Eksklusif Tito Sulistio, Hidup dari Pasar Saham

Gadis Abdul diperbarui 04 Mar 2016, 09:40 WIB

Fimela.com, Jakarta Sebagai orang sukses, punya motor gede adalah hal yang biasa. Tetapi Tito Sulistio yang baru saja mendapatkan gelar Doktor Ilmu Hukum, punya hobi yang unik dan tidak biasa, yakni mengoleksi golok dan tengkorak. Selain punya koleksi yang unik, di tengah kesibukkannya menjadi Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Tito juga telah berhasil menulis beberapa judul buku, salah satunya adalah buku berjudul “Privatisasi Berkerakyatan”.

Siang itu, ketika menerima Bintang.com di ruang kerjanya yang terletak di Indonesia Exchange Buildings, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Tito terlihat tengah memberikan pengarahan kepada para pegawainya. Berbusana atasan kemeja warna biru dengan padanan celana panjang, kesan santai yang muncul pertama kali dari orang nomor satu di bursa saham Indonesia ini.

Jika baru pertama kali bertemu dengan pria kelahiran Bogor 5 Juli 1955 ini pasti setiap orang akan berpikir bahwa ia adalah orang yang sangat kaku dan tegas. Tapi ternyata dia adalah orang yang penuh humor dan humble. Siapapun pasti akan kagum atas pencapaiannya saat ini, namun, kalau dirunut ke belakang, apa yang diraih oleh Tito saat ini bukanlah sebuah kebetulan semata karena ada keringat dan doa dari orang tua, terutama sang ibu di dalamnya.

Dilahirkan dari keluarga sederhana, Tito adalah anak bontot dari 10 bersaudara. Kepada Bintang.com dia bercerita bahwa kesuksesannya saat ini tidak lepas dari doa sang ibu yang tidak pernah berubah dari tahun ke tahun sampai akhirnya sang ibu tercinta menghembuskan napas terakhirnya. "Ibu saya dari mulai menikah umur 19 atau 20 tahun sampai dia meninggal, setiap malam dia bangun Tahajud, dia sembayang, dia doa, doanya cuma satu nggak berubah. Dia cuma minta anak-anaknya dapat pendidikan yang tinggi dan sekolah yang rajin," terang Tito.

Sehingga tidaklah heran jika setelah meraih gelar sarjana di Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1982, master di Institute d'Enseigment Superieur Lucier Cooremans, Brusells, Belgia pada tahun 1986, dan doktor di Universitas Pelita Harapan pada 2014, Tito masih berniat untuk kuliah lagi. Ingin tahu seperti apa perjuangan seorang Tito Sulistio hingga bisa mencapai kesuksesannya seperti sekarang ini? Berikut perbincangan Bintang.com bersama Direktur Utama Bursa Efek Indonesia tersebut.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Percaya dengan Kedahsyatan Doa Seorang Ibu

Bagi Tito Sulistio bekerja adalah sebuah hal yang menyenangkan, sehingga rasa capek pun tidak pernah dia hiraukan. (Foto by Galih W Satria/Bintang.com, Digital Digital Imaging by Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Tito Sulistio mengakui bahwa untuk mencapai kesuksesan seperti sekarang ini ia hanya bermodal teman dan nyali. Ya, baginya bukan hanya pendidikan dan doa orang tua saja yang penting. Menjaga silaturahmi juga menjadi faktor yang tidak dapat diabaikan oleh orang-orang yang ingin sukses. 

Bagaimana awal mulanya Anda merintis karier?

Saya masuk kuliah di UI tahun 74 dan lulus tahun 82, itu artinya saya delapan tahun kuliah. Kenapa? Karena saya mencoba bergaul, berorganisasi, modal saya cuma dua kok, teman sama nyali. Dengan gitu kamu jadi deh. Nah, itu yang membedakan mungkin mahasiswa dulu dan zaman sekarang.

Begitu selesai kuliah, hari ini selesai, langsung teman saya datang. Langsung dibantuin masuk ke PT 3M (Minnesota, Mining and Manufacturing) Indonesia. Itu modal awalnya. Artinya modalnya hanya teman dan nyali. Lagi di 3M ditawarin masuk Unilever, masih bekerja di Unilever diterima di Dirjen Pajak, cuma tiga hari saya keluar. Lanjut kerja di Unilever, nggak lama saya bangun securities companies.

Bagaimana Anda menggambarkan masa muda Anda?

Begini, suatu saat saya diajak bicara di depan 4000 mahasiswa baru UI, di situ ada menteri olahraga juga. Menpora bilang,”Saya ini saat mahasiswa nggak sempat pacaran, sekolah mulu.” Pas giliran saya, saya cuma bilang,”Saya beda Pak, saya nggak sempat kuliah malah Pak.” Saya tuh agak berbeda, saya bilang begini,”Dulu mahasiswa itu berkenalan dengan tiga hal, buku, pesta dan cinta, jadi kalau cuma buku doank, kamu jadi robot, kalau cinta doank, maka kamu nggak punya output, jadi pengangguran.”

Jadi saya bilang gini,”Eh, anak-anak UI yang baru, kamu jangan takut kalau nilai kamu nggak terlalu bagus yang penting lulus, kamu baru S1 kok.” S1 saya pas-pasan, S2 saya dapat cumlaude, S3 saya IPK-nya 3,99. Lumayankan ya? Jadi saya bilang ke mereka,”Kamu jangan takut nilau kamu jelek, kamu jangan takut, jangan sedih, jangan kecewa kalau bahkan ngulang ujian, tapi kamu harus kecewa jadi mahasiswa jika kamu meninggalkan UI tanpa meninggalkan cinta.

Sejak kapan suka sama dunia ekonomi?

Waktu itu sebagai siswa SMA kelas 3 kita bingung kuliah apa. Secara standar kita semua pergi ke Bandung ambil ITB, karena semua orang mau sekolahnya di ITB. Sampai sana bimbingan tes, boro-boro bimbingan tes, akhirnya nggak lulus. Tidak diterima di ITB, ternyata saya keterima di Ekonomi UI, yaudah jalanin hidup.

Semua orang bilang masuk Ekonomi susah, saya nggak takut, karena bukanlah hal yang gampang untuk bisa masuk UI. Masuklah di Ekonomi, ya keterimanya di situ, kalau waktu itu keterimanya di Hukum Unpad, saya masuk Hukum. Kita kadang-kadang nggak punya pilihan dalam hidup. Tuhan tuh punya jalannya sendiri, ikutin aja apa yang dia mau. Saya S1 Marketing, S2 Accountancy and Finance, S3 Hukum.

Masih kepikiran untuk sekolah lagi?

Iya, saya ingin mengambil S1 Hukum. Menurut saya yang namanya sarjana itu sebenarnya secara konsep cuma dua, Hukum dan Filsafat, yang lain tuh tukang. Benar makanya kalau ada yang bilang tukang insinyur. Belum aja kejadian beneran saya kuliah lagi, kalau aja kejadian paling yang pusing istri saya sama sekretaris saya.

Pengaruh orang tua terhadap kesuksesan yang telah Anda raih?

Hasil doa dia buat saya begini. Prinsip orang tua saya itu benar, katanya kalau kamu sekolah kamu punya teman, punya duit. Kalau ditanya apakah prinsip tersebut nurun ke anak saya juga, saya rasa ke anak saya nurun, bahkan mereka belajarnya lebih rajin daripada saya.

3 dari 3 halaman

Tidak Pernah Merasa Lelah

Bagi Tito Sulistio bekerja adalah sebuah hal yang menyenangkan, sehingga rasa capek pun tidak pernah dia hiraukan. (Foto by Galih W Satria/Bintang.com, Digital Digital Imaging by Muhammad Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Capek itu pasti, tapi bagi Tito Sulistio setiap pekerjaan memang memiliki sebuah resiko yang terpenting kita menjalaninya dengan penuh komitmen. Dan jangan lupa setiap pekerjaan tidak akan pernah terasa berat bila kita mengerjakannya dengan ikhlas dan ada rasa senang atau bahagia saat mengerjakannya. 

Alasan membuka bisnis media cetak?

Saya berpikir untuk meninggalkan sesuatu ke pasar modal. Saya hidup dari pasar modal, Pentasena hancur, lalu saya berpikir untuk bikin online. Saya mau bikin waktu itu dot-com karena sedang banyak, tapi ternyata tidak jalan. Lalu saya bikin Koran, jadilah Investor Daily.

Saya dirikan media cetak tersebut dari nol. Saya ikut mendistribusikan koran dengan motor. Saya harus pelajari sendiri. Jadi, seminggu sekali saya turun ke lapangan untuk menyebarkan koran-koran itu. Bisa dibilang saya sudah merasakan kerja di berbagai media. Saya pernah pegang TV lima tahun, koran lima tahun, radio empat tahun.

Paling enak kerja di mana?

Paling enak kerja di TV, di TV itu kamu berbicara saat itu, kalo bicara news kan saat itu, di TV kamu juga berbicara untuk seminggu ke depan, dua minggu ke depan, di TV bahkan kamu bicara untuk setahun ke depan. Di TV berbicara kaya pabrik, di TV kamu berbicara kaya partai politik, di TV kamu bergaul sama semua orang, tapi di TV kamu berbicara juga seperti selebritis. You are nobody, if you never in TV. Buat saya yang menarik bisnis adalah TV, interesting, and 24 hours.

Sempat memimpin lima perusahaan, pernah merasa capek?

Selama kamu menjalani pekerjaan dengan fun and responsibility kamu nggak akan pernah merasa capek. Tapi kalau cuma responsibility saja, nggak ada fun-nya kamu pasti capek. Karena saya tetap bergaul sama teman-teman, pegawai saya.

Biar nggak terasa capek?

Enjoy, orang hidup harus punya hobi, anything, saya senang naik motor, ngumpulin golok, baca buku. Kadang pagi saya bersihin motor, terus tidur, paginya bersihin lagi. Kalau nggak ya itu saya kumpulin koleksi benda-benda gambar tengkorak.

Masih adakah obsesi lainnya yang belum Anda capai?

Bikin buku golok. Obsesi manusia itu macem-macem dan nggak berhenti, obsesi kadang-kadang terjadi saat kamu kesal, contoh konkret deh, pak Harto itu senangnya di Tapos, kalau orang kaya zaman dulu bukan punya gedung tinggi, tapi punya sapi sama sawah, jadi happy. Jadi, dulu pada saat kuliah, saya nggak punya duit, kalau ngeliat jaket kulit saya ngiler, makanya jaket kulit saya ada 30 sekarang, itu obsesi juga.

Tips sukses dari seorang Tito Sulistio?

Modal saya cuma teman sama nyala. Gini lho sukses tuh apa sih? Suatu ketika di tahun 1984 saya beli mobil baru, mobil bekas, tiga seperapat juta, langsung saya ke Bogor, nampang ke bapak ibu, sampai ke sana, bapak saya nungguin. Saat itu, bapak saya sangat memuji saya, katanya,”Ito mobil Ito baru, mobil Perancis hebat, Ito memang hebat.” Saat itu saya seperti melayang sampai ke langit. Nggak sampai sejam orang sekampung tau saya punya mobil.

Beberapa tahun kemudian saya beli mobil yang 1000 kali lebih mahal, tiga miliar. Saya tunjukkan mobil itu ke anak saya, anak saya cuma bilang,”Bapak beli mobil apa sih? Kalau beli mobil jangan ini.” Jadi what is sukses? Beli mobil tiga juta atau beli mobil tiga miliar? Sukses adalah saat dimana orang yang kamu hormati mengatakan kamu berhasil, orang yang kamu hormati mengatakan bagus tentang kamu, jika itu terjadi, maka itu artinya kamu sudah menjadi orang yang sukses.

Ya, bagi seorang Tito Sulistio pengaruh orang tua terhadap kesuksesan kariernya sangatlah besar. Tak hanya orang tua, keluarga, istri dan anak tercinta juga menjadi penyemangatnya dikala lelah. Semangat Tito memang seakan tidak pernah surut, ia mengaku tidak akan pernah berhenti bekerja dan berkarya, apalagi soal pendidikan.