Fimela.com, Jakarta Memperingati Hari Kemerdekaan 17 Agustus, banyak orang mengenang kembali perjuangan para pahlawan kemerdekaan, terutama Soekarno dan Hatta. Teks Proklamasi dibacakan dengan lantang di berbagai perlombaan dan juga upacara di pagi hari. Begitu banyak pahlawan yang rela menumpahkan darahnya pada tanah Indonesia demi lepas dari penjajahan kolonial.
Namun ada satu nama yang justru dianggap pahlawan di negara lain, namun terlupakan di Tanah Air. Namanya Ibrahim. Namun lebih dikenal dengan Tan Malaka, lantaran dia mendapatkan gelar datuk pada 1912. Tan Malaka yang lahir di sebuah desa kecil bernama Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat tahun 1896 memiliki masa kanak-kanak yang biasa.
Dilansir dari salah satu media nasional, Tan Malaka sempat menuntut ilmu di Rijks Kweekschool, Haarlem, Belanda. Usai mengemban ilmu di sana, dia pun kembali ke Tanah Air dengan satu misi; mengubah nasib bangsa Indonesia. Sekembalinya ke Indonesia, Tan sempat menjadi guru di perkebunan teh Belanda, di Deli, Sumatera Utara.
Namun sayang, adanya penindasan terhadap kaum buruh di sana membuatnya tak kuat. Dia memutuskan untuk hijrah ke pulau Jawa tahun 1921. Di Semarang, dia mendirikan sekolah. Seperti bertani yang menyebarkan benih-benih tanaman, Tan lantas juga mendirikan sebuah sekolah di Bandung.
Aktivitasnya yang berupaya untuk mencerdaskan rakyat Indonesia akhirnya menyebabkan dia diasingkan ke Belanda. Tapi, dia malah pergi ke Moskow, Rusia. Dilansir dari salah satu media nasional, Tan diakui sebagai pahlawan di luar negeri lantaran berjuang menentang kolonialisme tanpa henti selama 30 tahun. Dari Pandan Gadang (Suliki), Bukittinggi, Batavia, Semarang, Yogya, Bandung, Kediri, Surabaya, sampai Amsterdam, Berlin, Moskwa, Amoy, Shanghai, Kanton, Manila, Saigon, Bangkok, Hongkong, Singapura, Rangon, dan Penang.
Bukan hanya pahlawan di Indonesia, banyak orang yang juga menganggapnya sebagai pahlawan Asia. Kisah dan perjuangannya ini ditulis dalam dua jilid biografi yang ditulis Poeze. Sayang, justru setelah Indonesia merdeka, perjuangannya mengalami pasang surut. Hingga akhirnya tahun 1949, Tan Malaka ditembak. Secara resmi, Presiden Soekarno mengangkatnya sebagai pahlawan nasional pada 28 Maret 1963.