Fimela.com, Jakarta Syahdan waktu berlari, hari demi hari berganti,
sehingga masa bulan madu Salindri dan Sangaji,
tanpa terasa telah berlalu selama limabelas hari,
dan setelah berulangkali berbuat dan mengalami,
mereka menjadi semakin lebih dapat menikmati, indahnya keindahan hubungan intim suami istri,
tapi dengan rendah hati mereka juga menyadari,
bahwa segala sesuatu yang telah mereka ketahui, sesungguhnya hanyalah serpihan kecil tak berarti,
dari segumpal rahasia yang belum mereka ketahui,
dan karena itu mereka takkan berhenti mempelajari, ihwal seni bercinta yang belum mereka pahami.
Dan seperti sungai yang mengalir menuju muara, Sangaji dan Salindri menempuh keseharian hidupnya, berdasarkan suatu pola baku warisan orangtua,
yang menempatkan suami sebagai kepala keluarga,
dan menobatkan istri menjadi ratu rumahtangga.
Baca Juga
Tapi Sangaji dan Salindri tak lantas melupakan, tugas dan kewajibannya sebagai duta kebahagiaan, terutama dalam hal mendalami seluruh pelajaran,
yang tersirat dan tersurat di setiap lembar halaman,
juga yang terucap dan terungkap dalam percakapan, tatkala Kitab Smaragama menyampaikan wejangan, tentang rahasia seni bercinta yang diciptakan,
bagi kenikmatan, kepuasan, dan kebahagiaan,
lelaki dan perempuan yang disucikan pernikahan.
Maka di siang hari saat Sangaji sedang bekerja,
dan setelah membereskan urusan rumahtangga,
Salindri lantas mengurung diri di dalam kamarnya,
dan akal budinya hanya memusat pada wacana
yang terkandung di rahim gaib Kitab Smaragama.
Dan seperti mengetahui kesendirian Salindri,
maka Kitab Smaragama menyampaikan secara rinci, wejangan tentang seni menggairahkan diri sendiri,
ketika mempersiapkan diri menyambut suami,
yang pulang dengan jiwa terbakar fantasi birahi,
atau ketika bermaksud menjinakkan rasa sepi,
lantaran terlalu lama ditinggal pergi suami.
Dan Salindri menyimak dengan seksama,
kata demi kata yang diucapkan Kitab Smaragama:
"Tiap-tiap istri tak hanya harus melayani,
dan merelakan dirinya diperlakukan sebagai piranti, untuk memuaskan tuntutan gairah birahi suami,
tanpa dapat ikut serta merasakan dan menikmati,
bahkan tanpa mendapatkan kepuasan sama sekali,
dari keindahan hubungan intim suami istri.
Tiap-tiap istri hendaknya tahu dan mengerti,
bahwa dirinya juga berhak untuk dilayani suami,
agar kedua pasangan dapat saling menikmati,
sehingga hubungan intim menjadi layak dinanti.
Tiap-tiap suami bisa langsung terangsang,
oleh sensasi yang muncul menggelombang,
saat kedua mata mereka lekat memandang,
belahan dada atau lekukan yang membayang,
di balik gaun -yang dikenakan istri tersayang.
Dan tiap-tiap istri seringkali hanya pasrah,
apabila suami mereka berlaku seperti penjarah,
sehingga hubungan intim yang mestinya indah,
bagi sang istri justru terasa sebagai suatu musibah, lantaran mesti dijalani tanpa gairah."
Salindri dengan seksama mendengarkan,
dan wejangan itu direkamnya di dalam ingatan, sementara Kitab Smaragama kembali melanjutkan:
“Untuk menghadapi perilaku dan tabiat suami,
yang cenderung mementingkan kepuasannya sendiri, dapat dihadapi dan diatasi oleh tiap-tiap istri
yang menguasai seni menggairahkan diri.
Sebagai langkah awal ada dua macam cara,
untuk menikmati dan mencapai kepuasan bercinta,
yang pertama, sebelum suamimu pulang bekerja, manjakanlah fantasimu dengan buku cerita,
yang melukiskan keindahan api asmara,
dan biarkan angan-anganmu mengembara,
sampai kau temukan dirimu ada di sana,
di sebuah tempat yang membuatmu terpesona,
lantaran kau lihat dirimu sedang asyik bercinta,
dengan suami atau lelaki yang mirip dengannya,
atau bahkan dialah suamimu yang sesungguhnya
telah sekian lama kau rindu dan kau damba,
dan kini datang untuk memberimu nikmat bercinta,
maka biarkan jari-jemarimu menyentuh dan meraba, lekuk-liuk bagian-bagian tubuhmu yang paling peka,
dan nikmatilah sensasi yang mungkin menggila,
asalkan gairah birahimu dapat tetap terjaga,
dan biarkan hasrat bercintamu menggelora,
sampai saatnya suamimu pulang kerja,
dan menyaksikan segala yang kau punya,
belahan dada, betis, paha, bibir, dan kerling mata,
yang di dalamnya menggelinjang hasrat bercinta,
dan tahap berikutnya terserah kalian berdua"
Dan Salindri yang sendiri terkepung sunyi,
rebah telentang di ranjang sambil meremas jemari, sambil berupaya menjinakkan geliat gairah birahi, lantaran beberapa saat tadi angannya mengembarai, belantara fantasi yang seakan-akan tak bertepi, bersamaan dengan itu ia tak menyadari,
bahwa jari-jemarinya juga menyusuri,
wilayah dan celah paling tersembunyi.
Tatkala Salindri masih tercekam pesona,
fantasi percintaan yang ada di dalam benaknya,
Kitab Smaragama kembali berkata:
"Yang kedua, peganglah kendali permainan, terutama jika ajakan bercinta itu muncul spontan, sementara gairah birahimu belum terbangkitkan,
maka yang pertama kali harus kau lakukan,
adalah membuatnya penasaran,
dan ketika hasratnya makin tak tertahankan,
katakan segera apa yang kau inginkan,
agar gairahmu dapat terbangkitkan.
Pada saat gairah suamimu menggebu,
apapun yang kau minta lakukan dia pasti mau,
dan itulah saatnya kau manjakan dirimu,
dengan segala macam yang pemah kau rindu,
dan ketika gairah birahimu mulai menderu,
balaslah kemanjaan yang diberikan suamimu,
dengan kelembutan cinta kasihmu,
dan seterusnya kalian tentu lebih tahu"
Dalam kesendirian yang menggelisahkan,
Salindri menggeliat-geliat bagai cacing kepanasan, sementara kesepuluh jari tangannya bergentayangan, menjelajahi sekujur penjuru di seluruh lekukan badan, dan ketika gairahnya nyaris menggapai kepuasan,
tiba-tiba Sangaji muncul dan melongo keheranan.