Fimela.com, Jakarta Masa anak-anak adalah masa menyenangkan untuk bermain dan mencetak kenangan-kenangan manis. Bagi yang beruntung tentu merasa senang saat bernostalgia mengingat serunya masa kecil. Segala yang kita lihat dan lakukan di masa lalu kemungkinan besar akan melekat di memori, termasuk tayangan kartun, lagu anak-anak dan segala macamnya.
Seperti yang saya rasakan sebagai anak yang lahir dan besar di era 90, salah satu hal yang sangat berkesan di benak saya adalah lagu anak-anak. Pada masa itu penyanyi cilik dan pencipta lagu anak mengalami masa subur-suburnya. Mereka mendominasi televisi nasional dengan lagu-lagu anak yang menyenangkan dan lirik yang sampai kini masih otomatis terucap saat mendengar lagunya.
Di masa saya, para penyanyi cilik seperti Maissy, Tina Toon, Bondan Prakoso, Agnes Monica, Chiquita Meidy, Joshua hingga Trio Kwek Kwek merenggut popularitas dengan nada-nada ceria khas lagu anak. Masa kecil menyenangkan saya dipermanis lagu Diobok-obok hingga Bolo-Bolo.
Ironisnya, kini lagu anak-anak semakin tidak populer. Entah karena kurang peminat atau karyanya yang kurang menarik, saat ini kejayaan lagu anak sudah terenggut oleh tayangan-tayangan lainnya.
Ataukah karena kurangnya ruang yang diberikan oleh pertelevisian terhadap lagu dan tayangan anak? Tak bisa ditampik memang, televisi punya peranan penting dalam hal ini. Meski impact-nya tak sebesar dulu, TV tetap menjadi sarana informasi utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
Lalu banyak orang bilang, kualitas tayangan televisi di suatu negara mencerminkan penduduknya. Jika banyak yang mengkritisi tayangan saat ini, sangat mungkin TV sudah tak lagi mendapat kepercayaan penuh. Sebagai alternatif kini masyarakat mulai beralih ke sumber informasi lainnya yakni internet. Tapi apa yang terjadi?
Internet membuat lagu Lelaki Kardus dikenal khalayak luas. Ironisnya, lagu yang dinyanyikan oleh seorang gadis kecil ini liriknya sungguh membuat sesak napas. Inikah cerminan lagu dan anak-anak di generasi yang serba canggih ini? Miris mendengarnya, tapi itu merupakan fakta yang terjadi di tengah masyarakat kita.
Saya yakin, di beberapa daerah calon-calon penerus bangsa lebih hapal lirik lagu dangdut koplo dan lagu dewasa ketimbang lagu anak. Dan munculnya Lelaki Kardus ini menunjukkan bahwa negeri kita saat ini butuh oksigen, untuk memberi harapan baru bagi anak-anak Indonesia yang nantinya akan jadi bibit unggul bangsa.
What's On Fimela
powered by
Fenomena Lelaki Kardus
Antara sedih, malu dan menahan ketawa, Lelaki Kardus saya tonton untuk pertama kalinya. Lagu fenomenal ini punya nuansa dangdut dan kasidah yang kental, yang ironisnya berbanding terbalik dengan lirik lagunya.
Lagu ini menceritakan seorang anak yang kecewa lantaran kelakuan bapaknya. Di situ ia mengungkap kekesalannya dengan kata-kata yang tak pantas didengar anak-anak seusianya.
Fenomena lagu berlirik tak pantas memang bukan perkara baru, tapi yang satu ini mungkin lebih 'nendang' karena dinyanyikan oleh seorang anak kecil. Berbagai komentar sinis pun dilancarkan para netizen dalam video tersebut.
Lelaki Kardus mungkin hanya salah satu yang ketahuan dan ramai diperbincangkan di social media. Bukan tidak mungkin dengan semakin mudahnya akses internet akan terungkap lagu-lagu heboh lainnya.
Namun apakah seburuk itu lagu anak-anak di Indonesia? Tidak juga. Masih ada pihak-pihak yang peduli dengan masa depan generasi Indonesia seperti Titiek Puspa dan Andre Hehanussa.
Eyang Titiek Puspa membentuk Duta Cinta, grup vokal beranggotakan anak-anak berbakat milik Indonesia. Selain belajar menyanyi, mereka juga ditanamkan budi pekerti dan nilai-nilai kebaikan yang bisa mereka tularkan kepada rekan sebayanya.
Di sisi lain, Andre Hehanussa mengangkat seorang penyanyi cilik bernama Yara untuk menyanyikan lagu religi ciptaannya. Bagi Andre, seorang penyanyi cilik memang sudah seharusnya diberikan porsi yang sesuai dengan usianya. Lagu In Shaa Allah pun menjadi langkah Yara untuk memulai kariernya sebagai artis cilik.
Perjuangan para seniman untuk menghidupkan lagu anak Indonesia sudah sewajarnya didukung oleh pihak-pihak yang punya andil dalam membentuk karakter anak Indonesia. Selain itu dukungan dari masyarakat Indonesia juga sangat dibutuhkan, agar anak-anak kembali mendapatkan haknya untuk menikmati masa kecil bahagia dengan lagu yang tak bikin para orangtua sesak napas.
Nizar Zulmi,
Redaktur Kanal Musik Bintang.com