Shanta, Martabat Desa, dan Perjuangan Melawan Kemiskinan

Karla Farhana diperbarui 17 Feb 2016, 19:14 WIB

Fimela.com, Jakarta Tidak semua kaum perempuan di dunia ini dimanusiakan. Seperti di India, BBC menulis, perempuan tidak mendapatkan hak, baik dari segi karier, suara, pendidikan, dan sektor lainnya. Sebuah penelitian yang dilakukan Catalyst dua tahun lalu menunjukkan, hanya 59% perempuan di pedesaan yang melek huruf. Sementara, perempuan yang bekerja hanya dibayar 62% dari gaji pria. Padahal, bidang serta beban yang ditanggung mereka sama. 

Di tengah-tengah gemuruh ketidakadilan yang dirasakan kaum perempuan India, Shanta hadir bak malaikat untuk mengangkat derajat desanya. Perempuan dinamis, energik yang berasal dari India bagian selatan terlahir tak berbalut sutera seperti malaikat pada umumnya. BBC menulis, Shanta lahir dalam keadaan miskin. Dan kehidupannya lebih miskin lagi ketika dia menikah. Dia berjuang membesarkan kedua anaknya dan bahkan tak bisa memenuhi kebutuhannya. 

Dilansir dari media yang sama, dia tadinya bekerja sebagai seorang pekerja relawan di kantor pemerintahan setempat. Bekerja di lingkungan ini membuka celah untuk berkomunikasi dan bekerja sama dengan para pekerja di kantor pemerintahan, termasuk para pebisnis. 

Dunia yang tadinya sempit dan penuh dengan harap-harap cemas menanti kehidupan di hari berikutnya, kini berubah menjadi sedikit lebih luas. Meski hanya mendapatkan honor yang tak seberapa, tulis BBC, dia berharap link dan lingkungan ini bisa membuka dan mengubah kehidupannya. 

Di mana ada usaha dan kemauan, di situ ada jalan. Harapan Shanta ternyata tak selamanya menjadi angan. BBC menulis, di kantor pemerintahan tersebut, Shanta mendengar sebuah ide untuk membantu para perempuan agar mendapatkan hidup yang layak. Ide tersebut pada dasarnya sama dengan microfinance, di mana setiap anggota kelompok menyumbangkan jumlah uang sama, yang akan diberikan kepada bank. 

Dilansir dari media yang sama, kelompok tersebut bisa menyumbangkan ide kepada pihak bank dan kalau disetujui, mereka bisa mendapatkan dana yang tadi sudah terkumpul untuk membangun sebuah bisnis. Sebagian pendapatan mereka nanti akan digunakan untuk membayar kembali uang yang sudah mereka pinjam untuk bisnis tersebut. 

"Saya adalah satu-satunya orang yang bersemangat (untuk mengikuti program ini). Tapi saya tahu, saya harus memulai demi (mengubah nasib) desa saya," katanya kepada BBC. 

Kepada media tersebut, Shanta bercerita, dia butuh 20 orang yang masing-masing bisa menyumbangkan 20 rupee (Rp 3.932). Namun, karena seluruh orang di desanya miskin, Shanta butuh dua tahun hingga akhirnya bisa meyakinkan mereka tentang kesempatan ini yang akan mengubah hidup seluruh warga desa tersebut. 

Dilansir dari HBR.org, mula-mula dia membeli seekor sapi. Pendapatannya dari menjual susu sapi tersebut digunakan untuk membayar pinjaman. Sisanya, dia 'putar' lagi uang yang ada. Dia lantas membeli domba, kambing, membangun toko kecil, mesin jahit, dan juga membuka penyewaan audio sistem untuk acara-acara di kampung.

Meski terseok-seok saat menjalankan program ini, Shanta pantang menyerah dan tak pernah berhenti melangkah. Hingga kahirnya, BBC melaporkan, diusianya yang ke-53, dia berhasil memiliki rumah, dengan segala 'penghuni' yang tak pernah sebelumnya dikenal masyarakat pedesaan India. TV, kipas angin, kompor, dan bahkan bisa menyekolahkan anaknya hingga bekerja sebagai seorang insinyur - salah satu pekerjaan yang paling dibanggakan di negerinya. 

Kisah Shanta membuktikan kemiskinan bukanlah takdir yang harus dikeluhkan setiap hari, atau bahkan diterima dengan pasrah hingga meredupkan cita-cita. BBC menulis, Shanta bukan satu-satunya perempuan India yang 'dipaksa' mengukir jalan hidup seorang diri. Bagaimana pun, Shanta telah sukses mengangkat martabat, bukan hanya keluarganya tapi juga seluruh masyarakat di desa melalui program ini. Kini, tak hanya perempuan di desanya, dia juga membantu kaum hawa di desa sebelah, agar bisa hidup layak dan keluar dari kemiskinan.