Fimela.com, Jakarta Demi kenyamanan selama menggunakan jasa transportasi udara, banyak travel writer yang lebih menyarankan aisle seat, terlebih jika durasi perjalanan terbilang cukup lama. Seakan datang sebagai tandingan, window seat ternyata tak kalah menarik. Berikut sederet momen yang akan membuatmu lebih mantap memilih window seat.
Matahari terbit. Bagaimana tidak, berteman 'samudra awan', melihat sang surya muncul sebagai penanda di mulainya hari baru merupakan satu momen berharga yang mungkin tak akan terlupakan. Belaian hangat sinar mentari mungkin bisa jadi salah satu cara untuk menghilangkan lelah karena periode terbang yang cukup lama.
Baca Juga
Menemukan panorama langka. Berada di sudut lain, maka letak perspektif akan satu hal pun secara otomatis berbeda. Kalau duduk di aisle, kemungkinan untuk melihat beragam panorama kontras tentu hampir tak mungkin. Mulai dari 'retakan' sungai, gradasi daratan yang kian berubah, hingga bentangan 'selimut biru', semua bisa disaksikan. Terkadang, sudut penglihatan bisa memengaruhi satu-dua cara memandang satu fenomena.
Bisa membalikkan persepsi. Terkungkung megah Andes, setiap orang tentu tiba-tiba merasa kecil. Namun apabila melihatnya dari window seat, persepsi akan pegunungan dengan puncak-puncak berselimut salju itu pun berubah. Dalam penjungkirbalikkan persepsi, biasanya ada beberapa pemikiran yang seketika menyeruak.
Menikmati 'samudra' awan. Tak selalu cerah, langit kadang tersusun atas awan-awan kelabu. Meski demikian, bukan berarti pesona selalu datang bersama kombinasi putih-biru. Pada beberapa saat, pergerakan awan yang kemudian berpadu dengan warna lain malah bisa memunculkan panorama memesona.
Terbenam matahari. Setelah terbit, berpulangnya sang surya di batas cakrawala pun bisa menyuguhkan panorama lain ketika sedang melakoni perjalanan udara. Berada di titik ketinggian tertentu, jingga senja nan hangat mungkin bisa terlihat lebih menarik. Sambil menghitung mundur hilangnya cahaya Bumi, kamu bisa merenungi makna perjalanan.