Fimela.com, Jakarta Mengawali karir hanya dengan iseng-iseng membuat busana muslim dengan budget super minin, kini nama Restu Anggraini sudah terkenal menjadi salah satu desainer busana muslim ternama di Indonesia.
Perempuan kelahiran 18 Maret 1987 ini tidak sedikit menceritakan bagaimana susah senangnya ia ketika membentuk usaha bersama kedua sahabatnya. Dengan memasarkan baju muslim yang diyakini saat itu telah banyak peminat, Restu pun yakin bahwa usahanya ini akan membuahkan hasil.
Setelah hasil produksi bajunya di Bandung kian meningkat, Ibu dari satu orang anak ini mulai menjajaki penjualan di Jakarta, namun pada waktu yang bersamaan ketika usahanya sedang naik, kedua sahabatnya terpaksa mengundurkan diri, lantaran mereka harus pindah kerja ke luar kota.
Dengan begitu Restu yang biasa disapa Etu ini mulai memutar otak guna membuat usahanya makin maju walaupun kini ia menjadi seorang diri.
Karena tekatnya yang bulat dan bersungguh-sungguh dalam usaha yang digelutinya ini, perlahan Restu pun mulai memikirkan bagaimana membuat hasil karyanya ini paten dalam sebuah brand.
Di kesempatan yang kali ini, Bintang.com berhasil mengulik kisah Restu Anggraini sebagai desainer busana muslim ternama yang memulai debut karirnya sebagai desainer dengan bermodalkan budget kecil hingga akhirnya ia meraih kesuksesan sampai sekarang. Berikut hasil wawancara dengan Bintang.com selengkapnya.
Awal mula karir sebagai desainer
Bagaimana langkah awal menjadi desainer busana muslim?
Bermulai dari mengambil sekolah desain di ESMOD Jakarta tahun 2011, Cuma sudah mencoba bisnis dari tahun 2010, tapi belum diseriusin banget. Pertama baru melihat adanya Hijabers Community, maka dari itu saya mulai membentuk brand bareng sama dua sahabat saya. Karena bisnis awal memang base on community, ternyata respon pasarnya luar biasa banget.
Sempat berfikir, kalau bisnis memang harus ada ilmunya, bukan apa yang saya suka saja. Saya pun juga harus tau tren seperti apa, customer itu seperti apa dan bagaimana maunya, pokoknya tujuan saya ikut sekolah desain ini agar saya bisa mendalami detail ilmu tentang fesyen.
Pencapaian apa yang diperoleh setelah lulus dari ESMOD Jakarta?
Setelah lulus dari ESMOD, saya mulai bikin brand sendiri dengan mematenkan nama saya yaitu, Restu Anggraini. Dan setelah beberapa nama akhirnya saya matenin nama itu. Kenapa namanya itu, karena nama sendiri memang yang paling gampang untuk dipatenin. Pada saat itu saya pun sudah sadar merk, jadi kita sebagai pengusaha harus bisa patenin nama, karena usaha enggak hanya setahun dua tahun. Dengan memakai brand nama sendiri alhamdulillah malah jadi rejeki sendiri untuk brand ini.
Nah, dari situ saya mulai menganalisa pasar, namanya kita bisnis di dunia mode ya harus menentukan market mana yang mau kita tuju, setelah hasil riset sama suami, kita fokuskan di baju kerja untuk modest ware. Akhirnya saya pun membuat dua brand, yang sama-sama fokus di work ware. Pertama RA by Restu Anggraini dengan look early profesional, kedua ETU dengan look busana yang lebih mature. Kedua brand ini memang ditujukan untuk wanita kuliahan sampai awal kerja, dari usia bisa berawal dari 18 hingga 25 tahun.
Modal awal yang dikeluarkan untuk membuat brand ini?
Modal awal banget sekitar 3 jutaan, itu juga patungan sama dua sahabat saya, dan awal produksi hanya bisa buat 20 – 50 piece busana. Itu juga aku produksi di Bandung. Tetapi setelah penjualan meningkat, saya baru menetap penjualan di Jakarta.
Keyakinan bisa sukses dengan modal sedikit?
Riset sih utamanya, awal jualan cuma dari mulut ke mulut, tapi lama kelamaan semua busana yang kita upload tuh sold out terus. Jadi saya mikir, oh target untuk memperbanyak produksi baju untuk para muslimah ada nih. Karena pada saat itu Muslim Indonesia mencapai 89%. Mulai dari situ saya menekuni untuk riset pasar dan mentargetkan usia para konsumen.
Apa ciri khas dari kedua brand milik Restu Anggraini?
Biasanya kita mengedepankan tekniknya, kalau ETU tuh tekniknya dari anyaman, main tekstur, dan lebih fokus sama material yang memang ramah lingkungan. Hi-tech fabric. Saya juga kerjasama dengan beberapa perusahaan besar dari Jepang yang memang konsen dengan material ramah lingkungan. Baju yang saya produksi semua anti statis, jadi debu sama kontoran enggak nempel, dan bahannya pun adem banget.
Tahun kemarin saya pakai bahan ultra suede, dan saya pakai lagi buat tahun ini. Itu daur ulang polyester dari botol plastik, bahkan enggak ada limbahnya. Untuk cuttingan saya lebih pakai mensware sih, dengan bentuk over size. Cuma yang tahun ini lebih feminin, tapi maskulinnya tetap berasa, karena basicnya baju kerja, jadi rata rata seperti baju laki-laki.
Dalam sebulan bisa produksi berapa potong busana?
Kita produksi sebanyak 1500 – 3000 tergantung modelnya, setiap model paling 100 – 200 piece. Jadi setiap bulan bisa produksi 10 look. Kalau baju basic seperti kemeja bisa kejual cepet banget, karena dia basic banyak orang pakai. Ketimbang baju-baju fesyen yang katingannya detail dan rumit.
Cara memasarkan ke konsumen?
Saya lebih ke branding, menonjolkan bahwa semua komponen busana dari bahan dan material yang bagus. Jadi mereka percaya, orang enggak perlu sentuh, melihat saja sudah percaya kalau kualitasnya oke.
Yang kedua saya ikut beberapa ajang kompetisi desain, kemarin sempet menang dan secara langsung saya diakui kan. Karena saya masarin via online juga, dan selalu memberi pengertian kepada konsumen bahwa baju yang kebesaran atau kekecilan bisa kembalikan ataupun ditukar. Tapi kebanyakan tidak ada masalah, semua lancar aja. Saya pokoknya mau konsumen puas dan terus belanja.
Terkait mengenai penjualan busana muslim
Ada berapa pekerja yang membantu proses produksi?
Pekerja sampai saat ini ada 30 orang. Saya memperkerjakan para pekerja di Jakarta ini mulai dari 2012 sampai sekarang. Niatnya mau buka tempat produksi di daerah Malang, sekalian pingin buka lapangan kerja di daerah.
Bagaimana menghadapi ketatnya persaingan?
Sebenarnya enggak ada yang salah dengan pemain ataupun desainer baru, bahkan itu seperti acuan supaya saya lebih kreatif lagi. Cuma balik lagi, setiap desain kan punya ciri khas masing-masing ya. Dan intinya adalah bagaimana kita bisa fokus dengan penjualan supaya bisa diterima dengan baik sama pasar. Intinya fokus dengan fisi misi saya dan semuanya bisa sesuai.
Toko offline ada dimana saja sampai saat ini?
Toko offline saya hanya ada di FX Sudirman, dan memang membuka toko bareng di Muse 101 FX Plaza, Sudirman, Jakarta Selatan. Karena kebetulan pasar yang saya tuju orang kerja, jadi saya buka di daerah sana, saya pun juga memfokuskan penjualan di website.
Busana by Restu Anggraini bisa dipakai siapa saja?
Busana ini bisa dipakai untuk siapa saja, enggak harus pakai hijab kok, ini lebih ke modest ware, jadi saya enggak mau ngecilin minat pasar, karena kan sebagian orang ada yang memilih untuk berpakaian tertutup tapi belum siap untuk berhijab. Jadi semua pakaian dibuat untuk universal, siapa saja bisa pakai.
Pilihan warna disetiap busana yang diproduksi?
Karena saya fokusnya di kerja, jadi enggak terlalu banyak warna yang saya mainin, saya mengedepankan warna basic, warna yang gampang untuk di mix and match.
Persiapan di panggung JFW tahun ini menampilkan look apa?
Tetap menampilkan baju kerja, saya pakai material ultra suede, kebetulan bahannya baru sampai dari Jepang, jadi sekarang sudah ngebut banget ngebuatnya karena bulan depan sudah mulai show.
Menyikapi pencapaian dari hasil yang diperoleh sekarang?
Senang banget sih Alhamdulillah kerja keras saya ada hasilnya, tetapi itu semua enggak bikin saya cepat puas juga, karena ini masih ngerangkak, dan ingin menjadi yang terbaik lagi ke depannya. Semua juga berkat dukungan keluarga dan suami yang juga menghandle ini semua.