Soal Demo Sopir Taksi, Rhenald Kasali: Ini Cuma Soal Pilihan

Karla Farhana diperbarui 23 Mar 2016, 15:14 WIB

Fimela.com, Jakarta Selasa (22/3) kemarin, ribuan sopir taksi konvensional tumpah ruah berorasi dan menuntut Menteri Komunikasi dan Informasi untuk menutup aplikasi angkutan umum online. Tak hanya berorasi, sebagian sopir taksi konvensional juga melakukan tindakan anarkis kepada sopir taksi lain yang tidak ingin ikut berdemonstrasi. 

Demonstrasi besar-besaran yang menimbulkan kemacetan di sejumlah titik jantung Ibu Kota lantas menjadi pusat sorotan. Pro dan kontra soal angkutan umum online kemudian menjadi buah bibir. Sebagian orang menilai perusahaan taksi konvensional tidak siap menghadapi era digital. Sehingga, mereka jadi kalah saing dengan pelaku bisnis baru. 

Fenomena ini tentunya menjadi sorotan para pakar dan pengamat, termasuk seorang akademisi dan praktisi bisnis Rhenald Kasali. Saat dihubungi Bintang.com lewat telepon pada Rabu (23/3), Rhenald mengatakan taksi konvensional sebenarnya sudah siap menghadapi era digital ini. 

Namun, mereka memiliki brand yang kuat. Sehingga, mereka memilih tidak bergabung dengan sistem sharing economy seperti angkutan umum online. "Mereka brand-nya kuat. Konsumennya pun masih bagus. Tapi, rasa takut mereka yang besar. Jadi, sebelum ada rasa sakit, orang belum mau berubah," katanya kepada Bintang.com. 

Lebih jauh, Rhenald menilai perkara ini hanya soal pilihan yang harus dilakukan para generasi X atau pelaku usaha lama. Dalam sebuah kolom yang dia tulis di salah satu media online nasional, Rhenald mengatakan ada dua pilihan yang bisa mereka ambil; beradaptasi atau tetap bersikukuh dengan sistem konvensional. 

Sementara itu, masih dalam kolom yang sama, Rhenald juga mengatakan ada dua pilihan buat pemerintah. Pertama, tetap hidup dalam owning economy dengan risiko pasar yang besar menjadi ilegal economy atau melegalkan sharing economy dan mendorong pelaku-pelaku usaha lama untuk menyesuaikan diri. 

Untuk mendorong mereka menyesuaikan diri, Rhenald berpendapat, pool taksi konvensional harus ditutup. Sementara mobil taksi 'disimpan' di rumah para sopirnya masing-masing. Tanah yang dijadikan pool lantas bisa dijual agar bisa lebih hemat biayanya.

"Dengan begitu mereka bisa kerja sama dengan para sopir untuk meningkatkan pendapatan mereka. Dengan syarat, para sopir mau menyicil mobil taksi. Setelah itu, perusahaan taksi konvensional bisa menggunakan sistem keuangan syariah atau investor luar negeri," paparnya kepada Bintang.com saat dihubungi lewat telepon, Rabu (23/3).