Fimela.com, Jakarta Mei 1998, jalan-jalan di kota besar memerah dan membara. Rakyat turun ke jalan, membongkar 'diam' yang sebelumnya mereka pendam di bawah rezim Orde Baru. Aksi tuntutan menuntut keadilan dan turunnya sang Presiden ke-2 ternyata menyeret sederet korban dan menimbulkan kerusuhan.
Baca Juga
Bukan sembarang kerusuhan yang hanya saling melempar batu saat mahasiswa melakukan aksi di depan gedung DPR. Saat itu, jalan-jalan di semua kota besar, terutama Jakarta, 'compang-camping.' Pusat-pusat perbelanjaan habis, hangus, gosong dilalap api. Tak satu pun toko dan warung yang luput dari penjarahan. Belum lagi penyerangan, pemerkosaan terhadap perempuan Tionghoa, dan kaos di mana-mana yang tak terkendali.
Kisah pilu Mei 1998 tertuang pada hampir seluruh surat kabar setiap tahunnya, hingga sekarang. Bukan hanya itu saja, luka lama yang hingga kini masih menganga diabadikan dalam jutaan sajak dan bait-bait lara. Pun dalam lembar demi lembar berbagai novel berlatarkan tragedi Mei 1998.