Fimela.com, Jakarta Sudah menjadi kebiasaan, ketika seseorang bangun tidur, pasti yang dicari itu hape, toilet, lalu sarapan. Dan biasanya selain nasi uduk dan lontong sayur, bubur ayam tetap menjadi pilihan utama untuk bergabung bersama perut yang kosong semalaman. Selain selalu konsisten hangatnya, bubur ayam punya rasa sendiri yang bikin orang pingin lagi, lagi, dan lagi mengulang suapannya.
Nah, ketika bubur ayam sudah menjadi pilihan sarapan pagi hari. Beberapa pertanyaan bermunculan mengenai, "kalau pada makan bubur, diaduk atau nggak diaduk nih?", oh jelas, saya sendiri masuk ke dalam tim bubur aduk.
Mengapa saya lebih suka bubur diaduk? Bayangin deh, ketika bubur, kuah kaldu, suiran ayam, daun bawang, kerupuk, kecap dan sambel dijadikan satu dalam adukan, lidah siapa yang nggak dimanjain dengan cita rasa duniawi kayak gitu? Saya sih menikmati banget makan bubur aduk, meskipun banyak rival yang bilang bubur aduk itu terkesan porak porandah dan merusak seni. Tapi statement itu nggak akan ngelunturin keyakinan saya. Haha
Baca Juga
Ya mungkin memang benar, bubur aduk itu terlihat nggak instagram-able banget sih, tapi ya gimana kalau makan bubur ayam nggak diaduk, ketika aksesoris bubur sudah keduluan habis dan tersisa buburnya saja di dasar mangkuk tanpa ada genangan kuah kaldu, hambar kan?! Ujung-ujungnya nggak habis tu bubur. Mubazir, Bray!
Nih ya yang lebih penting, ketika adukan bubur sudah rata dengan rasa santap-able banget, sate usus dan ampela kawin banget rasanya! Satu suapan bubur, satu gigitan sate usus, ketika di dalam mulut mereka bersatu, kebahagiaan kecil pagi hari jelas nyatanya, Sist! Kalian rugi kalau sampai ngelewatin hal itu.
Ketika kamu makan bubur ayam sama temen yang mempunyai keyakinan berbeda bahwa bubur itu lebih nikmat nggak diaduk, pasti dia bilang, "Dih, apa enaknya sih makan bubur diaduk? Bikin ilfeel bentukannya," Eits, buka cuma kopi aja yang enak di aduk, bubur juga nggak kalah enak!
What's On Fimela
powered by
next
Trus dia nambahin statement, "Cukup perasaan aja yang diaduk-aduk, bubur jangan," lah kok?! Emang sih perasaan diaduk-aduk nggak enak, tapi kan ini lagi makan bubur, bukan ngomongin perasaan, jadi please, Sist! Hargai keyakinanku sebagai tim bubur aduk.
Kadang-kadang nih hal sepele kayak gini aja bisa bikin adu argumen sama temen sendiri, haduh nggak kebayang kalau alasan adu argumen sama temen sendiri gara-gara buryam alias bubur ayam. Hellaaaaw! Haha.
Kalau menurut tim bubur nggak diaduk, susunan bubur sendiri itu memiliki susunan yang hakiki, katanya nih, bubur yang diletakkan di bawah menjadi penopang para pelengkap kenikmatan seperti kuah kaldu, ayam suir, daun bawang, kerupuk, kecap dan sambel sangat percuma bila diaduk. Keindahan yang tercipta akan hasil karya tukang bubur, patut di hargai dengan tidak mengaduknya. Apa-apaan nih?!
Intinya dari perdebatan penting antara bubur aduk dan bubur nggak diaduk, ini merupakan keyakinan setiap orang untuk memilih cara makan mereka masing-masing. Menciptakan rasa nikmat mempunyai cara terbaiknya sendiri. Tapi buat tim bubur nggak diaduk, coba deh makan bubur diaduk sesekali, enak beneran, serius.
Ya bagaimana keyakinan kamu mengenai kontroversi antara bubur aduk dan bubur nggak diaduk, yang penting sebelum makan kamu harus baca doa, makan pelan-pelan biar kenikmatan bubur ayam bisa dirasakan dari setiap sendokan, dan lebih enak ditemenin makannya, apalagi sama pacar (kalau ada) tapi kalau yang LDR makannya bareng abangnya aja biar nggak sepi.
Ega Maharni,
Editor Kanal Feed Bintang.com