Fimela.com, Jakarta Perceraian sering membuat orang sedih dan hidup hancur. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Dewi Rezer. Kematangan berfikir dan keputusan yang tidak terburu-buru membuat Dewi tetap mantap berkarir.
Malang melintang di dunia entertainment sebagai seorang model, presenter, bintang iklan, dan juga pemain film. Wanita kelahiran Jakarta, 29 September 1980 ini membintangi film Abdullah vs Takeshi saat harus menghadapi sidang mediasi perceraiannya dengan Marcelino Lefrandt.
***********
"Diantara kami sudah tidak ada kecocokan lagi satu dengan yang lain. Ya mau apa lagi beginilah jadinya rumahtangga kami. Bukan setahun atau dua tahun, kami sudah mencoba bertahun-tahun namun ternyata gagal. Akhirnya gugatan cerai itu pun dilakukan. Dan saya akhirnya memang sudah melayangkan gugatan cerai," katanya saat datang ke markas Bintang.com di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (11/3/2016) dalam rangka mempromosikan film terbarunya Abdullah vs Takeshi.
Move on, istilah anak muda sekarang. Dewi menyibukkan diri dengan karir sebagai perancang busana. Memanfaatkan sosial media, Dewi merintis clothing line-nya sendiri.
Meskipun Dewi Rezer mengawali kariernya sejak masih muda, namanya baru melejit setelah setelah menyandang predikat VJ (Video Jockey) MTV Indonesia. Namun profesi tersebut dilakoninya hanya satu tahun dari tahun 2002-2003.
Baca Juga
- Daripada Akting Sedih, Dewi Rezer Pilih Jadi Pembunuh
- Syuting Bareng Kemal Palevi, Dewi Rezer Lempar Pujian
- Bahas Cerai, Dewi Rezer Takut Nangis
Pada tahun 2002, Dewi Rezer menyempatkan diri mencicipi bermain di film garapan Mira Lesmana, Rudy Sudjarwo, dan Riri Riza berjudul Rumah Ketujuh. Dalam film pertamanya, Dewi Rezer bermain bersama Indra Birowo.
Dewi sangat antusias untuk berakting. Anak-anak tak pernah menjadi halangannya untuk berkarir karena mereka paham akan pekerjaan mamanya. Masih banyak yang ingin dilakukan Dewi Rezer ke depan. Berikut perbincangan hangat Dewi dengan Puput Puji Lestari dan Hasan Muktti Iskandar redaksi Bintang.com.
Menjajal Genre Komedi
Dewi Rezer menjadi sosok mama gaul di film Abdullah vs Takhesi. Di film produksi Multivision Plus ini, Dewi berhadapan dengan bintang-bintang muda. Lebih seru lagi, Dewi sangat menikmati gendre drama komedi yang menurutnya bisa mendatangkan hormon kebahagiaan.
Bagaimana ceritanya terlibat di film ini?
Keterlibatan aku jadi mamanya Nasha marcella. Gebetan Abdullah dan Takeshi. Kataya saya paling mirip. Jadi ya mau jalan.
Pertimbangannya?
Saya pertama dtawarin sama manajer, dikasih tahu perannya mama. Mamanya gaul, komedi gitu, sudah baca skrip dan ketemu cast saya jadi antusias. Karena main komedi itu menyenangkan.
Bertemu dengan bintang muda nih?
rasanya senang bertamu anak muda sekarang. Mereka cantik dan ganteng. Talentnya banyak. Kemal Palevi, misalnya ngelakuin banyak hal difilm ini. Beda sama anak muda jaman dulu. lebih ekskplore ya anak sekarang.
Tantangan di film ini?
Nggak tahan untuk ketawa. Karena lucu. Dan adegannya benar-benar lucu kalau basah ya dibasahin, di kolam renang diceburin juga.
Menikmati peran sabagai mama muda?
Memang sudh punya anak ya nggak papa ya jadi mama. Akting harus bisa eksplore untuk main segala jenis peran.
Nggak ada batasan peran?
Akting sebenarnya nggak mau pulih-pilih. Tapi saya nggak suka untuk akting sedih. Karena film ini komedi dan jadi pengalaman baru. Dengan skrip yang nggak ada panduan ekspresi tapi jadi ekspresif kalau syuting.
Nggak tartarik main film horor?
Horor itu bikin capet. Harus teriak, ketakutan.
Kalau boleh milih pengin akting apa lagi ke depan?
Sebenarnya akting nggak bisa milih. Tapi kalau memang boleh milih, jangan yang sedih, nggak mau nangis-nangis ya.
Kenapa?
Bukan susah untuk dapat feel-nya. Nggak suka saya kalau akting nangis. Jadi dari hati itu nggak seasyik kalau aktig karakter lain. Macam-maam kan karakter, nggak harus selalu nangis dan baik, antagonis protagonis.
Ada pengalaman capek menangis?
Pernah dulu main horor. Sempat jadi psiko yang nangis, kesel, dan ketawa. Itu main FTV. karakternya seru banget. tapi capek.
Impian Masa Depan
Seolah tak ada yang bisa menghentikan darah seni yang mengalir di tubuh Dewi Rezer, Dewi mantap menatap karir aktingnya. Sebagai orangtua, Dewi juga menyadari pentingnya pemahaman
Masih ingin terus berakting?
Ya, saya rasa masih banyak kejutan karakter ke depan. Di film ini saya misalnya, saya suka karena ide ceritanya lucu, dikemas dengan bahasa ngomongnya sehari-hari. Nggak usah ngomong tapi udah ketawa.
Apa yang dilakukan untuk menyeleksi peran?
Paling pas casting aku dalamin karakternya. Banyak nonton film untuk referensi. Kadang di rumah suka latihan di kaca, trus saya rekam di handphone. Kalau hasil di handphone itu menyakinkan saya mau terima. Cari referensi banyak dari media sosial. Dari film lain setelah memutuskan menerima karakter.
Karakter impian?
Nggak pengin memerankan jadi anak psiko, in pengjadi anak pendiam, pemalu. Tapi mungkin nggak cocok untuk jadi pendiam.
Akting yang menantang?
Harus sedih, karena menurut saya sedih nggak harus nangis. Kalau nggak harus berlinang air mata saya masih bisa jalan. Bagaimana naskahnya dulu ya.
Sekarang suka main komedi?
Iya, penonton Indonesia merindukan film komedi. Jadi saya berharap Abdullah vs Takhesi bisa diterima. Komedi kan ringan banget. Jadi ketawa, keluarin hormon bahagia.
Kenapa nggak suka film sedih?
Karenaa kalau saya nonton film bisa terbawa perasaaan. Kalau filmnya inspiring bisa sampai rumah masih di hati kisah dan dialognya. Kalau film komedi bisa kata-katanya terngiang. Kalau nonton film horor bisa takutnya terbawa. Kalau sedih ikutan sedih.
Apakah mempertimbangkan pikiran anak sebelum menerima peran?
Iya sih sebagai ibu saya harus mempertimbangkan anak-anak. Tapi sejauh ini nggak pernah kuatir, karena badan sensor kita kuat. Saya kasih pengertian ke anak-anak kalau saya akting. Kalau ada yang terbawa, berarti akting saya bagus. Ini yang saya tekankan ke anak-anak. Anak-anak pinter dan bisa berfikir.
Diskusi dengan anak sebelum menerima peran?
Nggaklah diskusi sama anak, sama manajer. Sejauh ini belum ada yang membuat kuatir dengan anak-anak. Walaupun saya terima jadi pembunuh, orang gila, atau apa saja anak bisa paham ini cuma akting.
Nggak takut anak terbawa perasaan juga?
Saya nggak mau kolot jadi orang, jaman berkembang. Kalau kita stay nggak mau terima yang baru ya nggak bisa berkembang. Jadi tugasnya memang memberi pengertian ke anak tentang pekerjaan saya.
Apakah anak ada yang ikut di seni?
Belum kelihatan sih ya anak-anak. Bakat saya nggak mau paksain. Masih suka berubah-ubah maunya. Gambar suka, katanya pengin jadi designer. Tapi dua hari lagi pengin jadi dokter.
Tak ada alasan untuk berhenti berkarya bagi Dewi Rezer. Selama masih sehat dan mampu, segala jenis tantangan di bidang seni akan dilakukannya. Karena waktu tak bisa menunggu, Dewi teruslah melangkah!