Fimela.com, Jakarta Semua orang bisa jatuh cinta pada film. Tapi tidak semua orang bisa mempertahankan kecintaanya pada film. Tio Pakusadewo adalah salah satu orang yang bisa membuktikan kekuatan cinta bisa membuatnya bertahan pada film. Pilihan untuk terjun di film dilakukan dengan sadar, karena itu untuk bertahan dalam dunia film Tio sanggup menanggung semua konsekuensinya.
*****
Pemilik nama lengkap Kanjeng Raden Tumenggung Irwan Susetyo Pakusadewo ini menjadi salah satu pemain film paling disegani. Tio juga juga bisa menjadi prasasti hidup, setiap film yang dibintanginya menjanjikan kualitas. Bukan cuma penonton yang beranggapan begitu, sesama pemain film juga merasakan hal yang sama.
Tentu tak mudah bagi Tio untuk mencapai hal tersebut. Sepanjang karirnya, pria kelahiran 2 September 1963 ini tak pernah punya pikiran sedikitpun untuk meninggalkan film.
Perjuangan terberat adalah berani mengambil sebuah pilihan yang berarti berani menghadapi semua tantangan. Banyak hal yang harus dikorbankan. Finansial salah satumya. Berani membuat keputusan memilih peran yang tidak membuat kita kaya. Tapi membuat kita semakin cinta pada film.
Baca Juga
- Anggy Umbara, Karier Sutradara Film Comic 8 Casino Kings
- Bawakan 'Kun Anta', Humood Alkhudher Jadi Sorotan di D'Academy 3
- Paduan Apik Suara Kaka Slank - Ari Lasso di Lagu 'Terlalu Manis'
Melalui masa sulit ketika film Indonesia mati suri, Tio juga tetap optimistis bisa hidup dari film. Kesetiaan membuatnya tak bisa berpaling pada film. Bahkan untuk tawaran bermain film, Tio masih sanggup menampik jika memang tak sesuai dengan hatinya. Akting tak bisa diukur dengan materi.
Tio Pakusadewo mulai dikenal oleh publik Indonesia setelah berperan dalam film layar lebar Cinta Dalam Sepotong Roti arahan Garin Nugroho pada tahun 1990. Pada awal tahun 1990-an, Tio adalah bintang film muda yang penuh talenta.
Berkat perannya sebagai Aria, seorang komponis idealis dalam film Lagu Untuk Seruni (1991), ia meraih Piala Citra di Festival Film Indonesia 1991 untuk kategori Aktor Terbaik. Namun bersamaan dengan tenggelamnya film Indonesia pada pertengahan 1990-an, Tio menghilang. Ia terjebak dalam masalah pribadi dan narkoba.
Tio kembali berkarier di dunia perfilman dengan berperan pada film Virgin (2004). Kemudian banyak judul film yang kembali ia bintangi seperti Berbagi Suami (2006), Quickie Express (2007), Lastri (2008), Pintu Terlarang (2009). Pada tahun 2009 ia kembali meraih Piala Citra kategori Aktor Terbaik di Festival Film Indonesia 2009 lewat film Identitas (film) arahan sutradara Aria Kusumadewa.
Tahun ini seperti tahun kebangkitan bagi Tio Pakusadewo. Berbagai film dibintanginya. Berhadapan dengan talenta-talenta muda, Tio tak pernah kehilangan pesona. Berikut petikan wawancara Puput Puji Lestari, fotografer Andy Masela dan videografer Hasan Mukti Iskandar saat pemotretan 18 bintang di SCTV Tower, Kamis (18/2).
What's On Fimela
powered by
1
Tio Pakusadewo memasuki dunia film bukan karena unsur ketidaksengajaan seperti yang sering terjadi akhir- akhir ini. Tio sadar benar bahwa hatinya tertawan pada akting. Dan setelah mendapatkan jalan untuk akting, Tio menyadari cintanya pada film semakin dalam. Dia mendedikasikan diri sepenuhnya untuk film.
Bagaimana cerita awal terjun ke film?
Kalau mau diceritakan bisa tiga hari tidak selesai. Tapi ini kisah singkatnya sayam. Awal mula terlibat di film karena memang saya menginginkannya. Jadi sudah diincer. Sudah dikehendaki sejak belum ngerti apa apa. Jadi begitu mendapat kesempatan ya langsung serius. Itu tahun 1986 baru mendapatkan peran.
Kesan awal main film?
Saya mendapatkan peran yang penuh perjuangan pertama kali ya di film Lagu untuk Seruni. Itu tahun 1989. Tahun 1990 syuting film Cinta dalam Sepotong Roti. Tahun 1991 filmnya diputar. Dua-duanya mendapat nominasi Festival Film Indonesia. Yang mendapat Citra itu film Cinta dalam Sepotong Roti. Begitu mendapat Citra saya serius. Saya menghendaki untuk bermain film. Ini dunia yang saya inginkan.
Bisa diceritakan tantangan bertahan di film?
Perjuangan terberat adalah berani mengambil sebuah pilihan berarti berani menghadapi semua tantangan. Banyak hal yang harus dikorbankan. Finansial salah satumya. Berani membuat keputusan memilih peran yang tidak membuat kita kaya. Tapi membuat kita semakin cinta pada film.
Peran yang paling berkesan?
Berimbang ya bagi saya. Semua peran sulit. Nggak ada yang gak sulit. Setiap karakter yang saya mainkan membutuhkan waktu untuk mempelajarinya. Semua berkesan. Setiap film memiliki tantangan tersendiri. Gak bisa dibandingkan.
Melintasi rentan waktu panjang di film apa bedanya syuting film dulu dan sekarang?
Dulu kamera bunyi sekarang nggak bunyi. Masing-masing punya kelebihdan dan kekurangan. Dulu belum memadai ya kesulitannya berbeda. Semua dilakoni dengan semangat yang sama. Dengan cinta yang sama sehingga bisa bertahan hingga saat ini.
Semangat kerja sama juga?
Itu yang nggak berubah. Saya beruntung bekerja dengan orang-orang yang punya semangat tinggi memberikan yang terbaik untuk film. Anak-anak muda juga tak kalah semangat, mereka mau belajar dan itu membuat antusias.
Waktu film Indonesia mati suri apa yang dilakukan untuk bertahan?
Saya pernah bekerja di TV swasta selama 4 tahun. Karena saya memiliki ilmunya dan saya sekolah jadi saya bisa bertahan. Apapun saya lakukan. Melukis juga melakukan usaha lain. Pokoknya gak jauh dari dunia kesenian.
Bagaimana perasaannya kala itu?
Ngenes tapi toh dengan perjuangan temen-temen semua bisa bangkit lagi.
Sekarang produksi film tinggi lagi. Makin antusias?
Antusias dan berharap yang diproduksi lebih baik dari kemarin ya. Sayangnya tehnologi maju kontennya mundur. Itu yang lagi kita pikirkan. Tapi saya rasa sekarang terevolosi. Sekarang mulai banyak film yang tema-temanya berbeda sangat jauh dari tema yang biasanya.
2
Perfilman Indonesia menghadapi tantangan baru tahun ini dengan dibukanya kran investasi film dari Daftar Negatif Investasi (DNI). Pembukaan ini memungkinkan orang Dari luar negeri menanam investasi dalam perfilman Indonesia. Tio Pakusadewo berharap generasi muda perfilman Indonesia siap menghadapi tantangan ini.
Bagaimana rasanya beradu akting dengan aktor-aktor muda?
Saya nggak pernah menganggapnya beradu akting. Saya menilainya bekerjasama. Selalu bekerja sama dengan siapapun yang dihadapan saya. Anak muda sekarang memiliki keinginan tahuan yang besar. Mudah- mudahan dibarengi dengan belajar. Kemarin di film Surat dari Praha misalnya, saya ketemu pemain-pemain yang memiliki kesanggupan luar biasa. Saya bersyukur bertemu mereka.
Tanggapan terhadap dibukanya DNI?
DNI memberi tantangan baru. Kan kita berhadapannya tidak sama dengan bangsa sendiri lain. Tapi dari makluk asing luar angkasa. Maksudnya luar negeri. Mereka datang membawa kemampuan dan modal.
Apa yang perlu diwaspadai?
Mereka bisa menguasai jagad perfilman raya bukan lagi bicara film Indonesia.
Bagaimana menyikapi tantangan itu?
Ya harus disikapi dengan kerjakeras. Etos kerja orang film harus dibangun lebih baik dari kemarin. Kebiasaan buruk jangan dipelihara.
Ada kekuatiran khusus?
Tidak ada lagi film Indonesia setelah DNI dibuka. Yang ada film yang diproduksi di Indonesia. Persaingan kita bertambah, banyak pendatang dari luar negeri.
Yakin kita bisa menghadapi tantangan tersebut?
Ya harus bisa. Sudah dibuka kran DNI jadi orang perfilman yang harus menambah kemampuan diri.
Harapan pada foto Bintang 3 Generasi?
Mudah mudahan hasilnya baik. Bisa menginspirasi sesuatu yang baru. Mudah-mudahan sampai tujuannya. Kalau sudah mengeluarkan biaya kerja keras begini gak sampai ke tujuan kan sayang. Sejarah nggak bisa dibuang. Dan kebiasaan buruk gak holeh dipelihara.
Foto lintas generasi ini kan merangkum sejarah film, mudik, dan hiburan tanah air. Orang yang menguasai sejarah akan menguasai masa depan. Siapapun yang menguasai masa depan bisa mengubah sejarah. Pilih yang mana?
Artinya Anda berharap Bintang.com menjadi bagian dari sejarah?
Yang perlu dilakukan adalah pengenalan sejarah yang ada. Sejarah jangan dianggap nggak Penting. Karena nggak mumgkin ada negara tanpa sejarah.
Percakapan hangat tentang harapan Tio Pakusadewo pada ultah pertama Bintang.com terus menambah semangat kami. Bahwa sejarah telah kami catat, Indonesia memiliki generasi luar biasa yang mendedikasikan diri pada karya secara konsisten. Salah satunya, Tio Pakusadewo yang berjanji mendedikasikan diri pada film seumur hidupnya.