Fimela.com, Jakarta "Kasian ya anak kos semuanya serba ngatur sendiri? Kasian ya anak kos nggak punya duit akhir bulan makannya mie instan? Bungkus aja makanannya kalau nggak habis buat makan di kos, namanya juga anak kos,". Sederet ungkapan klise yang seolah-olah sok tahu 'membentuk' jati diri anak kos. Bagaimana pun, memang sulit rasanya melepas stereotip kesendirian dan kesusahan yang kerap mendera si anak kos malang, seperti saya.
Halo semuanya, anak kos nggak menyedihkan seperti itu kok. Cuma bedanya, kita bayar sewa karena butuh tempat tinggal di rantau dan berjuang mencari jalan hidup yang (mungkin) mengarah ke jalan yang lebih baik.
Tercatat, tahun 2016 ini saya genap 7 tahun 'menyandang' status sebagai anak kos. Setelah menjalani satu tahun pertama yang sulit, 2009 lalu untuk 'bercengkrama' dan berkenalan dengan ganasnya ibukota.
Banyak yang bilang, ibukota itu lebih kejam dari ibu tiri. Ada juga yang bilang ibukota itu nyebelin, selalu macet, banjir, panas, berdebu selalu dipenuhi polusi dari angkutan umum, banyak copet, jambret dan sebagainya.
Jakarta memang keras bro, tapi kadar keras atau tidak, itu kembali bagaimana kita sendiri yang menyikapinya. Hidup udah sulit ya saudara-saudari, jangan makin dibikin sulit dengan mikir yang macem-macem.
Sebagai anak kos yang tinggal di ibukota seorang diri dan jauh dari keluarga, saya rasa menjadi anak kos tidak melulu soal kesusahan kok. Banyak hal tentang kemandirian, pengendalian diri, pengaturan keuangan dan lainnya dapat memberi dampak positif buat si anak kos itu sendiri.
So What?
Lalu, banyak pula yang bertanya, "Kenapa sih lo ke Jakarta? Kalau gue jadi lo sih ogah ke Jakarta,". Atau sebuah pernyataan dari seorang kawan yang menyebut, "Ih kamu berani ya tinggal di Jakarta sendiri, kos lagi. Aku mau merantau aja nggak dikasih sama orangtua,".
Lantas, kenapa kalau misalnya saya memilih untuk jauh dari orangtua untuk menimba ilmu dan mencari banyak pelajaran hidup yang tidak saya dapatkan di kampung halaman? Setiap orang berhak untuk menentukan jalan hidupnya masing-masing, termasuk dengan memutuskan untuk jauh dari orangtua.
Menjadi anak kos memang tidak mudah, terutama bagi yang sudah bekerja. Memenuhi kebutuhan sehari-hari, mengatur keuangan yang terkadang tidak bersahabat, pindahan kos karena tiba-tiba ibu kos mau jual rumah dan masih banyak lagi.
Tapi dengan kesulitan yang kita terima, juga akan mengasah diri untuk tetap bertahan. Karena nggak ada jawaban lain dari menjalani hidup dengan kembali bangkit di saat kita terjatuh bukan?
Percayalah kawan, anak kos tidak menyedihkan itu. Memang kita terkadang sulit karena masalah keuangan, tetapi nggak melulu makan mie instan kok, karena masih ada warteg yang sangat dipenuhi makanan 4 sehat 5 sempurna hahahaha.
Uang pas-pasan tapi kita masih bisa menikmati hidup dengan berkumpul bersama teman-teman, menonton konser atau sekedar ngopi-ngopi cantik sambil ngobrol. Pintar-pintar membaginya saja.
Saya pun mengakui, meski awalannya sulit, namun toh saya bisa melewati semua masa sulit itu dengan menikmati proses dan rasa sakitnya. Jadi, anak kos tidak selalu dibalut penderitaan seperti pikiran orang-orang di luar sana. Hidup anak kos!
Putu Elmira,
Editor Celeb Bintang.com