Editor Says: Kenapa Buku Fisik Lebih Baik dari Ebook?

Karla Farhana diperbarui 02 Okt 2016, 12:28 WIB

Fimela.com, Jakarta Tak ada cara lain untuk mendapatkan pengalaman dan pengetahuan yang lebih murah dari buku. Berapa pun harganya, jendela dunia ini akan selalu terhitung murah jika dibandingkan dengan pengetahuan yang ditawarkannya.

Kecintaan terhadap buku memang seperti grafik saham di bursa efek. Kadang naik, kadang turun. Ada banyak program yang dijalankan pemerintah dan juga lembaga-lembaga untuk meningkatkan angka minat baca masyarakat.

Tapi masalah baca-membaca dan perbukuan bukan cuma ini. Teknologi yang semakin canggih seakan menggeser tahta buku dan hampir tergantikan oleh buku digital. Ada podcast yang bikin orang tak harus menunjukkan kepala untuk mendapatkan informasi. Ada juga ebook yang bikin kamu tak harus bawa buku tebal ke mana-mana. Karena ada ini, kemudian lahirlah kindle.

Orang banyak memaparkan alasannya kenapa pilih ebook. Salah satu alasannya, karena praktis. Kedua, banyak buku digital gratis. Ketiga, mereka bisa bawa 100 buku tanpa harus memasukkannya ke dalam kardus.

Tapi apakah benar, orang tiap hari bakal selalu bawa buku sebanyak itu? Saya suka buku. Tapi saya juga bingung kalau bawa 100 buku setiap hari, meskipun tak akan membebani tas saya.

Dengan kata lain, saya sangat tidak paham kenapa orang mau bawa 100 buku ke mana-mana. Tapi, begini. Setiap orang pasti punya alasan di balik satu pilihan.

Saya lantas berasumsi, mungkin mereka kadang, kangen untuk membaca buku tertentu. Dan dorongan untuk membaca buku itu sangat kuat. Sehingga harus menemukan buku itu sekarang juga.

Dan kadang, keiinginan membaca buku bisa berubah menjadi buku B hanya dalam waktu beberapa jam. Mungkin juga ada penulis yang -- kalau ini cukup masuk akal -- bekerja di cafe-cafe atau di mana pun dia berasa. Mungkin mirip dengan digital nomad. Nah, penulis ini, butuh banyak referensi untuk menghasilkan sebuah tulisan yang informatif dan sesuai dengan fakta. Kalau ini, boleh lah.

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Lupakan Ebook, Mari Kembali ke Buku Fisik

Tapi saya pikir, kalau tak perlu-perlu banget untuk membawa satu lemari buku, lebih baik menggunakan buku fisik. Yang tradisional. Yang bisa saya bolak-balik halamannya. Yang bisa saya tempel sticky notes di bagian-bagian penting. Yang bisa saya endus aromanya. Yang bisa saya bawa pada saat berjumpa dengan sang penulis, untuk meminta tanda tangan.

Lagi pula, sudah ada banyak penelitian yang mengatakan buku fisik itu lebih baik dari pada ebook. Sebuah temuan dalam penelitian M. Julee Tanner, yang berjudul Digital vs. Print: Reading Comprehension and the Future of the Book, menyatakan buku-buku yang dicetak paling cocok untuk mata, kognisi, dan metakognisi yang dibutuhkan otak. Penelitian ini ternyata masih ada kaitannya dengan sebuah penelitian berjudul Reading in the Post-PC Era: Students’ Comprehension of Interactive E-Books. 

Penelitian itu menyebutkan, murid-murid yang menggunakan ebook memiliki tingkat pemahaman saat membaca yang lebih rendah dari pada saat mereka membaca buku fisik. Ternyata, hal ini juga terjadi pada orang dewasa. Hasil penelitian ini menunjukkan, orang dewasa sulit menangkap informasi yang mereka bawa lewat ebook. 

Sang peneliti, Anne Mangen dari Norway's Stavanger University menyebutkan, kurangnya daya tangkap disebabkan karena indra peraba dan rasa saat menyentuh lembaran buku tidak ada. Nah, karena ini, menurut Anne, orang-orang yang membaca ebook tidak mengalami rekonstruksi cerita dalam benak, sebaik ketika mereka membaca buku fisik. 

Usai membaca penelitian ini, saya lantas melakukan sebuah percobaan. Saya baca satu novel dalam bentuk buku fisik. Lantas menceritakan kembali apa yang barusan saya baca kepada adik saya. Dia mencatat. Setelah itu, saya membaca novel lain (yang sejenis, dengan tingkat kerumitan yang juga sejenis) dalam bentuk ebook. Saya ceritakan kembali kepada adik saya. 

Hasilnya mengejutkan. Adik saya menyebutkan, gambaran dan detail yang saya ceritakan lebih lengkap pada kisah yang saya baca di buku fisik, ketimbang ebook. Ini yang mendorong saya untuk tetap membaca buku fisik. Meski kadang berat saat membawanya kemana-mana. Meski kadang harus merogoh kocek yang jauh lebih banyak dari pada membeli buku digital. Tapi saya lebih memilih kualitas pemahaman dan penyerapan informasi serta lahirnya imaji yang, buat saya, hanya bisa didapat dari buku fisik. 

Tapi itu semua kembali kepada diri masing-masing. Ebook baik digunakan saat kamu bepergian dan tetap harus membacanya di mana pun kamu berada. Kindle juga baik dan brilian buat kamu yang memang ingin membawa buku satu lemari ke mana-mana. Tapi mungkin, ini hanya mungkin, kamu perlu membaca buku fisik juga, kadang-kadang. Apa pun bentuknya, selamat membaca!

 

 

Karla Farhana, 

 

Editor Feed, Bintang.com