Fimela.com, Jakarta Jangan melihat orang dari penampilan luarnya saja. Ungkapan tersebut mungkin sudah terlalu sering kita dengar dalam berbagai situasi dan kessempatan. Namun apakah bisa diterapkan semudah itu?
Jawabannya mungkin sangat tergantung, di mana dan di situasi seperti apa kita berada. Nyatanya penampilan masih jadi hal yang jadi pertimbangan penting dalam menilai karakter seseorang.
Penampilan yang tidak rapih bahkan bisa jadi penyebab diterima atau tidaknya seseorang di sebuah lingkungan. Mereka yang bertato, tindik, rambut gondrong dan baju acak-acakan kerap mengalami perlakuan berbeda dari masyarakat.
Indonesia sendiri yang katanya menganut adat 'ketimuran' terbilang cukup toleran soal penampilan. Apalagi di kota yang berpenduduk majemuk seperti Jakarta, Surabaya atau Medan contohnya, 'makhluk-mkahluk' semacam itu dianggap cukup lumrah.
Namun di sebagian daerah lain, mereka tak bisa diterima semudah itu. Masih ada berbagai stigma miring tentang keberadaan pria-pria yang tidak rapih itu. Menurut pendapat masyarakat, seorang pria atau wanita harusnya tampil sederhana dan tidak neko-neko.
Untungnya kita tinggal di Indonesia, di mana hal-hal yang bertentangan dengan kondisi normal kadang masih bisa diterima. Di beberapa negara, ada peraturan yang agak menyudutkan pria berambut gondrong atau bertato.
Khusus bicara soal rambut gondrong, tentunya kalian sudah familiar dengan razia rambut di bangku SD sampai SMA. Peraturan ini mungkin menjadi momok bagi siswa pria yang ingin memelihara rambut seperti rocker idolanya.
Saya sendiri pernah menjadi 'korban' razia rambut semasa SMA. Saya dan sebagian teman lain pasrah saja, karena memang peraturannya seperti itu, meski dalam hati saya berpikir kenapa siswa pria tak boleh memanjangkan rambutnya. Apakah semata-mata karena belajar disiplin?
Hidup di Bawah Bayang-Bayang Stigma
Tiap orang pada dasarnya memiliki kebebasan dalam berpendapat dan berekspesi. Namun tentu saja ada hak-hak orang lain yang harus kita jaga dan hormati.
Hal ini juga menyangkut cara berpenampilan yang sedang kita bahas di sini. Setiap orang berhak mengenakan apa saja selama tidak melanggar norma kesopanan dan norma agama misalnya.
Karena itu mereka yang punya pandangan lain soal berpenampilan mungkin harus sedikit mengalah. Bukan karena semua orang harus bergaya sopan dan rapi, tapi cenderung menjaga orang agar tak merasa risih.
Prasangka orang memang tak bisa dihindari. Misalnya ketika seseorang tersesat dan ingin bertanya, orang akan cenderung menghampiri mereka yang terlihat rapih, ketimbang yang gondrong, bertato dan semacamnya. Secara natural, mereka merasa lebih 'aman' dengan yang rapih.
"Wah cowok kok rambutnya panjang. Apalagi itu pake tato segala, jangan-jangan copet nih," hal-hal semacam ini sudah menjadi stigma yang menjalar di masyarakat.
Padahal di era 80 hingga 90an rambut gondrong sempat meraih masa jayanya. Bahkan takkan mengherankan jika para orang tua laki-laki Anda dulunya pernah berambut panjang dan keriting yang khas 90an.
Untuk urusan model rambut memang terus mengalami perkembangan. Di sisi lain banyak orang yang menjadikan model rambut sebagai cerminan yang menggambarkan karakternya. Salah satunya penyanyi gaek, Morrissey.
Sampai poin ini, mungkin saya sependapat jika penampilan sedikit banyak akan mewakili karakter. Yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana kita tidak serta merta menjudge orang hanya berdasarkan yang terlihat oleh mata. Koruptor saja yang tampil rapih dan berwibawa diam-diam mencuri miliaran rupiah uang rakyat.
Nizar Zulmi,
Redaktur Musik Bintang.com