Eksklusif Fandy Christian, Terus Belajar dan Punya ‘Pasar’ Khusus

Henry Hens diperbarui 31 Mei 2016, 07:56 WIB

Fimela.com, Jakarta Dunia sinetron dan FTV yang berkembang pesat melahirkan sejumlah bintang. Salah satunya adalah Fandy Christian. Berawal dari sinetron lalu melejit di FTV, Fandy kemudian mulai eksis di dunia film. Di tahun ini, ia sudah bermain di tiga film dan dua diantaranya sudah dirilis.

Pria kelahiran Medan, 10 November 1985 ini mengawali kiprahnya di dunia hiburan sebagai seorang model. Setelah itu ia mencoba dunia akting dan rajin mengikuti kasting.

***

“Saya ingin mencoba bidang akting dan mulai mengikuti kasting untuk bermain sinetron. Nggak gampang untuk bisa mendapatkan sebuah peran. Saya sudah banyak menjalani kasting dan nggak cepat menyerah saat ditolak. Saya terus berusah sampai akhirnya bisa lolos kasting,” kenang Fandy Christian.

Usaha Fandy berbuah manis. Setelah berulang kali mengikuti kasting, ia mulai mendapat sejumlah peran kecil di sinetron. Ia pertama kali bermain di sinetron Inikah Rasanya yang tayang di tahun 2003-2005.

Menariknya, beberapa pemain yang mendapat peran kecil seperti Nia Ramadhani, Ricky Harun, Dinda Kirana, Asmirandah dan termasuk Fandy Christian, menjadi bintang terkenal dalam beberapa tahun ke depan dan bahkan sampai saat ini. Fandy mulai mendapat peran yang lumayan besar di sinetron Putri (2007) yang tayang di SCTV dan dibintangi Desy Ratnasari.

Namun nama Fandy eksis di dunia hiburan terutama akting setelah membintangi sejumlah FTV. Sudah puluhan FTV yang pernah dibintangi artis yang sempat tergabung dalam Tedy Management ini. Selain sinetron, Fandy juga pernah bermain film layar lebar. Ia sempat tampil di film Sumpah Pocong di Sekolah, Marmut Merah Jambu, Aku Kau & KUA, 7/24, Iseng dan The Fabulous Udin.

Fandy memang sudah jatuh cinta pada dunia akting. Bahkan ia pun bertemu jodohnya di bidang yang sama. Ia adalah Dahlia Poland, aktris yang dikenal lewat sinetron Ganteng-Ganteng Serigala (GGS). Menikah sejak tahun lalu, Fandy dan Dahlia sempat bermain bersama di sinetron Siapa Suruh Datang ke Jakarta (SSDJ) yang baru saja berakhir.

Sebelumnya mereka juga pernah bermain bersama di beberapa judul FTV. Meski sudah sepuluh tahun lebih berkecimpun di dunia akting, Fandy mengaku belum merasa puas. Pria yang sebentar lagi akan menjadi seorang ayah ini justru merasa masih harus banyak belajar dan tak ingin merasa cepat puas.

Apa yang membuat Fandy merasa harus lebih banyak belajar? Peran dan film seperti apa yang ingin dimainkannya? Lalu apa kiatnya untuk bisa bertahan di tengah persaingan yang makin sengit dan banyaknya bintang muda bermunculan? Simak hasil perbincangan dan wawancara Fandy Christian dengan Henry dan fotografer Galih W Satria saat bertandang ke redaksi Bintang.com, beberapa waktu lalu.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

1

Fandy Christian. (Foto: Galih W. Satria, Digital Imaging:Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Di tahun ini Fandy Christian sepertinya akan lebih fokus di dunia film. Sudah dua film Fandy yang dirilis di tahun ini yaitu Iseng dan The Fabulous Udin. Setelah itu sudah ada satu film lagi yang akan segera tayang. Fandy pun menjelaskan kiprahnya di dunia film, terutama tentang perannya di The Fabulous Udin yang baru saja tayang di bioskop.

Apa kegiatan atau kesibukan Anda sekarang?

Saya baru saja bermain dua film, The Fabulous Udin dan Surat Untukmu, dua-duanya jadi pemeran pendukung.

Perannya sebagai apa?

Di The Fabulous Udin peran saya namanya Apang. Ceritanya dia merasa gagal membahagiakan orangtuanya, terutama mamanya. Lalu dia pingin bunuh diri dari menara setinggi 9 meter, tapi untungnya bisa diselanatkan sama Udin dan nggak jadi bunuh diri.

Apa inti cerita dari film tersebut?

Inti film ini kalau menurut saya, love will find a way. Hidup ini pasti ada jalannya. Dan kita nggak bakalan tahu ke depannya itu akan gimana dan apa yang akan terjadi. Jadi kita sebaiknya good thinking aja. Berbuat baik sama orang-orang di sekitar kita dan jangan pernah lupa sama Tuhan.

Apa saja persiapannya sebelum bermain di The Fabulous Udin?

Persiapan utama harus belajar dialek dulu. Saya ini kan orang Medan tapi logat Medan saya sudah hampir nggak terasa lagi. Nah, di film ini saya justru harus jadi orang Batak. Dialeknya beda banget sama Medan meski sama-sama dari Sumatera Utara. Selain itu ada proses lainnya seperti biasa aja, ada proses reading juga.

Ada kesulitan selama proses syuting?

Puji Tuhan semuanya lancar. Di film ini teman mainnya asik-asik semua dan enak diajak ngobrol. Sutradaranya juga enak dan kru-krunya juga sangat mendukung. Jadi kerjasamanya benar-benar nge-blend. Jadi kita berusaha membuat sesuatu yang baik dan usaha yang baik dan maksimal.

Bagaimana dengan peran di film Surat Untukmu?

Kalau ini saya belum bisa cerita apa-apa karena baru selesai syuting. Yang jelas film ini dibintangi sama Prilly Latuconsina dan ada om Tio Pakusadewo. Rencananya mau dirilis di tahun ini juga.

Bagaimana dengan sinetron?

Saya terakhir main di sinetron Siapa Suruh Datang Jakarta di SCTV dan sudah tamat. Sementara ini belum ada sinetron lagi, mau lebih fokus di film dan FTV aja.

Bagaimana awalnya terjun ke dunia hiburan?

Sebenarnya saya terjun di dunia hiburan ini nggak sengaja. Awalnya saya mau pergi merantau dari Medan ke Jakarta untuk mencari pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Lalu saya coba-coba untuk terjun di bidang akting dan ternyata saya jatuh cinta sama dunia akting.

Pernah sekolah atau belajar akting secara khusus?

Saya pernah belajar teater. Terus saya juga pernah belajar di IKJ. Tapi saya merasa masih harus banyak belajar. Saya nggak mau hanya gitu-gitu aja, pokoknya harus belajar dan belajar lagi.

Apa film atau sinetron pertama Anda?

Saya pertama kali main sinetron Inikah Rasanya. Saya dapat peran setelah berkali-kali ikut kasting. Saya ikuti prosesnya. Jalannya memang panjang tapi saya tetap terus berusaha dan nggak pernah menyerah.

Apa perbedaan bermain di film, sinetron dan FTV?

Bedanya, film itu tujuan hidup saya. FTV itu, passion saya karena saya besar di FTV. Sinetron itu untuk menjaga eksistensi di dunia seni peran dan hiburan.

Mana yang lebih enak?

Sebenarnya lebih enak di film. Karena di film semuanya udah well-prepared, sudah rapih dan disiapkan dengan baik. Kalau sinetron semuanya kan harus serba cepat, serba buru-buru. Syuting film juga cepat tapi sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Tapi ya, semua pasti ada kelebihan dan kekurangan.

Apa enaknya dan tidak enaknya bermain sinetron?

Di sinetron itu enaknya kalau ketemu tim yang asik. Kalau tim nya asik pasti syutingnya terasa enak dan nggak terlalu terasa lelah. Karena tim di sinetron itu bakal jadi keluarga kedua kita. Setiap hari kita ketemu orang-orang yang sama dan teman main yang sama, jadi sudah seperti keluarga kita aja kan. Tapi nggak enaknya kalau kita ketemu sama tim yang nggak asik. Terus ada rasa bosan juga karena ketemu orang yang sama terus setiap hari. Tapi sekali lagi, kita harus bersyukur karna masih bisa berkarya. Kita khilaf sering bilang ‘waduh ke lokasi yg sama lagi’. itu kan sama saja nggak mensyukuri apa yang sudah kita dapat.

3 dari 3 halaman

2

Fandy Christian. (Foto: Galih W. Satria, Digital Imaging:Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Persaingan yang semakin ketat membuat para artis harus punya cara tersendiri untuk bisa bertahan dan tetap eksis. Selalu akan ada bintang baru dan muda bermunculan. Para bintang yang sudah eksis bisa saja tersingkir atau bisa tetap bertahan. Bagaimana Fandy Christian menyikapi hal tersebut. Apa kiatnya untuk bisa bertahan dan apa saja rencana ke depannya?

Bagaimana dengan film dan FTV?

Film dan FTV itu hampir sama, hanya beda medianya aja. Kalau di film persiapan lebih matang jadi akting kita bisa lebih natural.

Apa sinetron atau FTV yang paling berkesan?

Banyak sih yang berkesan. Tapi saya merasa yang paling berkesan itu pas kemarin main di sinetron Siapa Suruh Datang Jakarta (SSDJ). Karena saya syuting sama anak-anak Stand Up Comedy. Jujur aja, mereka ngajarin saya gaya komedi yang baik. Gaya komedi yang enak tuh ya gaya mereka sekarang. Selain itu, saya juga bermain sama istri saya sendiri, Dahlia (Dahlia Poland), dan dapat tim yang asik banget. Kita semua benar-benar berbaur dan nggak ada gap sama sekali.

Kalau film yang paling berkesan?

Saya merasa yang paling berkesan dua film terakhir saya yang udah tayang, Iseng sama The Fabulous Udin. Perannya beda dan cukup menantang. Terutama di The Fabulous Udin, saya merasa seperti kembali ke titik nol, waktu awal-awal masih merintis karier. Waktu itu logat saya masih Medan banget. Saya pernah dimarahin sama sutradara karena dialek saya. Terus terang bukan hal mudah buat menghilangkan dialek seperti itu.

Bagaimana cara mengatasinya?

Lama-kelamaan bisa hilang, tapi itu perlu waktu dan usaha yang keras. Saya belajar dari yang lebih senior atau dari teman-teman di lokasi syuting dan memperhatikan orang lain. Seperti belajar dialek orang Betawi yang memanggil orang lain dengan ‘lu’ atau ‘gue’, bukan aku atau kamu seperti saya di awal-awal berkarier dulu, hahaha.

Bagaimana menghadapi persaingan yang semakin ketat?

Kalau soal pendatang baru atau pemain muda memang nggak bisa dihindari. Di semua bidang pasti ada regenerasi. Misalnya di Hollywood, dulu George Clooney termasuk yang paling top, tapi sekarang udah ada yang lebih muda dan nggak kalah bagus. Meski begitu kan bukan berarti George Clooney nggak eksis lagi, dia tetap bermain film. Tentunya ada cara tersendiri untuk bisa bertahan menghadapi persaingan.

Apa saja yang harus dilakukan?

Kita harus bisa membuat bagaimana caranya kita punya pasar sendiri. Biar ada pasar-pasar yang lain, tapi pasar kita tetap ada. Contohnya kayak restoran Padang atau pecel ayam. Itu kan hampir ada dimana-mana tapi tetap aja laku kalau memang rasanya enak. Itu balik lagi ke diri kita, bagaimana kita mempersiapkan diri kita dengan baik. Kita selalu merasa nggak pernah puas tapi selalu merasa bersyukur dengan apa yang kita punya.

Peran seperti apa yang ingin dimainkan di film atau sinetron?

Yang spesifik nggak ada. Yang jelas pengin peran yang lebih variatif. Karena semakin kita tambah umur, pengalaman kita makin banyak dan bisa membuat kita makin kaya akan sebuah karakter.

Selain di bidang akting, ada rencana berkiprah di bidang lain?

Belum ada. Saya mau fokus di akting saja. Karena di dunia seni peran aja saya merasa masih kosong. Masih banyak yang harus saya pelajari dan dalami.

Siapa aktor favorit Anda?

Banyak banget. Saya suka Denzel Washington, Al Pacino dan kalau di Indonesia Reza Rahadian.

Kalau film favorit?

Saya suka film-film drama eksyen. Yang paling berkesan sampai sekarang ini film American Gangster. Karena nggak tahu kenapa, saya suka banget sama karakter yang dimainkan sama Denzel Washington, padahal dia pemeran antagonis di film itu. Saya suka sama gaya dia. Ceritanya dia lebih mengutamakan keluarga dan orang-orang yang dia sayangi. Film itu seperti mengajari kita, waktu yang paling utama bukan buat kita tapi buat orang-orang yang kita sayangi.

Kalau film Indonesia?

Yang paling berkesan itu film Catatan Akhir Sekolah (CAS). Alasannya, karena setelah menonton film itu kita jadi pengin bikin film, hahaha.

Apa harapan ke depannya?

Harapan saya nggak usah muluk-muluk. Berharap bisa memberikan yang terbaik, terus belajar dan berkembang terutama sebagai seorang pemain. Dan bisa bikin semuanya happy.

Dunia akting bisa dibilang sudah menjadi cinta sejati Fandy Christian dalam menjalani kariernya. Ia tidak tergiur untuk mencoba bidang lain saat namanya sudah dikenal luas. Fandy ingin terus menggali kemampuan aktingnya agar bisa memberikan yang terbaik dan membuat orang lain terhibur. Kita menunggu kiprah Fandy selanjutnya baik di bidang sinetron, FTV maupun film layar lebar dan berharap bisa terus menyaksikan akting terbaiknya.