Fimela.com, Jakarta Gerakan Poso mengibarkan bendera mereka dengan sebutan Mujahiddin Indonesia Timur (MIT). Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai mengatakan, adalah Santoso, Abu Tholut, dan Ustadz Yasin berada di balik berdirinya gerakan tersebut pada 2010-2011.
"Abu Tholut datang ke Poso untuk berdakwah. Dia bertemu dengan Ustadz Yasin dan Santoso. Dalam pertemuan itu keduanya mengeluh bahwa situasi jihad di Poso sedang lesu. Maka muncullah kembali gagasan menghidupkan cita-cita mendirikan negara Islam di Poso," kata Ansyaad seperti dilansir dari Liputan6.
Baca Juga
Segala kebutuhan organisasi dipersiapkan. Termasuk kebutuhan prajurit-prajurit siap tempur yang akan digembleng dalam pelatihan para militer.
Selain kebutuhan kader-kader Asykariy, kelompok yang dibangun Santoso juga memerlukan senjata-senjata. Tahun 2010 Santoso berhasil membeli beberapa pucuk senjata. Senjata didapat, pelatihan militer pun digelar.
Beberapa wilayah pegunungan di Poso menjadi markas sekaligus wilayah pertahanan kelompok ini. Seperti Gunung Mauro di Tambrana, Poso Pesisir Selatan, serta Gunung Biru, Tamanjeka, di Kabupaten Morowali.
Perekrutan terus berjalan. Jumlah kader Asykariy juga terus bertambah. Sekitar 50-an orang bergabung dengan kelompok yang dibentuk Santoso Cs ini. Dirasa jumlah yang akan dikader cukup, Santoso mulai mencari cara untuk menambah persenjataannya.
"Saat itu Santoso Cs hanya mempunyai beberapa pucuk senjata. Sementara dana pun tidak ada," kata Ansyaad. Lalu, Santoso mengajak beberapa tangan kanannya saat itu, Aryanto Haluta dan Rafli, untuk mencari senjata dengan berbagai cara. "Termasuk merampas dari polisi," ujarnya kepada media yang sama.
Tidak hanya merampas, mereka juga diperkenankan untuk membunuh aparat sebagai aksi balas dendam karena memberangus jejaring teroris. Hingga Rabu 25 Mei 2011, kelompok Santoso menembak mati 2 polisi dan melukai seorang personel lainnya yang sedang berjaga di sebuah bank di Palu. "2 pucuk senjata dibawa kabur mereka," terang Ansyaad.
Namun, pelarian keduanya tidak berlangsung lama. Polisi membekuk keduanya dalam hitungan jam. Pengembangan penyidikan, polisi mengejar dan menembak mati 2 kelompok Santoso, Fauzan dan Faruq.
Dari pengakuan tangan kanan Santoso yang tertangkap itu diketahui adanya pelatihan militer di Poso yang dipimpin Santoso. Orang-orang terdekat Santoso juga ikut dibekuk. Penyidikan dan penangkapan merembet ke luar Poso.
Sampai akhirnya buron pelarian pelatihan para militer Aceh, Imam Rosyidi dan Heru Kuncoro, juga ikut ditangkap. Bermula dari sini polisi memasukkan Santoso ke Daftar Pencarian Orang (DPO). Sementara pelatihan militer yang sudah disiapkan terpaksa dihentikan karena Santoso harus menyembunyikan dirinya dari kejaran aparat. Pencarian aparat dan perlawanan Santoso pun dimulai. (Dadan Deva)