Review I am Hope, Peleburan Harapan dan Cinta untuk Kanker

Regina Novanda diperbarui 22 Feb 2016, 11:42 WIB

Fimela.com, Jakarta Pemain: Tatjana Saphira, Alessandra Usman, Tio Pakusadewo, Fachry Albar, Feby Febiola, Ariyo Wahab, Ine Febrianty, Kenes Andari dan Ray Sahetapy.
Sutradara: Adilla Dimitri
Skenario: Adilla Dimitri dan Renaldo Samsara
Durasi: 108 menit.

 

Sinopsis:

Kecintaan Mia (Tatjana Saphira) terhadap teater seakan sudah mendarah daging. Bagaimana tidak, ia tumbuh dan besar dari rahim seorang ibu yang menjadikan teater sebagai rumah keduanya. Namun, impian Mia untuk mengadakan pertunjukan teater nyaris sirna karena vonis kanker yang diterimanya, tepat di hari ulang tahun ke-24.

Mia tak pernah sendiri, ia memiliki teman imajiner bernama Maia (Alessandra Usman) yang selalu menemaninya dalam berbagai situasi. Maia memiliki pribadi yang jelas sangat bertolak belakang dengan Mia. Ia sangat keras, namun santai dalam menghadapi persoalan. Dalam hal penampilan, Maia tampil dalam balutan busana kaum bohemian yang memberikan kesan bebas dan penuh warna. Sangat berbeda dengan Mia yang kerap tampil serius dan kaku.

Saat mendengar anak perempuan semata wayangnya mengidap kanker paru-paru, dunia Raja (Ray Sahetapy) seakan kembali akan runtuh untuk kedua kalinya. Ya, ibunda dari Mia telah meninggalkan Raja untuk selama-lamanya karena penyakit mematikan nomer satu di dunia itu. Raja tentu tak ingin kehilangan orang yang dicintainya lagi. Segala upaya pun dilakukannya agar Mia dapat sembuh.

Di sisi lain, Mia terus mencoba menggapai impiannya membuat pertunjukan teater. Ia pun memberikan naskah yang dibuatnya kepada PH (Production House) milik Rama Sastra. Namun saking sibuknya sang pemilik, Mia selalu gagal memberikan naskah tersebut. Nyaris putus asa, Mia dan Maia pergi ke kafe yang sedang menggelar pertunjukkan teater 'mini'. Di sana, Mia mulai tertarik pada sosok aktor teater muda bernama David (Fachry Albar).

Setiap kali menatapnya, jantung Mia berdegup begitu kencang seolah-olah bersinergi dengan semesta akan benih cinta dalam ketertarikan. Hubungan Mia dan David kian hangat hari demi hari. David menjadi orang yang paling 'ngotot' dalam harapan Mia. Ya, David memaksa untuk menemui Rama Sastra dan memberikan naskah yang dibuatkan Mia.

Benar saja, naskah indah yang ditulis Mia langsung membuat Rama Sastra jatuh cinta. Ia setuju untuk menggelar pertunjukan teater dibawah naungan Mia dengan David sebagai pemerannya. Kesibukan teater membuat Mia 'lupa' akan kesehatannya yang semakin memburuk. Mia terngiang akan vonis delapan bulan hidup yang diterimanya. Mampukah Mia mewujudkan impiannya di tengah 'limit' masa hidupnya?

 

Review:

Sudah bukan menjadi hal asing lagi film yang mengangkat tema kanker. Namun, ada yang menarik dari film yang diproduseri oleh Wulan Guritno ini. Sebagian besar profit yang didapatkan film nantinya akan disumbangkan untuk yayasan kanker di Indonesia. Terinspirasi dari gerakan gelang harapan, film ini mencoba menyentuh hati penonton dengan kisah pejuang para penderita kanker.

Film I am Hope mengalir begitu manis, tak ada karakter antagonis yang biasanya mendominasi dalam cerita. Adilla Dimitri selaku sutradara mengemas film ini dengan begitu apik dan membuat penonton ikut terhanyut dalam kisah haru yang dibawakan oleh sosok Mia.

Kehidupan setiap karakter berjalan sebagai mana normalnya, tak dilebih-lebihkan. Barangkali jika Anda menyadari, Maia menjadi karakter paling unik dari film ini. Ia hadir sebagai teman imajiner dari Mia, namun Adilla membuatnya seakan begitu hidup dan menyatu dengan karakter lain yang memang 'nyata'. Sesekali, Maia hadir seakan melakukan komunikasi dengan karakter lain, selain Mia. Padahal ia hanya hadir sebagai sisi postif, semangat serta harapan dalam diri Mia.

Tatjana Saphira berakting begitu baik. Ia sangat menghayati perannya sebagai penderita kanker yang sedang berjuang melawan penyakit. Pergejolakan emosi karakter Mia mampu dihidupkan oleh Tatjana. Begitupun dengan Tio Pakusadewo yang berperan sebagai ayah dari Mia. Luapan sedih, amarah dan kekesalan dari karakter Raja berhasil disatukan dalam diri Tio tanpa kesan berlebihan.

Sangat disayangkan, alur cerita seolah-olah bergerak begitu cepat di 15 menit terakhir. Karakter Mia yang sedang dalam 'limit' vonis kanker, tiba-tiba ia dapat berdiri kuat mewujudkan impian dan harapannya dalam sebuah pertunjukkan karakter. Tidak begitu dijelaskan, bagaimana detik-detik Mia berjuang habis-habisan untuk hidupnya di tengah 'limit' vonis yang diterimanya tepat di bulan ke delepan.

Diceritakan, Raja kehabisan uang karena pengobatan istrinya yang menderita kanker beberapa tahun lalu. Hal ini membuat keadaan ekonomi keluarganya melemah dan ia pun hidup dalam kesederhanaan bersama sang anak. Namun, ketika Mia kembali divonis menderita kanker, tak dijelaskan bagaimana Raja memperoleh dana pengobatan untuk anaknya.

Terlepas dari kekurangan tersebut, I am Hope hadir dengan nuansa yang berbeda untuk film dengan pesan mendalam. Menggadang-gadangkan tema kanker, film ini lebih dari hanya sekedar film. Penonton dapat ikut membantu sesama hanya dengan ikut menyaksikan I am Hope di bioskop. Film kolaborasi pasangan suami istri Adilla Dimitri dan Wulan Guritno ini sudah tayang di jajaran bioskop tanah air sejak 18 Februari 2016 lalu.

 

Foto-foto Adegan: 

 

Trailer I am Hope: