Fimela.com, Jakarta Film terbaru Titi Rajo Bintang kembali beredar di bioskop. Kali ini Titi membintangi film The Window. Tak seperti film drama percintaan umumnya, film ini menawarkan prespektif yang berbeda tentang wanita. Kritik tentang kondisi Indonesia era 1998 menjadi inti film ini.
------
Film ini mengisahkan Dewi (Titi Rajo Bintang) yang harus pulang ke kampung halamannya di Jogjakarta setelah sepuluh tahun meninggalkan tempat itu. Sebuah surat dan potongan berita koran yang dikirim oleh ibunya, membuat ia harus kembali ke kampungnya. Berita itu tentang kehamilan misterius Dee, kakaknya yang cacat mental.
Baca Juga
Dewi mendapati situasi di rumah orangtua-nya yang tak berubah, satu-satunya yang berubah adalah kehamilan Dee dan pemandangan di balik jendela besar rumahnya yang silih berganti. "Lewat film ini saya ingin menunjukkan wanita yang selama ini selalu dinilai lemah bisa menjadi kuat," kata Titi.
Kedatangan Dewi sekaligus menguak masa lalunya yang tak selesai. Dewi lalu mengenal Priyanto yang baru setahun terakhir tinggal dikampung itu. Priyanto dan Dewi menjalin kisah asmara yang tak biasa. Joko, teman masa kecil Dewi, merasa cemburu.
"Saya tertarik dengan film ini karena drama cintanya tidak biasa. Kalau saya menyebut film ini banyak nutrisinya," kata Titi Rajo Bintang. Selain Titi, film The Window juga dibintangi Yoga Pratama dan Landung Simatupang.
Melalui media film, aktris sekaligus musisi Titi Rajo Bintang ingin berbagi kisah kelamnya saat era reformasi pada 1998 silam. Film The Window menjadi saksi bisu betapa peliknya kehidupan Titi kala itu.
Diakui Titi, menggarap film dengan konsep art movie memang sulit. Bahkan, ia menuturkan, film yang digarapnya tersebut memang tidak disarankan ditonton orang yang kurang memahami makna art. Meskipun cenderung sepi penonton, Titi tetap optimistis. Berikut obrolan Bintang.com bersama Titi Rajo Bintang saat dijumpai di Crematology Coffee, Senopati, Jaksel, beberapa waktu lalu.
What's On Fimela
powered by
Tentang The Window
Film The Window sedang diputar di bioskop saat ini. Titi Rajo Bintang memiliki keyakinan kuat ketika ditawari untuk membintangi film ini. Berikut obrolan kami tentang film The Window bersama Titi.
Mengapa tertarik main di film The Window?
Pertama karena sutradaranya, Nurman Hakim. Saya mengenal Mas Nurman sebagai orang yang selalu serius mengerjakan film. Jadi begitu ditawari langsung tertarik.
Kedua, karena skenarionya membuat saya penasaran. Biasanya saya butuh tiga hari untuk membaca skenario film yang ditawarkan kepada saya. Tapi film The Window ini skripnya selesai saya baca dalam hitungan jam. Karena sangat menarik. Saya ingin tahu kelanjutan kisahnya terus dan terus.
Pilihan film Titi selalu berbeda?
Memang saya memilih film yang berbeda. Menurut saya setiap film ada waktunya sendiri. Kadang komedi yang digemari, kadang romantis tergantung dengan kemauan masyarakat.
Film yang pernah dibintangi Titi belum memiliki rekor laris. Nggak kecewa?
Pernah pastinya. Saya jelas pernah kecewa jika film yang saya bintangi tidak laku. Tapi ya sebentar saja. Toh yang menonton film saya sering memberikan feed back positif. Itu yang membuat saya puas.
Termasuk prestasi dalam film festival?
Ya, di luar negeri banyak film Indonesia yang kurang disukai tapi justru membawa nama Indonesia di kancah festival. Tentu saya bangga.
Apa yang membuat Titi kembali yakin?
Saya mikir kalau saya nggak mau lagi membintangi film yang cocok untuk festival lalu siapa lagi? Film seperti ini bisa memberikan nutrisi menurut saya. Karena itu saya ingin terus membintangi film seperti ini.
Nggak pengin membintangi film populer?
Setiap film itu memberikan dampak masing-masing bagi penontonnya. Ada yang bikin orang ketawa pas nonton. Pulang ya sudah gitu saja. Drama bikin nangis, menghanyutkan hati. Kalau film yang saya bintangi, menurut saya itu memberikan nutrisi pagi penonton.
Nutrisi seperti apa?
Setelah nonton film, penonton bisa mendapat nilai hidup. Dibandingkan dengan hidupnya sendiri. Ini yang membuat saya puas ketika main film. Bahwa penonton tidak hanya menikmati film sebagai hiburan, tapi lebih dari itu.
Nutrisi apa yang ditawarkan film The Window?
Bahwa wanita itu nggak selalu harus dipandang lemah. Wanita itu kuat, tapi banyak orang melemahkannya. Jadi film ini mengajak kita untuk melihat wanita dari sudut pandang yang berbeda.
Adegan apa yang paling menarik di film The Window?
Adegan membuat teh untuk Bapak. Ini adegan membuat otak saya terus berfikir, bagaimana seorang Nurman membayangkan untuk membuat adegan ini saat aya baca skrip. Begitu syuting, saya melakukan adegan sambil berfikir 'gila nih, gila adegannya keren'.
Syuting di Jogja juga menarik. Jogja itu kota yang lengkap. Saya sangat senang menikmati waktu keluar Jakarta dan syuting film The Window.
Film dan Musik
Berangkat dari musik, Titi Rajo Bintang lebih banyak bergelut di film. Titi bahkan berencana akan membuat film sendiri, menjadi sutradara. Meskipun semakin sibuk di film, namun Titi tidak sepenuhnya meninggalkan musik.
Bagaimana awalnya Anda tertarik di film?
Sebenarnya ini tidak tiba-tiba. Karena saya kuliah di seni yang mencakup banyak bidang. Saya belajar lukis, musik, dan film di kuliah. Lalu saya mendapat tawaran untuk bermain di film Minggu pagi di Victorya Park, dari sana saya semakin tertarik di film.
Apa yang membuat Anda tertarik?
Karena film itu melibatkan banyak pihak. Kita nggak bisa egois. Kita belajar bekerjasama dengan banyak pihak. Di musik saya bisa egois, bikin lagu dan lirik semau-mau saya.
Tapi di film kita nggak bisa begitu. Ada penulis skenario, ada sutradara, ada pemain, ada editor, banyak yang harus disamakan persepsinya. Ini yang membuat saya tertarik main film.
Selama ini banyak memainkan karakter gadis tangguh?
Iya, saya sebenarnya ingin mencoba berbagai karakter. Tapi nggak tahu kenapa tawaran yang saya terima selalu yang begini. Muka saya nggak cocok untuk karakter nangis-nangis katanya.
Padahal sebagai pemain film saya ingin merasakan tantangan berbeda bermain berbagai karakter. Mungkin ke depan ada yang menarik dengan karakter berbeda. Saya menunggu...
Bagaimana kalau bikin film sendiri dengan karakter yang berbeda?
Ah benar itu. Saya sebenarnya sedang dilatih Mas Nurman untuk menjadi sutradara. Awalnya saya selalu menolak karena jadi sutradara itu harus fokus berbulan-bulan. Mempersiapkan segala macam hal untuk film. Dari pra, syuting, hingga paska produksi. Saya selalu bilang saya nggak ada waktu dan nggak bisa bertanggungjawab selama itu.
Lalu apa yang membuat yakin untuk menjadi sutradara?
Mas Nurman yang meyakinkan saya. Tawarannya nggak bisa ditolak. Karena ini syuting film pendek. Nggak menghabiskan banyak waktu. Paling tiga bulan. Saya diyakinkan dan ternyata menarik. Mas Nurman banyak membantu saya jadi yakin.
Bagaimana dengan musik?
Musik? Itu bagian dari diri saya tidak mungkin saya tinggalkan begitu saja. Saya berencana untuk merilis single dalam waktu dekat.
Bagaimana dengan musik scoring?
Itu juga menarik, tapi sayangnya di film The Window saya nggak ngisi musiknya. Nggak boleh sama Mas Nurman.
Apa bedanya main musik dan main film?
Ya itu tadi, musik itu bisa dilakukan dengan egois semau-mau saya yang menciptakan. Orang nggak suka ya terserah. Ini kan karya saya. Tapi film itu kerja orang banyak. Saya menyukai keduanya.
Jalan sunyi Titi Rajo Bintang menggeluti film untuk karya festival memberinya banyak kekuatan. Meskipun kadang terpinggirkan oleh penonton, Titi tak pernah menyerah. Karena membuat karya bernutrisi menurutnya jauh lebih bernilai.