Fimela.com, Jakarta Belakangan, kabar kenaikan harga rokok bergulir deras di telinga publik. Bahkan berdasarkan laporan Liputan6.com, isu tersebut telah berdampak bagi sejumlah pihak yang bergelut di bidang usaha rokok dan tembakau. Ditanya soal kapan ketetapan harga rokok yang kabarnya akan dibanderol Rp50ribu berlaku, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku belum tahu.
"Belum tahu, jadwalnya belum kita periksa," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (22/8) kepada Liputan6.com. Hingga kini, pihak pemerintah pun masih melakukan perdebatan terkait penerapan dan ratifikasi aturan FrameworkConvention on TobacoControl (FCTC). "Tapi memang pemerintah sudah bicara beberapa kali untuk mengadaptasi aksesi FCTC," sambung JK, sebagaimana dilaporkan Liputan6.com.
Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) pun tengah mengkaji wacana kenaikan harga rokok. Dalam proses pertimbangan, pihaknya harus memperhatikan aspek ekonomi jika ingin menaikkan tarif cukai rokok. "Harga rokok jadi Rp50ribu per bungkus adalah salah satu referensi yang dikomunikasikan," ujar Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi di Jakarta, Rabu (17/8), seperti dilansir Liputan6.com.
Bukan hanya dari sisi kesehatan, menurutnya pemerintah juga harus mempertimbangkan wacana tersebut dari aspek ekonomi, seperti industri, petani dan keberlangsungan penyerapan tenaga kerja. "Jadi kita harus komunikasikan dengan seluruh stakeholder, baik yang pro kesehatan maupun yang pro industri, petani karena pasti ada tarik ulur di situ. Kalau cuma dengarkan salah satunya, bisa bangkrut itu," imbuhnya.
Kenaikan tarif cukai rokok yang terlalu signifikan, menurut Heru, akan memberi dampak negatif bagi industri. Bahkan ia menambahkan, seperti diwartakan Liputan6.com, kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan banyaknya kasus penyelundupan rokok.