Editor Says: Mudik Lebaran, Menyebalkan Tapi Bikin Kangen

Edy Suherli diperbarui 04 Jul 2016, 13:00 WIB

Fimela.com, Jakarta Mudik lebaran adalah tradisi baik yang sering dilakukan menjelang Idul Fitri. Demi mudik ke kampung halaman macet, capek, dan segala bentuk kerepotan pun dilalui dengan senang hati. Hati menjadi lega dan gembira saat bertemu sanak keluarga di kampung halaman. Inilah obat rindu setelah sekian lama bekerja dan mengadu nasib di rantau orang.

Apakah hanya orang Indonesia yang melakoni tradisi mudik? Ternyata di negara lain juga ada tradisi mudik. Di beberapa negara yang banyak umat Islamnya mudik juga dilakukan jelang Idul Fitri, seperti di Malaysia, Bangladesh, Mesir, Nigeria, Turki, dan lain-lain. Kondisinya tak berbeda dengan mudik yang dilakukan  masyarakat muslim Indonesia. Mereka pulang kampung untuk merayakan Idul Fitri.

Sedangkan di Tiongkok mudik dilakukan jelang hari  Raya Imek dan Tahun Baru Cina. Sementara di negeri Paman Sam dan Kanada, masyarakat di sana mudik jelang  perayaan thanksgiving. Thanksgiving atau Hari Pengucapan Syukur adalah hari libur resmi di Amerika Serikat yang jatuh pada Kamis keempat di bulan November. Sementara di Kanada, thanksgiving jatuh pada hari Senin kedua di bulan Oktober.

Serupa tapi tak sama, di beberapa negara itu juga terjadi  migrasi besar-besaran penduduk dalam waktu bersamaan alias pulang basamo --kata orang Minang-- menjelang hari istimewa yang dirayakan bersama keluarga.

Sejatinya untuk mudik ke kampung halaman bukan hanya dapat dilakoni di masa Idul Fitri. Kesempatan lain pun tidak ada salahnya untuk menyambangi orang tua dan sanak saudara. Namun tetap saja nuansanya berbeda dengan saat lebaran.

Inilah yang menjadi daya tarik mudik di musim lebaran yang sanggup membuat orang rela antri tiket, rela kejar-kejaran angkutan umum agar bisa sampai di kampung halaman dan melakoni beragam kerepotan lainnya. Dan pasrah kalau sudah dihadang kemacetan panjang di jalanan. Saya punya pengalaman macet yang nyaris sehari semalam saat musim mudik tiga tahun silam, ketika hendak pulang ke Palembang.

Perjalanan dari Bintaro menuju Merak melewati tol Jakarta-Merak mulanya lancar. Sekitar  pukul 01.00 dini hari kendaraan saya yang berisi seluruh anggota keluarga dan seorang kerabat sudah melewati kota Cilegon. Tak berapa lama lagi akan keluar tol Jakarta-Merak.

Apa yang terjadi saat tinggal beberapa kilometer lagi keluar tol, laju kendaraan tersendat karena volume kendaraan bertambah dan terus bertambah. Sementara kendaraan yang bisa diangkut oleh ferry tampaknya terbatas. Macet total pun tak bisa dihindari, kendaraan nyaris tak bergerak. Mengantri sejak dini hari hingga sore harinya baru bisa menyeberang. Sekitar 13 lebih harus rela bermacet-macetan di kendaraan. Pokoknya luar biasa, situasinya.

Saat terjebak dalam kemacetan itu, saya sempat bergumam, "Waduh tahun depan apa tidak perlu mudik lagi kalau keadaan seperti ini. Benar-benar sebuah perjuangan yang maha dahsyat untuk mudik." Pokoknya saat itu judulnya kapok. 

Apa yang terjadi tahun berikutnya (2014 dan 2015)? Ternyata saya saja mudik, meski moda transportasi yang digunakan tidak lagi dengan angkutan darat. Terus terang saya masih trauma dengan kemacetan panjang 13 jam lebih. Mungkin di daerah lain ada yang lebih lama rekor kemacetannya. Tapi buat saya pribadi itu adalah rekor macet terlama seumur hidup. 

What's On Fimela
2 dari 2 halaman

Mudik Lagi dan Lagi

Macam-macam alat transportasi yang digunakan untuk mudik, Anda pilih yang mana? (Via: duniaku.net)

Tahun 2016 ini seperti tahun sebelumnya, saya dan keluarga juga mudik ke kampung halaman untuk berlebaran bersama keluarga. Karena keterbatasan waktu, moda transpotrasi yang dipilih dengan menggunakan pesawat terbang dari Jakarta ke Palembang. Dari Palembang menuju ke Tebing Tinggi, Empat Lawang ditempuh dengan kendaraan roda empat.

Mengapa orang tak pernah kapok untuk mudik? Karena ada asa yang diharap saat mudik ke kampung halaman. Kalau sudah sudah begini uang habis pun tak jadi persoalan. Asal hati senang. Toh setelah pulang dari kampung halaman energi untuk mengais rezeki kembali bertambah. Seperti batere yang baru diisi.

Mudik juga terbilang cara mudah untuk menguras kantor. Habis mudik biasanya timbul penyakit dadakan; kanker alias kantong kering. Tapi ya itu tadi meski pulang mudik kantong kering, situasi ini sama sekali tidak membuat kapok. Tahun depan mudik lagi dan mudik lagi.

Esensi mudik sebenarnya adalah sillaturahmi. Bagi Anda yang tidak mudik karena berbagai alasan sesunguhnya bisa menerapkan esensi mudik dengan bersillaturahmi pada kerabat dan sahabat saat lebaran. Kalau ini yang Anda lakoni tak terlalu capek dan sampai menguras kantong.

Atau kalau mau sedikit cerdik bisa juga mudik setelah musim lebaran usai. Kelebihan mudik di luar musim lebaran tak ada lagi kemacetan panjang yang mengular. Namun kekurangannya tak menemukan suasana lebaran  yang ramai dan heboh.

Buat Anda yang kini mudik lebaran ke kampung halaman selamat mudik. Namun bagi yang tak bisa mudik selamat bersillaturahmi dengan sanak saudara dan kerabat. Semoga kita semua (yang menjalankan ibadah puasa Ramadan) menjadi orang yang bertaqwa dan menang di Hari Raya Idul Fitri setelah melakoni puasa selama sebulan penuh. Taqobbalallahhu minna wa min kum.

 


Edy Suherli,
 

 


 
Redaktur Kanal Celeb

Bintang.com