Kenalkan Bahasa Isyarat, Kafe Ini Gandeng Tunarungu Jadi Pelayan

Febriyani Frisca diperbarui 23 Feb 2016, 19:28 WIB

Fimela.com, Jakarta Komunikasi menjadi sebuah kunci keberhasilan penyampaian pesan antar individu atau sebuah tim. Bisnis restoran atau kafe, misalnya. Dalam bisnis tersebut tentunya melibatkan banyak orang yang berkomunikasi di dalamnya. Apalagi jika harus berurusan dengan para pelanggan. Pramusaji dituntut untuk sebaik mungkin melayani tamu dengan kalimat-kalimat yang membuat mereka nyaman.

Namun, nampaknya teori tersebut tak berlaku di Deaf Cafe Fingertalk. Kafe yang terletak di kawasan Pamulang Timur, Tangerang Selatan, ini memiliki cara berkomunikasi yang nggak biasa, yakni menggunakan tangan. Yap! Di kafe ini, kamu bakal dilayani oleh para pramusaji dari teman-teman yang memiliki keterbatasan dalam mendengar dan bicara atau yang lebih dikenal dengan tunarungu.

Tak seriuh kafe pada umumnya, saat memasuki kafe yang didominasi dengan cat warna kuning ini kamu akan disambut dengan senyum hangat dan gerak tangan sebagai sambutan dari para pelayan. Bagi kamu yang nggak mengenal bahasa isyarat, mungkin akan sedikit canggung untuk membalasnya. Meski demikian, hal tersebut bukan halangan untuk kamu berlama-lama di sana.

Adalah Dissa Syakina Ahdanisa, perempuan 25 tahun, penggagas Deaf Cafe Fingertalk ini. Berawal dari pengalamannya menjadi relawan di Nikaragua, Amerika Latin, pada 2013 lalu, ia terinspirasi untuk membuat kafe serupa di tanah air. "Awalnya saya waktu itu saya lagi jadi relawan di Nikaragua, mengajar anak-anak bahasa Inggris dari Senin sampai Jumat. Suatu hari, ketika libur, saya jalan-jalan keliling kota, ketemu dengan satu kafe namanya de las Sonrisas, itu kafe pertama di Amerika Latin yang semua pegawainya tunarungu," ungkap Dissa pada Bintang.com ditemui Minggu (21/2) lalu di Deaf Cafe Fingertalk.

Selang dua tahun kemudian, tepatnya Mei 2015, perempuan berjilbab ini baru bisa mewujudkan impiannya untuk membuat kafe serupa de las Sonrisas di Indonesia bernama Deaf Cafe Fingertalk. Tak semata-mata 'menyontek' konsep untuk mendirikan kedai pengisi perut, berdirinya Deaf Kafe Fingertalk ini juga menyalurkan misi Dissa untuk membuka peluang pekerjaan bagi para tunarungu yang kerap dipandang sebelah mata dalam dunia kerja karena keterbatasan mereka.

"Satu, kafe adalah satu tempat yang orang bisa hang out. Dua, teman-teman tunarungu bisa dapat pekerjaan," ujar Dissa mengungkapkan alasannya menggandeng teman-teman tuna rungu dalam bisnis kafenya. Tak hanya dua misi tersebut, rupanya perempuan lulusan Strata 1 (S1) jurusan Bisnis di Ritsumeikan Asia Pacific University (APU) ini juga ingin meningkatkan kepedulian bahasa isyarat di Indonesia bahwa setiap negara memiliki gerak bahasa isyarat yang beragam. "Terakhir, untuk meningkatkan kepedulian bahasa isyarat di Indonesia. Karena banyak teman-teman hearing yang mikirnya bahasa isyarat itu sama semua di seluruh dunia," tambahnya.

Dissa yang awalnya nggak pernah punya teman-teman deaf mencari info mengenai teman-teman tunarungu di Indonesia. Bertemulah perempuan kelahiran 26 Februari 1990 ini dengan Pat Sulistyowati, seorang tunarungu yang juga mantan Ketua Gerakan Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin). Bersama beliau, ia mendirikan Deaf Cafe Fingertalk dan memperkenalkannya kepada khalayak.

Meski kamu nggak bisa bahasa isyarat, untuk memesan makanan atau minuman di Deaf Cafe Fingertalk ini nggak perlu bingung. Sebab di meja telah disediakan selembar panduan untuk Belajar Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo). Meski hanya kata-kata dasar, namun lembar Bisindo cukup membantu para tamu untuk memesan makanan sekaligus belajar bahasa baru, yakni bahasa isyarat. Kalau kamu masih terlalu kaku untuk mempraktekkannya, kamu bisa menulis pesanan di kertas atau bicara perlahan agar deaf crew dapat membaca gerak bibirmu.

Selain melayani para tamu yang datang ke kafe, para pramusaji juga diberikan pelatihan berupa keterampilan menjahit, merajut, dan membatik untuk kemudian hasilnya dijual ke para pengunjung kafe. Mereka dibina langsung oleh Pat Sulistyowati, lho. Nih, hasil karya dari teman-teman tunarungu di Deaf Cafe Fingertalk. Keren, kan? :D

Seperti kafe pada umumnya, Deaf Cafe Fingertalk juga menawarkan berbagai macam makanan dan minuman, seperti nasi goreng, tortilla, ayam bakar, ayam goreng, tuna lemon sauce, chicken garlic sauce, dan masih banyak lainnya. Sedangkan untuk minuman, para tamu bisa memesan teh tarik, lemon tea, caramel macchiato, white koffie, cappuccino, dan lainnya. Sebagai makanan penutup, kamu bisa memesan super roll cake dengan es krim. Masalah harga? Nggak bikin kantong jebol, kok. :D

Oiya, nggak hanya bisa menikmati makanan sambil ngobrol dengan teman-teman, di kafe yang buka tiap Selasa-Minggu ini, kamu juga bisa ikut kegiatan lain, yakni membatik. Yap! Hanya dengan membayar Rp 50 ribu per jam, kamu bisa ikut kelas membatik dadakan di sana bersama Ratih Nugrahini, salah satu 'penghuni' Deaf Cafe Fingertalk yang sangat berpengalaman di bidang membatik.

Tertarik untuk menyambangi Deaf Cafe Fingertalk? Segera luangkan waktumu untuk meluncur ke Jl Pinang No. 37, Pamulang Timur, Tangerang Selatan, Banten, Jawa Barat. Masuk ke Jl. Pinang, kamu bakal dipandu oleh neon box penunjuk jalan bertuliskan "Deaf Cafe Fingertalk". Kafe ini buka dari pukul 10.00-21.00 WIB. Jangan lupa, tiap hari Senin, Deaf Cafe Fingertalk tutup, ya. Selamat berkunjung!

What's On Fimela