Fimela.com, Jakarta Puncak popularitas diakui Soulvibe sempat membuat mereka terlena. Alhasil, mereka tidak mengantisipasi perkembangan era digital yang kini menjadi salah satu faktor penentu dalam promo karya musik. Mereka pun harus berusaha keras menggapai ketertinggalan.
***
Perkembangan zaman dan teknologi memang memberikan dampak yang luar biasa, tak terkecuali di bidang entertainment. Salah satunya terlihat dari pesatnya perkembangan media sosial sebagai sarana penyebar informasi. Hal inilah yang juga disadari oleh band jazz Soulvibe.
Band yang bermula dari sekumpulan teman SMA ini berjaya pada tahun 2005, dengan ketujuh personilnya. Namun seiring berjalannya waktu, ada banyak perubahan drastis yang dialami. Pasang surut dunia musik mereka rasakan hingga saat ini tersisa Bayu Adiputra Imran (vokal), Ramadhan Handyanto Jiwatama (bass), dan Mohamad Caesar Rizal (drum) sebagai personil.
Bicara soal pasang surut dunia musik, Soulvibe mengakui bahwa ada satu momen di mana mereka sempat merasa berada di titik yang tak mereka inginkan. Tahun 2012 bisa dibilang sebagai fase perenungan bagi para personilnya, dan menyadari bahwa ada satu hal penting yang mereka lupakan sehingga berakibat besar dalam karirnya.
“Ya mungkin momen kita bisa dibilang agak lengah adalah di era peralihan dari fisik ke digital ini ya. Ini mungkin era di mana media sosial ternyata segitu pentingnya. Nah di situ kita sempat kehilangan momen, sedikit telat melek media sosial. Kita telat bikin Facebook, Twitter, Instagram, karena di awal kita ga pernah mikirin mau di mana. Di situ kan arus informasi udah beda kan,” ungkap Bayu saat berkunjung ke kantor redaksi Bintang.com.
Meski demikian, hal ini tidak membuat mereka enggan untuk berkarya lagi. Tertantang untuk berbaur dengan perubahan, Soulvibe pun mengeluarkan album baru bertajuk Bersinar. Cerita apa di balik album baru mereka? Bagaimana perjalanan mereka untuk menggapai era digital? Berikut petikan wawancaranya.
What's On Fimela
powered by
Fase Perenungan
Selama empat tahun, Soulvibe sempat dianggap vakum lantaran namanya jarang terdengar di media. Nyatanya, hal itu dibantah keras oleh para personilnya. Mereka menegaskan bahwa Soulvibe tidak pernah vakum apalagi mati. Lalu apa yang sebenarnya terjadi pada mereka?
Empat tahun tak terdengar, Soulvibe sempat vakum?
Caesar: Enggak vakum, kita sama sekali ga pernah vakum.
Lalu apa yang kalian lakukan selama empat tahun?
Andy: Ini memang bukan pertanyaan pertama. Sebenarnya kemarin kan album terakhir kita rilis tahun 2012, cuma kita rilisnya benar-benar indie. Tahun 2013 kita masih rilis single, begitu juga di tahun 2014. Gerakan kita saat itu di radio aja, off-air banyak sekali. Setelah single Tak Bisa Menunggu di tahun 2014, kita rilis lagi single di tahun 2015. Lalu Maret 2016 kemarin akhirnya muncul album. Jadi kalau vakum tidak. Cuma publikasi kurang, karena indie banget.
Dari tujuh orang, kenapa sekarang tinggal bertiga?
Caesar: Sebenarnya masih ada. Hanya saja beberapa telah menjalankan pilihan hidup masing-masing. Kalau kita bertiga masih milih lanjut. Yang lain ada yang milih solo, ada yang bisnis. Kalau ditanya kenapa, kita ga ada apa-apa. Kita masih berteman, dan mungkin hanya tinggal kami bertiga yang masih punya keinginan untuk tetap berada di band. Yang lain ke mana? Pastinya ada di tempat masing-masing.
Sepanjang karir, kapan kalian merasa di ada di titik tertinggi?
Bayu: Secara pribadi, yang jelas kita merasa tinggi justru ketika kita merasa rendah. Dulu waktu album pertama baru keluar, tanpa sadar kita berasa di titik yang kita ga pernah ingin dituju. Dari awal, kita ga pernah nargetin harus gini. Tapi ketika di mall mendadak kita dipanggil orang, ada yang minta foto. Akhirnya baru terasa pada album ketiga. Saat itu kita pakai label sendiri. Dan era itu industrinya lagi kurang baik, jadi Soulvibe hampir tidak ada promo massive. Di saat itulah banyak orang bertanya ke mana Soulvibe?
Lalu apa yang kalian lakukan saat itu?
Bayu: Di titik (rendah) itulah kita menyadari bahwa kita pernah ada di titik ‘itu’ (tinggi). Kami ingat sempat main dan dapat award di Inggris. Pernah saat acara Java Jazz ada segerombolan cewek dari Malaysia, dan mereka lebih tua dari kita, menghampiri kita dan bilang ‘Hey I’m fans of Soulvibe’. Seneng banget kalau ingat.
Andy: Momen yang terasa ya memang saat Java Jazz tahun 2009. Saat itu panitianya bilang, ‘Belum pernah ada kejadian, Java Jazz Hall tempat kita main ditutup dan sampai banyak yang pingsan. Kita heran, bagaimana bisa sampai segitunya. Lepas dari itu, semua terasa normal, kita ga pernah merasa kita di puncak ya. Pas flashback itu kita baru sadar.
Lalu kapan momen yang kalian anggap terendah itu?
Bayu: Ya mungkin momen kita bisa dibilang agak lengah adalah di era peralihan dari fisik ke digital ini ya. Ini mungkin era di mana media sosial ternyata segitu pentingnya. Nah di situ kita sempat kehilangan momen, sedikit telat melek media sosial. Kita telat bikin Facebook, Twitter, Instagram, karena di awal kita ga pernah mikirin mau di mana. Di situ kan arus informasi udah beda kan.
Serangan Balik Soulvibe
Ketika fase perenungan berakhir, maka langkah selanjutnya adalah membuat perubahan. Menyadari kelemahan mereka, akhirnya Bayu, Andy, dan Caesar mulai melakukan perubahan pada kinerja mereka. Album Bersinar pun menjadi pembuktian bahwa Soulvibe tak pernah mati.
Hal apa yang membuat kalian menyadari perubahan?
Bayu: Ketika pada akhirnya kami tahu banyak orang yang ‘Oh gue baru denger namanya Soulvibe’. Kita ga ngerasa kita yang kaya dulu. Kita merasa sedikit di bawah.
Andy: Walaupun sebenarnya kalau direview kita ga di bawah-bawah amat. Yah semoga ga ada lagi yang namanya titik yang lebih terbawah. Kita telah melalui momen ketika dari kita satu persatu persatu keluar, kemudian kita kembali fight. Kemudian kita sadar telah banyak ketinggalan update, karena saat itu berada di zona yang sangat nyaman. Padahal ketika kita memutuskan untuk jadi indie, harusnya kita tahu apa saja yang perlu dilakukan.
Lalu bagaimana kalian menyikapinya?
Caesar: Ngomong soal media sosial, waktu itu Twitter baru booming tahun 2009, dan saat itu media sosial belum jadi platform yang impactnya sebesar sekarang gitu. Siapa yang menyangka hanya dalam waktu enam tahun saja media sosial sudah jadi platform utama. Kalau dulu yang populer adalah TV dan radio, di era media sosial adaptasi kami kalah cepat. Kalau dibilang momen terbawah enggak, tapi kita jadikan pelajaran saja.
Lalu bagaimana usaha untuk membuktikan diri?
Bayu: Nah sekarang kita mulai bergerak. Album bersinar (2016) menjadi harapan kita untuk bisa bersinar, walau kini generasinya telah berubah.
Strategi apa yang kalian lakukan untuk mengejarnya?
Andy: Kita sendiri masih belajar, ya hire orang lah, walau sampai sekarang belum kelihatan works. Naik, tapi secara signifikan belum. Masih belajar strategi juga.
Bayu: Ya memang kita berasal dari generasi yang benar-benar manggung dari panggung ke panggung. Kita terbiasa natural, dan belum bisa luwes di media sosial.
Caesar: Buat mengubah kebiasaan dari dunia nyata ke dunia maya ini effortnya masih nyari juga.
Tahun kemarin masih indie, kapan mulai melakukan gerakan di dunia maya?
Andy: Tahun ini. Tapi tahun kemarin sudah ga indie sebenarnya. Tahun 2014 udah resmi kita meninggalkan atribut band indie, tapi kalau untuk gerakan lewat social media ya tahun ini.
Sejauh ini bagaimana dampaknya?
Bayu: Masih baru banget kita ubah strategi, jadi belum bisa diukur. Kita juga ga mau terlalu fokus pada hal itu, karena tujuan utama adalah karya, live performing. Tapi gapapa , toh semua memang harus kita latih.
Tak ada hal yang mustahil jika dilakukan dengan penuh kesungguhan. Keinginan untuk terus berkarya, ditambah dengan dedikasi Soulvibe pada fans tentunya menjadi alasan tersendiri bagi Bayu, Andy, dan Caesar untuk senantiasa memberikan yang terbaik.