KOKI, Perlu Peran Masyarakat dan Pemerintah Lestarikan Keroncong

Dadan Eka Permana diperbarui 06 Agu 2016, 21:33 WIB

Fimela.com, Jakarta Musik keroncong sempat mengalami masa keemasan pada abad 19 di Indonesia. Tapi sayang, sekitar tahun 1960-an ke atas, musik keroncong mulai ditinggalkan akibat masuknya gelombang musik popular yang lebih dinikmati kaula muda.

Meski demikian, musik keroncong masih terus dipertahankan keberadaannya oleh sebagian orang. Salah satunya adalah seniman yang tergabung dalam Komunitas Keroncong Indonesia (KOKI) ini.

Mereka berupaya menjaga keberadaan keroncong agar terus ‘hidup’ di Indonesia dengan menciptakan penikmat dan pemain baru. “Keroncong bisa dibilang musik tertua di Indonesia. Tapi bukan berarti keroncong hanya milik orang tua saja. Persoalannya lebih pada kita sendiri peduli atau tidak untuk menjaga keluhuran budaya Indonesia yang asli ini,” kata salah satu anggota KOKI Mamiek Slamet.

KOKI melihat, perlunya semua pihak untuk turut serta melestarikan musik Keroncong di Indonesia, terlebih peran serta pemerintah. ”Musik keroncong tidak bisa berdiri sendiri, banyak pihak yang harus membantu, terutama peran nyata Pemerintah,” Kata Ketua umum KOKI, Sukardi.

Media juga memiliki peran yang begitu penting untuk menjaga musik keroncong. Saat ini media televisi khususnya sudah jarang, bahkan boleh dibilang tidak lagi menampilkan alunan musik dan suara indah penyanyi keroncong. "Media kurang memberi ruang bagi kami, seniman keroncong untuk bisa lebih berkiprah,” kata penyanyi keroncong Tuti Maryati menambahkan.

Komunitas Keroncong Indonesia (KOKI) adalah organisasi sosial non profit, profesional, dan terorganisir. KOKI didirikan di Jakarta tanggal 17 September 2010. Visinya menjadikan keroncong sebagai musik yang digemari masyarakat dunia dengan misi menciptakan, membina, dan mempopulerkan kader-kader artis keroncong berbakat.