Smaragama: Besar Kecil

Gadis Abdul diperbarui 25 Feb 2016, 19:14 WIB

Fimela.com, Jakarta Sangaji dan Salindri, pasangan muda usia,

yang terpilih mewarisi wacana Kitab Smaragama,

dan yang dipercaya mempelajari secara leluasa,

wacana yang mengungkap rahasia seni bercinta,

yang terkandung di dalam Kitab Smaragama,

agar mampu membangun perkawinan bahagia,

sehingga anak-anak dan keturunan mereka,

lahir dan tumbuh di dalam keindahan cinta,

tanpa harus melewati jalan kesedihan yang tercipta,

dari perbenturan di antara kedua orangtuanya,

lantaran tak tahu dan buta wacana seni bercinta, sehingga ketika gairah birahi di antara mereka,

menjadi bagian rutin kehidupan berumahtangga,

bahkan dibiarkan padam terkubur timbunan usia,

maka pada ketika itu pula tercipta marabahaya,

yang suatu saat dapat menerkam secara tiba-tiba memporak-porandakan kebahagiaan keluarga,

dan mencabik-cabik keutuhan rumahtangga.

Ibarat aliran sungai yang mampat tersumbat,

maka gairah yang tak dapat tersalurkan secara sehat, pasti akan meluap dan menimbulkan banyak akibat.

Di antara sekian banyak permasalahan,

yang mengguncang pilar penyangga perkawinan,

salah satunya adalah jika suami dicekam kerisauan, lantaran merasa ukuran alat kejantanannya kekecilan, dan karena itu mengira istrinya tak terpuaskan.

Seperti telah disinggung di akhir bab tigabelas, sesungguhnya kaum perempuan juga membahas

soal alat kejantanan sebagai salah satu perkakas

yang digunakan suami ketika menunaikan tugas mencukupi nafkah batin sampai sang istri puas.

Di akhir bab tigabelas juga digambarkan,

ketika Sangaji sedang membacakan wejangan,

perihal besar kecil ukuran organ kejantanan

dan hubungannya dengan kepuasan perempuan

saat mengarungi samudera percintaan.

Pada bab ini, Sangaji bersiap membaca ulang, sementara Salindri berbaring telentang di ranjang, menyimak kata demi kata dengan sikap tenang.

"Kaum perempuan memang mempedulikan organ kejantanan milik masing-masing pasangan,

namun yang mereka bahas dan dibicarakan,

bukan semata-mata soal besar atau kecilnya ukuran, melainkan justru lebih menitikberatkan perhatian

pada masalah bagaimana caranya menggunakan,

karena yang dianggap lebih penting oleh perempuan, adalah perlakuan yang lembut penuh kemesraan, sehingga percintaan bukan sekadar hubungan badan, melainkan juga melibatkan hati dan perasaan.

Lelaki memang cenderung merasa lebih tegar,

apabila organ kejantanannya berukuran besar.

Sesama lelaki juga suka saling membandingkan,

sekaligus membanggakan dirinya jauh lebih jantan. Lelaki seringkali tidak tahu dan tidak mengerti,

bahwa percintaan yang memuaskan sang istri,

sangat tergantung pada bagaimana memulai,

dan bagaimana pula suami mengakhiri,

sedangkan kenikmatan saat percintaan terjadi, sesungguhnya dapat diciptakan dengan fantasi,

sehingga semakin tinggi daya khayal imajinasi,

akan semakin memuncak pula kenikmatan istri."

Sangaji sesaat berhenti membaca,

menoleh pada Salindri yang tampak terpana,

dalam cahaya senja wajahnya terlihat elok jelita, membuat Sangaji terpesona dan tergoda,

namun ketika Sangaji berniat mencium istrinya,

Salindri dengan gesit menggeser kepalanya,

lalu memohon agar suaminya segera membaca, kelanjutan wejangan Kitab Smaragama,

Sangaji mengangguk dan menyatakan bersedia, asalkan Salindri mengupahnya dengan cium mesra,

dan dengan berlagak dan berpura-pura terpaksa,

Salindri memenuhi permintaan suaminya tercinta,

dan ketika Sangaji mencium lantas mengulum bibirnya, gairah Salindri tiba-tiba saja berkobar menyala, untunglah Sangaji segera mengakhiri ciumannya,

lalu kembali membaca Kitab Smaragama.

"Lelaki yang organ kejantanannya berukuran kecil, seringkali justru lebih piawai dan lebih terampil,

bahkan seringkali mampu melakukan hal-hal mustahil, lantaran lebih leluasa menari-nari dan mencungkil, sehingga sang istri dibuatnya gemetaran menggigil. Lelaki yang menyadari kejantanannya tibang pas, biasanya justru akan berusaha lebih keras,

agar istrinya benar-benar merasa puas.

Lelaki yang merasa kejantanannya hebat,

lantaran organ kejantanan berukuran kelewat gawat, justru seringkali tak sanggup bergerak secara cepat, setiap kali ingin lebih merapat selalu terhambat,

sehingga di saat sang istri ingin melaju secepat kilat, sang suami malah terpaksa berlambat-/ambat,

bahkan akhimya terlampau cepat tamat."

Sangaji kembali berhenti membaca,

mengedipkan sebelah mata kepada istrinya,

dan Salindri membalas godaan suaminya,

dengan sengaja gaunnya disingkap terbuka.