Eksklusif, Mytha Lestari Akui Kemampuan Musiknya Cuma Setengah

Riswinanti diperbarui 19 Okt 2016, 08:07 WIB

Fimela.com, Jakarta Butuh sebuah keberanian dan kepercayaan diri untuk mempublikasikan karya kita pada publik. Namun setelah semua pencapaian yang diraih, ternyata Mytha Lestari justru mengakui bahwa kemampuan musiknya masih sangat jauh dari sempurna.

***

Single Aku Cuma Punya Hati bisa dibilang sebuah pencapaian brilliant seorang Mytha Lestari. Bagaimana tidak, single yang baru dirilis pada awal tahun 2016 ini langsung meledak dan menjadi hits yang banyak dicari. Pada akhirnya, lagu ballad ini pun masuk dalam album baru Mytha yang berjudul Cuma Punya Hati.

Namun seiring dengan kesuksesan ini, Mytha justru memberikan pengakuan mengejutkan. Setelah semua prestasi yang dicapainya, jebolan ajang Mamamia tahun 2007 tersebut mengungkapkan bahwa kemampuan musiknya tidak lebih dari setengah. 

"Dari rentang 1 sampai 10, gue nilai musik gue cuma 5. Kenapa 5, karena 5 adalah batas tengah, Lo bisa aja turun, lo bisa aja naik. Kenyataannya musik itu ga berhenti. Trend akan selalu berevolusi. Jadi kalau kita tetapkan diri kita di angka 10, bye. Kita akan ketinggalan zaman," paparnya saat wawancara dengan Bintang.com pada Senin (17/10/2016).

Dalam wawancara, Mytha juga menyinggung soal musik ballad yang kini diusungnya. Mungkin banyak pihak yang menilai lagu-lagu yang dibawakannya terkesan cengeng dan menebar kegalauan. Bukan untuk tujuan negatif sebenarnya, namun Mytha punya alasan kuat kenapa dia mempertahankan musiknya seperti sekarang.

"Sebagai pelaku industri yang mencari uang di sini (musik), kalau mereka memang lebih suka, dan memang banyak orang lebih suka tema galau, dan gue ada di posisi itu, it’s good for me then, gue akan dapat profit dari situ. Dan ga takut. Gue selalu lihat dari sisi positif," lanjutnya.

Banyak hal lain yang diungkapkan Mytha Lestari dalam sesi wawancara, termasuk berbagai idealisme tentang musik dan berbagai kisah lain yang melatarbelakangi musiknya. Apa saja yang dikatakannya? Berikut petikan wawancaranya!

2 dari 3 halaman

Kisah Pahit di Album Kedua

Bagi Mytha Lestari, album kedua ini menyimpan banak arti, termasuk kenangan kisah cintanya yang pahit. (Fotografer: Nurwahyunan, Stylist: Indah Wulansari, Digital Imaging: Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Mytha Lestari akhirnya merilis album kedua setelah lima tahun menunggu. Namun kali ini, dia banyak bercerita tentang kisah tragis dalam percintaan, yang tak lain adalah pengalamannya sendiri.

Kenapa baru rilis album kedua setelah lima tahun?

Ada proses pendewasaan. Jadi itu satu proses yang ga sebentar, tak semudah membalikkan tangan. Bukan hanya soal look tapi banyak banget. Gaya musik, kerja sama siapa, tema lagu, itu proses yang juga harus ada pendewasaan. Aku belajar apa sih yang belum ada di aku.

Bedanya album pertama dan sekarang?

Konsepnya aja beda, tema juga. Album pertama lebih ke cheerful teenager. Sekarang lebih ke patah hati, curhat. Intinya ini diary percintaan aku.

Apakah kisah dalam setiap single saling berkaitan?

Ga ada. Kalau kaya gitu kan jadi seperti cerita. Ini literally curhat. Ini cerita gue. Curhat ga harus bercerita. Tiap apa dirasain kemudian dicurhatin. Ada lagu jatuh cinta pada pacarnya sahabat gue, ada waktu itu cinta beda agama, ada yang bego banget disakitin ditinggalin, tapi tetap jatuh cinta. Ada yang ‘Gue stay sama Lo tapi Lo ga berubah-berubah. Ada lagi yang menceritakan gebetan yang suka party sampai gue bilang dia Mr Party. Dia playboy, tapi challenging, dan itu gue suka banget. Lalu ada mantan yang suka penipu, dan lain-lain.

Curhat tentang mantan karena terinspirasi Taylor Swift?

Namanya karya kan inspirasinya bisa dari mana aja. Menurut aku, Taylor Swift, dan Adele, karya itu akan gampang dihayati kalau emang udah terjadi. Misalnya mantan pacar dan lain-lain.

Apakah sudah nyaman dengan musik Mytha sekarang?

Happy, sangat amat, music is a part of my life. Kalaupun suatu saat retired, musik tetap akan jadi hobi gue. Karena sebenernya di pekerjaan gue ini bukan kerjaan, ini adalah hobi yang dibayar. Gue fun dan gue dibayar.

Rencana masa depan di musik seperti apa?

Kalau setting alarm ke depannya menurut aku itu terlalu terlalu naif. Masa sekarang aja capek banget mikirinnya, gimana mikirin masa depan. Sekarang aja udah butuh effort besar, ngapain mikirin sesuatu yang belum terjadi. Masa depan adalah kreasi yang Lu ciptain di masa sekarang. Better work, masa depan akan ngikut.

Takut karir jatuh karena fitnah atau lainnya?

Makanya namanya pepatah sedia payung sebelum hujan itu bener. Kalau ga mau difitnah, better do good. Masa depan adalah kreasi dari apa yang kita lakukan sekarang. Kalau ga mau difitnah jangan bikin peluang orang bisa fitnah Lo. Masa sekarang, lakukan hal baik, baik sama orang, media, sama semua, bertindak lurus aja, maka orang ga akan punya celah. Industri ini jahat sekali, makanya pilihlah jalan yang tepat. Meskipun lama tapi aman. Kita normal aja, kalau ambil yang cepet ya dunia bakal jahat.
3 dari 3 halaman

Lagu Ballad dan Aura Negatif

Identitas memang jadi hal penting bagi musisi. Dan Mytha telah menetapkan pilihan pada pop ballad. (Fotografer: Nurwahyunan, Stylist: Indah Wulansari, Digital Imaging: Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Terlepas dari pemikirannya soal musik, Mytha Lestari sendiri ternyata tak mau menganggap dirinya sudah mapan. Bahkan, dia menilai bahwa kemampuan musiknya masih perlu dikembangkan lagi.

Bagaimana Mytha menilai kemampuan diri?

Dari rentang 1 sampai 10, gue nilai musik gue cuma 5. Tiap orang bisa aja menilai dirinya 6,7, bahkan 10. Tapi kalau kita menilai di angka yang baik maka akan susah improving. Kenapa 5, karena 5 adalah batas tengah, Lo bisa aja turun, bisa aja naik. Kenyataannya musik itu ga berhenti. Trend akan selalu berevolusi. Jadi kalau kita tetapkan diri kita di angka 10, bye. Kita akan ketinggalan zaman.

Apa yang membuat Mytha memilih lagu ballad?

Itulah. Menurutku tiap penyanyi harus punya identitas. Dan identitas aku lebih ke pop ballad maupun pop pop, all kind of pop. Aku ga terlalu terkontaminasi musik dance atau EDM gitu, cukup jadi pendengar. My identity, myself adalah pop. Kalau EDM ya bisa aja, tapi ga akan sebagus musisi EDM aslinya. Aku main di tempatku, yaitu pop ballad.

Sudah memutuskan jalur ballad sejak di Mamamia?

Enggak. Awalnya aku sebenarnya ada di jazz, di mana aku belajar itu selama 9 tahun. Di Mamamia sendiri aku dikenal sebagai jazzy. Sebenarnya aku pengen balik lagi ke situ tapi karena sejak pertama kali lulus Mamamia udah pop ballad ya udah. Ga ada masalah juga sih. Kalau jazz ya udah buat tidur nyenyak aja. Tapi di musik tetap pop ballad.

Lulusan Mamamia dianggap artis instan, bagaimana pendapat Mytha?

Sebenarnya kalau misal pencarian bakat dibilang instan juga tergantung orangnya yang menilai. Tapi menurut aku sama sekali ga instan karena sangat berat di dalamnya. Memang kompetisi itu cuma tiga bulan kan paling lama. Tapi kompetisi sebenarnya adalah setelah itu, bisa ga bertahan di industri ini. Industri ini kan keras dan jahat kalau ga sabar, ga tough ga akan bisa stay. Artis instan emang iya, di saat itu terkenal setelah itu bisa ga terkenal lagi.

Bagaimana cara Mytha mematahkan pendapat itu?

Aku membuktikan bahwa ajang ini bukan lulusan instan. Karena sebelum masuk Mamamia aku memang sudah belajar. Dan setelah lulus pun, aku kuliah di tempat aku mau jadi performer bukan hanya penyanyi. Aku benar-benar belajar dari awal sampai akhir.

Lagu ballad dan galau dianggap menyebar aura negatif, tanggapan Mytha?

Itu dia. Sekali lagi kepala setiap orang beda-beda. Kalau memang seperti itu cara berpikir mereka, wah kasihan banget. Gue mikirnya ga kayak gitu. Kenapa gue milih ballad karena gue curhat, supaya kalian ga mengulangi kesalahan yang gue lakuin. Misalnya Aku Cuma Punya Hati. Intinya Lu jangan sampai kaya gue. Kalau sama aja, berarti sama-sama bego dong kita. Lalu lagu Sekali Ini Saja, itu kan ceritanya tentang kekangenan kan. Tapi kalau dipikir ya ngapain cuma nyanyi, ngomong dong sama dia.

Tapi pernah khawatir menyebarkan hal negatif dengan lagu galau?

Enggak sih. Aku juga baca psikologi, rata-rata manusia lebih menangisi kesedihannya dibandingin kebahagiaannya. Sebagai pelaku industri yang mencari uang di sini (musik), kalau mereka memang lebih suka, dan memang banyak orang lebih suka tema galau, dan gue ada di posisi itu, it’s good for me then, gue akan dapat profit dari situ. Dan ga takut. Gue selalu lihat dari sisi positif.

Salah satu hal positif yang dimiliki Mytha Lestari adalah semangatnya untuk tetap berkarya. Pemikiran positif juga memberikan aura yang baik untuk menunjang keberhasilannya.