Fimela.com, Jakarta Memulai karier akting sejak kecil, Paramitha Rusady bukanlah satu nama asing di telinga publik Indonesia, terutama bagi para pecinta film. Meski demikian, bukan pekerjaan mudah untuk bertahan di belantara film selama 30 tahun. Paramitha selalu mampu menjawab tantangan dengan caranya sendiri.
***
Seni seakan sudah mendarah daging, adik dari Ully Sigar Rusady ini telah akrab dengan dunia tarik suara dan peran sejak berusia kanak-kanak. Karenanya, tak keliru rasanya untuk mengatakan hampir seluruh hidup Paramitha didedikasikan untuk berkarya sebagai seniman.
Baca Juga
Bukan hanya untuk menyalurkan bakat dan bekerja, perempuan berusia 49 tahun itu juga ingin mengemban misi sosial di setiap karyanya. Karenanya, ia kerap selektif dalam setiap peran yang dilakoni. Meski demikian, bukan berarti judul film yang dibintanginya sedikit.
Mulai dari Ranjau-ranjau Cinta, Blok M, Si Kabayan dan Gadis Kota, hingga Lupus IV, jadi beberapa film yang turut menggaet perempuan kelahiran 11 Agustus 1966 tersebut. Tak heran kalau figurnya sudah begitu familiar di mata masyarakat Indonesia.
Sebagai entertainer yang populer di era 1990-an, Paramitha tentu telah 'mencicip' berbagai pergolakan dunia perfilman. Termasuk ketika masa mati suri. "Karena melakukan segala sesuatu dengan ikhlas, maka caranya pun bisa dengan cara berbeda," tutur Paramitha kepada Bintang.com di SCTV Tower, Jakarta Pusat, Kamis (18/2).
Bukan hanya berbicara tentang 'roller coaster' perjalanan karier, perempuan yang juga berprofesi sebagai presenter ini juga menguak tanggapannya tentang pemotretan 3 generasi yang diusung Bintang.com. Berikut kutipan wawancara Asnida Riani bersama dengan videographer Hasan Iskandar, dan photographer Desmond Manullang ketika berbincang dengan Paramitha Rusady.
What's On Fimela
powered by
Film Bukan Sekedar Media Penyalur
Paramitha Rusady antusias mengikuti photoshoot Bintang 3 Generasi. Kesempatan berkumpul dengan 18 bintang dari masing-masing era memberinya semangat untuk terus berkarya. Bertemu dengan orang-orang hebat di bidangnya masing-masing seperti mimpi jadi nyata baginya.
Jadi salah satu aktris yang terpilih di pemotretan Bintang 3 Generasi, bagaimana perasaan Teteh?
Sangat senang. Ini amazing sih menurutku. Saya bersyukur bisa ada di sini bersama orang-orang hebat.
Bagaimana tanggapan tentang photoshot Bintang 3 Generasi?
Fun, fun banget. Saya rasa susah ya bisa mengumpulkan 18 artis. Luar biasa hari ini punya pencapaian amazing karena waktu orang-orang ini susah banget. Senang, senang.
Karena konsep itu juga Teh Mitha tertarik untuk ikut dalam pemotretan Bintang 3 Generasi?
Sebenarnya saya pernah sama tante Widyawati dan mbak Rima di satu acara Ramadhan ngomongin ini. Saya pengin kita kayanya harus mengadakan pemotretan dari tiga generasi. Ternyata, my dream comes true.
Momen ini bisa dikatakan sebagai torehan sejarah?
Of course. Karena ini bisa dibilang teman-teman seperjuangan. Dari penyanyi, saya juga dulu dekat banget sama Ute. Terus sama mbak Rima Melati dan Tio Pakusadewo sering terlibat dalam satu pekerjaan.
Sedikit flashback, bisa diceritakan bagaimana awal menggeluti dunia film? Apakah passion di layar lebar juga dapat pengaruh dari keluarga?
Saya memang ada darah seni. Bisa dilihat dari bunda Ully. Kita nggak hanya berkesenian, banyak sekali inspirasi dari environment. Kita juga ada di satu gerakan green action. Ternyata bakat itu menurun, terutama dari kakek dan nenek. Tapi sebenarnya lebih banyak guru. Ayahku tentara, di masa kepemimpinannya, ia sering mengajar. Kak Ully guru, saya juga dalam bidang musik.
Makna film itu sendiri apa menurut Teh Mitha?
Buat saya, film bukan sekedar media penyalur. Karakter yang dibawa harus memberi edukasi kepada penonton. Satu perbincangan, dialog, yang dibahas di dalam film harus membekas. Hati-hati karena apa yang kita tonton itu bisa saja dibawa pulang. Saya berharap film Indonesia bisa mengedukasi, paling nggak meninggalkan pesan moral. Apalagi untuk generasi penerus. Kita sudah harus berpikir untuk mengurangi violence. Karena kalau film yang sudah terlalu keras saya nggak akan suggest, apalagi untuk anak-anak. Film adalah karakter daripada bangsa kita.
Jadi, film kekerasan jadi salah satu yang pasti ditolak?
Hmm, lihat juga ya. Kalau berbau sejarah atau true story, ya kita lihat. Tapi kalau yang nggak jelas, I'll say big no.
Tak Pernah Membatasi Akting
Film memiliki dimensi yang unik. Nilainya tak sekedar keindahan yang ditampilkan di layar. Namun juga soal cerita. Karena itu Paramitha Rusady lebih mementingkan tanggapan masyarakat atas karyanya. Soal penghargaan, itu adalah bonus bagi Paramitha.
Apakah yang ingin dicapai? Piala? Pasar?
Kalau piala itu bentuk apresiasi. Namun apresiasi masyarakat itu jadi piala terpenting. Tapi tak tertampik juga, setiap insan film menginginkan piala, karena itu merupakan pencapaian dalam wujud nyata. Tapi jangan lupa, piala itu merupakan tanggung jawab untuk citra. Harga diri, karakter, dan dedikasi kita ada di dalam cerminan itu. Saya hidup dengan filosofi, baik itu spiritual dan lingkungan sosial.
Sepanjang perjalanan karier, film apa yang paling membekas?
Semua kinerja sebagai bentuk karya itu punya satu perjalanan, proses. Saya nggak pernah pilih kasih sama pekerjaan. Main di Catatan Si Boy, saya berkesempatan adu akting dengan Didi Petet, itu sangat berkesan. Dengan Kabayan, itu yang mengangkat nama saya. Jadi harus bilang yang mana? Semua itu saling bersinergi. Jadi saya nggak akan bilang yang mana karena semua sudah menjadikanku seperti sekarang.
Ketika film mati suri, apa yang dirasakan?
Saya nggak pernah membatasi akting. Apakah itu lewat opera soap, film layar lebar, dan cerita pendek. Saya nggak pernah membatasi diri sebagai seorang seniman. Saya selalu bermimpi bisa main seperti di broadway. Teatrikal. Saya bisa menari, menyanyi, drama musikal, atau apa aja. That's my dream. Supaya mengeksplorasi diri sendiri tapi bukan mengejar eksistensi diri. Dari dulu saya bekerja nggak pernah pamrih. Ketika mengerjakan sesuatu, saya tulus dan ikhlas karena rasa cinta atau konsekuensi.
Selama bergelut di film, punya peran yang paling dihindari?
Meski media akting itu jangan dibatasi, namun karakter yang dibawa itu harus benar-benar dipilih. Saya nggak asal terima. Harus baca skenarionya dulu. Kalau merasa cocok dengan alur cerita dan karakter di sana, baru saya mau main.
Berada di sini dengan banyak artis senior, bagaimana perasaan teteh?
Makin tua, harusnya percaya seni bisa lebih dihargai. Karena menurutku banyak hal yang sudah pernah dicicip. Nilainya sangat tinggi, namun tak bisa dibayarkan dengan uang. Karena itu merupakan proses dari kinerja, kerja keras, dan pengalaman. Karena mereka sudah mengalami apa yang mungkin belum saya alami. Saya coba selalu jadi pribadi yang low profile, dengan begitu saya bisa jadi greatful, juga bisa belajar berbagai hal baru. Karena kalau alurnya itu-itu saja, biasanya kita nggak akan belajar satu hal baru. Zaman dulu, penyanyi harus bisa berdandan. Mungkin sekarang sudah banyak yang bergantung pada makeup artist. Kemudian, supaya bisa jadi artis, kita harus mandiri. Mulai dari melakoni peran hingga merias, semua harus disiapkan sendiri. Biar jadi pribadi mandiri.
Berbicara soal bintang muda, di sini siapa yang paling dikagumi?
Acha Septriasa. Personality Acha baik, saya pikir ia bisa jadi aktris luar biasa di masa mendatang. Tapi, semua yang berada di sini juga tak kalah luar biasa. Hanya saja punya karakter berbeda.
Kalau bisa mendeskripsikan film dalam satu-dua kata singkat, akan pilih apa?
Napasku.
Industri film boleh saja bergulir bersama bintang-bintang baru. Cara pengemasan dan pergeseran isu yang diangkat pun kian beragam. Namun ada karisma dari sosok Paramitha Rusady yang tak bisa dijelaskan, juga digantikan oleh siapa pun.