohkan yang menyebut aksi polisi internet Indonesia yang akan menyadap percakapan di Cyber Social Media (WhatsApp, BBM, Telegram, Line, SMS, dll) ternyata cuma HOAX!

Isi pesan berantai yang ternyata Cuma HOAX itu, yakni:

Yth. Rekan-rekan semua. Menginformasikan & mengingatkan kepada teman teman agar tidak lupa bahwa _system Big Data Cyber Security_ (BDCS) Indonesia sudah terpasang, menyusul rencana Wantanas RI (Dewan Pertahanan Nasional) yang akan mengambil semua informasi melalui internet di Indonesia.

Artinya, segala percakapan kita di _Cyber Social Media_ (WA, BBM, Telegram, _Line_, SMS, dll.) akan masuk secara otomatis ke BDCS.

Hindari mengirim berita yang bersifat sensitif (SARA) dan gambar-gambar pemimpin negara, lambang negara, serta simbol negara untuk bahan kartun, guyonan, ataupun lelucon lainnya.

Polisi internet melalui teknik internet sistem akan menelusuri sumber pengirim ke grup tersebut. Diharapkan kepada rekan-rekan agar dapat saling mengingatkan dan menghindari hal tersebut.

Jangan sampai kita berurusan dengan polisi internet ( _Cyber Crime Police_) hanya karena ingin bercanda dan berlelucon di media sosial.

Semoga kita bisa menggunakan media sosial untuk menyampaikan informasi dalam bentuk tulisan, artikel, ataupun gambar dengan santun dan beretika.

Semoga bermanfaat.

Seperti dikutip dari situs resmi KOMINFO, kominfo.go.id, Kamis (27/10/2016) Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memastikan bahwa pesan yang beredar tersebut adalah kabar bohong yang tidak jelas asal usulnya. Di bawah ini isi penjelasan Kementerian Kominfo terkait sitem Big Data Cyber Security dan Cybercrime Police yang tertulis dalam siaran pers No.84/PIH/KOMINFO/10/2015.

Menanggapi informasi yang beredar melalui berbagai media beberapa waktu belakangan ini terkait dengan adanya sistem big data cyber security dan cybercrime police dapat kami sampaikan sebagai berikut.

1. informasi tersebut merupakan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya atau merupakan informasi hoax.

2. Kementerian Kominfo telah berkoordinasi baik secara internal maupun dengan instansi lain untuk mengkonfirmasi hal ini dan fakta yang ada menegaskan bahwa sistem sebagaimana dimaksudkan dalam hoaxtersebut tidak diterapkan pada Instansi Pemerintah di Indonesia.

3. Teknologi Big Data merupakan teknologi pengolah data yang telah umum diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat saat ini, termasuk di Indonesia; baik untuk kepentingan korporasi maupun pemerintahan. Teknologi ini, pada dasarnya, dimaksudkan untuk memampukan pengolahan data dari berbagai sumber dengan efektif dan efisien. Akan tetapi, penerapan teknologi big data disertai pembatasan-pembatasan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka melindungi Hak Asasi Warga Negara.

4. Peraturan perundang-undangan di Indonesia telah mengatur perlindungan data atau informasi dan pembatasan penggunaannya. Antara lain dalam UU ITE, UU Telekomunikasi, UU Keterbukaan Informasi Publik, UU Perbankan, UU Perlindungan Konsumen, dan sebagainya. Oleh karena itu, penerapan teknologi big data juga harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang dimaksud.

5. Pada prinsipnya, pengawasan terhadap aktivitas seseorang di Internet dapat melanggar hak konstitusi warga negara khususnya mengenai privasi dan kebebasan berekspresi serta berkomunikasi. Perlindungan terhadap privasi, dan kebebasan berekspresi serta berkomunikasi merupakan bagian penting dari pengembangan demokrasi dan selaras dengan instrumen internasional.

6. Indonesia menjunjung tinggi penegakan hak asasi manusia melalui berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Oleh karena itu, penerapan sistem informasi yang dapat melanggar hak asasi manusia akan dilakukanassessment yang komprehensif untuk memastikan tidak terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.

7. Dalam perundang-undangan di Indonesia dikenal adanya intersepsi atau penyadapan. Hal ini dilakukan untuk kepentingan penegakan hukum berdasarkan ketentuan-ketentuan yang tetap menjaga dan menghormati hak asasi manusia.

8. Masyarakat diharapkan tidak terpengaruh terhadap informasi yang menyesatkan tersebut.