Fimela.com, Jakarta Dengan berjingkat Sangaji menghampiri Salindri,
yang telentang di ranjang, terbawa hanyut fantasi,
yang diciptakan sentuhan dan belaian jarinya sendiri,
dan ketika tatap matanya menangkap sosok Sangaji,
ia merasa bagaikan sedang berada dalam mimpi,
apalagi Sangaji tak hanya menyentuhnya dengan jari, tapi bahkan melumatnya mulai dari ujung kaki.
Maka sekujur tubuh Salindri menggigil gemetar, lantaran kecupan Sangaji menjelajah dengan liar,
dan seperti lebah mengisap madu di kuntum mawar, ciuman Sangaji hinggap di bibir bunga yang mekar,
lalu dengan lincah menari-nari berputar melingkar, membuat gairah Salindri benar-benar terbakar,
sehingga ia tak sanggup lagi hanya diam terkapar.
Dan gelora gairah bercinta yang menderu,
memutar kembali jarum waktu yang telah berlalu, melemparkan Sangaji dan Salindri ke masa lalu,
tatkala mereka menjadi pengantin baru,
ketika pertama pertama kali mereka bertemu,
dengan Kitab Smaragama, buku sekaligus guru,
yang membimbing mereka menuju hidup yang bermutu.
Baca Juga
Maka wejangan yang dulu pernah disampaikan, ketika pasangan Sangaji dan Sangaji dinobatkan,
jadi pewaris Kitab Smaragama dan duta kebahagiaan, berikut ini kembali dibeberkan:
“Syahdan rahasia keindahan seni bercinta,
dan cara-cara mencapai puncak kenikmatannya,
yang terkandung di dalam Kitab Smaragama, sesungguhnya hanya dibeberkan kepada mereka, Sangaji dan Salindri yang berbahagia,
dan pasangan lelaki perempuan dewasa,
yang saling mencintai, dan saling percaya,
bersatu dalam perkawinan, berdua rela menerima kehidupan yang tak lagi sepenuhnya merdeka,
walaupun sesungguhnya perkawinan yang mulia,
tak akan membuat mereka kehilangan apa-apa,
seperti pada bab pertama Kitab Smaragama tertulis wacana bahwasanya:
"Pemikahan bukanlah upacara yang menandai
tamatnya riwayat kebebasan pribadi suami atau istri.
Karena pemikahan justru memberikan kebebasan sejati yang hanya dapat dimiliki suami dan istri,
yakni kebebasan mengarungi gelora gairah birahi, kebebasan menikmati kemesraan bercinta sepuas hati, kebebasan untuk saling mengintimi.
Dan ikatan pemikahan bukanlah belenggu,
yang memborgol jati diri masing-masing individu,
tali perkawinan hanya memenjarakan ruang dan waktu,
agar di mana dan kapanpun suami istri bebas bercumbu, demi kelahiran dan kehidupan anak cucu yang bermutu. "
Maka sebagaimana yang telah dijanjikan,
Sangaji dan Salindri yang baru disucikan pernikahan,
dan terpilih menjadi sepasang duta kebahagiaan, beranjak turun meninggalkan pelaminan,
memasuki kamar peraduan yang nyaman,
dan berbaring di ranjang pengantin, altar peradaban. Dalam gerak perlahan, sepenuh kelembutan,
Sangaji dan Salindri, sepasang duta kebahagiaan,
saling menelanjangi diri, dan membuka kesadaran,
agar dapat memahami rahasia nikmat percintaan,
serta cara menelusuri pusat-pusat rangsangan,
yang paling peka dan teramat rawan sentuhan,
agar gelinjang getar-getar kenikmatan,
sampai mencapai puncak-puncak kepuasan,
hendaknya dipahami sebagai keikhlasan yang niscaya, demi terciptanya kebahagiaan rumah tangga.
Hendaknya pula setiap suami dan setiap istri, mengerti apa yang dimiliki, agar dapat mensyukuri.
Dan ketahuilah wahai pengantin segala usia,
bahwa suami yang rela menjadi milik istrinya,
dan istri yang ikhlas menjadi milik suaminya, sesungguhnya telah memiliki segala-galanya.
Kepada kalian diberikan indra penglihatan,
tapi mengapa seringkali kalian sia-siakan,
pemandangan yang lebih indah dari keindahan,
dan yang menjanjikan petualangan mendebarkan?
Maka segeralah kalian saling menyaksikan,
panorama rahasia yang ada di sekujur badan,
di pucuk bukit kembar, di batang tugu kerinduan,
dan apabila seksama akan kalian temukan,
mutiara di celah ngarai berhutan."
Dan Sangaji yang syahwatnya mulai terbelai birahi, saat melirik Salindri segera disergap jerat sensasi,
tapi gairah sensasi birahi yang semakin meninggi, memang masih bisa dijinakkan oleh Sangaji
dengan keunggulan akal budi.
Dan Kitab Smaragama melanjutkan wejangan:
"Kepada kalian diberikan juga indra penciuman,
maka berciumanlah dengan masing-masing pasangan, kecup-kucuplah harum sekujur penjuru badan, biarkan bibir kalian merasai manisnya madu kemesraan, biarkan lidah kalian bertualang di belantara perbukitan, memanjat tugu kerinduan dan menari di ujung lingkaran, mengembarai kelembutan ngarai berl1utan,
dan menemukan berlian idaman"
Sangaji mendadak gagap, tiba-tiba terbisu,
lalu menatap Salindri, dan sama-sama tersipu,
sama-sama malu-malu, sama-sama ragu-ragu,
Dan pipi Salindri segera merona merah jambu. rambutnya tersibak menggerai menuruni bahu.
Dan tengkuknya yang ditumbuhi bulu selembut beludru,
berkerut merinding menyerupai kulit jeruk limau,
saat jemari birahi mulai menjamah dan mencumbu. Menyaksikan tengkuk Salindri yang merinding berbulu,
api gairah birahi Sangaji segera berkobar menderu,
dan sensasi libidonya menggelinjang menggebu-gebu, mengkili-kili batang tugunya yang meregang kaku, sehingga di celah bawah pangkuannya yang ngilu
seperti terimpit sebuah ulegan batu....