Fimela.com, Jakarta Dengan citra yang demikian, Bali memang tak mungkin masuk kategori 'anonim' layaknya Labengki atau Anambas. Namun, benarkah pesonanya seperti yang banyak didiktekan buku pedoman? Setidaknya Bali masih punya sederet alasan untuk jadi tempat kembali para traveler.
Masih banyak tempat tersembunyi. Kuta, Jimbaran atau Ubud mungkin jadi nama-nama yang wajib disambangi. Namun, Dewata punya tawaran pesona lain untuk disibak. Jauh dari 'lampu sorot' selatan, bagian utara Bali pun layak untuk disentuh eloknya. Mulai dari pantai, ngarai misterius, hingga tenang pura tanpa banyak turis, semua bisa disambangi.
Banyaknya promo penerbangan. Sebagai salah satu destinasi top dalam negeri, tak heran kalau tiket pesawat terbang ke/dari Bali punya harga istimewa. Dengan demikian, pulau tetangga Lombok ini masih jadi satu opsi terbaik. Ditambah, Dewata bisa jadi jembatan menuju sederet destinasi menariknya, khususnya kawasan Nusa Tenggara.
Budaya tak kunjung berasimilasi. Dengan derasnya pendatang, tak membuat Bali kehilangan arah, apalagi identitas. Ya, poin ini tentu saja berkenaan dengan sisi religius para warga lokal. Didominasi pemeluk hindu, ragam upacara yang kebanyakan berlangsung pada hari Minggu masih saja terus membudaya. Tempat mana lagi yang bisa membuatmu menyesap atmosfer demikian kalau bukan Bali?
Banyak festival. Salah lain yang memuat Bali kian menarik adalah banyaknya gelaran festival unik nan menarik. Mulai dari yang berkenaan dengan kepercayaan, hingga sarat akan seni, semua tumpah ruah menambah riuh Bali.
Pantai dengan topografi beragam. Tak menampik, Bali merupakan surga bagi para pecinta pesisir. Jika kebanyakan kawasan di Indonesia, termasuk Nusa Tenggara, punya paras pantai yang hampir serupa, lain halnya dengan Bali. Dari landai, berbukit-bukit, hingga dibatasi karang 'maha' tinggi, semua ada di sini.
Rindu akan kuliner khas. Terselip di antara bentangan panorama Bali yang 'membius', kuliner lokal pun tak kalah menggoda. Dari nasi pedas, ayam betutu, hingga sate lilit yang biasanya dijumpai di pasar tradisional. Tak ada ruginya bukan kembali ke Dewata untuk bersua dengan nikmat kuliner lokal?
Sesederhana karena itu Bali. Akhirnya pada poin terakhir bisa kamu simpulkan kalau alasan untuk kembali ke Bali adalah Bali itu sendiri. Dengan bentukan atmosfer tertentu, jalan berkelok nan sempit dengan bentangan panorama berbeda di kanan-kiri. Jadi, mengapa tidak kembali lagi ke Dewata?