Fimela.com, Jakarta Masayu Anastasia punya kesibukan baru. Selain menekuni dunia akting, Masayu juga sedang getol terjun ke dunia organisasi masyarakat Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) sejak Oktober 2015. Di organisasi itu, wanita berusia 32 tahun ini ditunjuk sebagai Wakil Bendahara Umum Pariwisata dan Kesenian. Dengan masuk ke organisasi tersebut, ia bisa menyuarakan aspirasinya.
"Sebenarnya, niat untuk terjun ke organisasi memang sudah lama. Aku ingin keluar dari comfort zone aja, sih. Dunia aku kan syuting dan mengurus anak, dan lain-lain. Aku ingin membuka wawasan agar bisa lebih luas," kata Masayu Anastasia saat berkunjung ke redaksi Bintang.com, Jalan R.P. Soeroso, Gondangdia, Jakarta Pusat, akhir Januari 2016 lalu.
Baca Juga
Oleh karena itu, Masayu menampik jika kiprahnya dalam dunia organisasi sebagai aji mumpung. Beberapa tahun lalu bahkan ia sempat diajak masuk dalam partai politik. Namun, ia menolak. Bagi Masayu, untuk terjun ke dunia politik praktis harus punya mental yang kuat.
"Aku masih harus banyak belajar. Sekarang yang aku jalani ini learning by doing aja," jelas Masayu.
Sejak masuk organisasi, Masayu merasakan ada perubahan yang ia alami. Ia merasa wawasannya mulai terbuka. Begitu pun dengan cara ia bicara dan rapat dengan banyak orang.
"Itu membawa pengaruh banget. Jadi, aku bukan sekadar nama saja di organisasi. Kalau ada kesempatan, aku juga ikut meeting dengan teman-teman yang lain," ujar Masayu.
Berikut petikan wawancara Komarudin dan fotografer Galih W Satria dari Bintang.com dengan Masayu Anastasia.
Pendidikan Agama Anak Sejak Dini
Di tengah kesibukannya di dunia seni peran dan organisasi serta membangun bisnis fesyen bersama adiknya yang akan ia realisasikan segera, Masayu Anastasia tetap mencurahkan perhatian kepada anaknya, Samara Anaya Amandari, yang lahir pada 19 Oktober 2009 lalu. Terlebih, soal pendidikan agama untuk anaknya.
Bagaimana perkembangan anak Anda?
Alhamdulillah, perkembangan Samara saat ini baik dan dia makin berat. Tiap hari aku mengantar ke sekolah dan dia maunya selalu digendong. Sampai di sekolah dia tetap maunya digendong hingga sampai ke kelas. 'Kak, sekarang kamu sudah berat banget. Sudah berumur enam tahun.' Sampai di kelas, dia masih nggak mau lepas, selalu pegangi saya. Samara bilang, 'aku masih mau peluk'. Dia masih manja banget, mungkin karena dia sendiri, ya. Kadang-kadang, dia cari perhatian berlebih banget. Bahkan kata gurunya, 'Samara, kalau nggak diantar ibunya, kok, biasa aja. Tapi kalau diantar ibunya, kok, malah seperti ini (manja)'.
Selain itu, Samara selalu bilang, 'aku ngantuk, pulangnya lama banget.' Aku tahu, kalau dia bilang begitu, pasti ada pelajaran yang dia enggak suka.
Bisa dijelaskan tentang perkembangan kecerdasannya?
Alhamdulillah, karena, kan, setelah pulang sekolah, seminggu tiga kali dia selalu ikut ngaji di rumah. Jujur, aku sendiri saklek soal agama. Kalau dia nangis bagaimana pun, aku pasti marah balik. Nggak bisa. Pendidikan agama itu harus sejak kecil. Bagi aku, pendidikan agama untuk anak harus ditanamkan sejak kecil. Kalau telat sedikit aja sampai gede, maka akan susah diterimanya. Karena aku sendiri merasakan itu. Aku sendiri sejak TK dan SD belajar di sekolah Islam. Walaupun SMP dan SMA aku enggak belajar di sekolah Islam, tapi hapalan yang diberikan saat TK dan SD, sampai sekarang masih aku ingat. Daya ingat anak kecil itu melekat banget.
Pendidikan apa yang Anda berikan saat Samara di rumah?
Saat aku ada di rumah, aku mengajak salat berjamaah. Aku biasakan juga, setiap mau tidur, aku juga selalu mengingatkan agar dia berdoa sebelum tidur. Kita lalu doa bersama. Kadang-kadang, dia kan lupa untuk baca doa, meski dia hapal dengan doa itu. Karena sudah diajarkan sejak TK. Jadi, aku mengajarkannya pelan-pelan. Saat dia tertidur pulas, aku bisikan dia doa sebelum tidur.
Saat ini bakat Samara lebih condong ke mana?
Dia itu darah seninya kuat banget. Kalau ngomong aja, suaranya merdu banget. Enak banget didengarnya. Sempat dia ingin syuting, tapi aku sudah brainwash sejak kecil, 'sudah, jadi dokter aja. Jadi, kalau nanti aku sudah tua sakit, kakak bisa mengobati aku.' 'Oh, iya'. Dia mengiyakan. Bahkan saat TK hingga SD sekarang saat ditanya gurunya tentang cita-citanya, Samara selalu jawab ingin jadi dokter. Kata aku, 'yes, berhasil.'
Perkembangan teknologi sekarang berkembang pesat, bagaimana Anda mengawasi Samara?
Dia sempat minta untuk dibuatkan akun Instagram. Aku langsung syok. 'No, Samara. Sekarang kamu baru kelas 3. Nanti kalau sudah kelas 5 kamu baru boleh bikin'. 'Kenapa aku enggak boleh bikin Instagram? Si ini udah bikin, kenapa aku enggak boleh?' Sekarang dia sudah mulai pintar complain, meski kecil, dia sudah berpikir seperti orang dewasa. 'Enggak, kamu masih terlalu kecil untuk bikin yang begituan'. 'Ya, sudah. Tapi kalau aku lihat-lihat boleh, kan?' 'Ya, tapi untuk bikin, enggak.' Dia akhirnya menuruti.
Untungnya lagi, sejak kecil, aku juga enggak membiasakan dia untuk menonton siaran televisi lokal. Kartun, kartun, dan kartun. Kalau dia membuka YouTube, paling yang dia buka bagaimana cara bikin Slime, Play doh, dan Lego. Aku selalu pantau terus. Jadi, kalau dia sedang main, dia selalu didampingi. Sekarang dia tertarik Justin Bieber, sebelumnya Bruno Mars, One Direction.
Bagaimana jika suatu saat Samara tertarik dengan dunia seni?
Aku bukan orang yang memaksakan kehendak. Apapun yang ia pilih nanti, itu yang terbaik buat dia. Bagi aku, sesuatu yang dipaksakan tidak enak untuk orang yang menjalaninya. Meski aku berharap dia jadi dokter, tapi jika keputusannya nanti tertarik dengan dunia seni, aku enggak akan memaksanya. Karena dia yang menentukan masa depannya, aku hanya memberitahu, dan dia menentukan pilihan, dan dia yang menjalaninya.
Lelah Jalani Proses Perceraian
Saat menjalani proses perceraiannya dengan Lembu Wiworo Jati beberapa hari lalu, Masayu Anastasia menyebut dirinya mirip film televisi (FTV) hidayah. Namun, saat itu ia tak menjelaskan detail apa yang dimaksudnya. Masayu sendiri merasa lelah menjalani proses perceraiannya.
Apa yang Anda maksud hidup mirip FTV hidayah?
Hahahaha. FTV hidayah itu endingnya bahagia. Aku juga berharap endingnya bahagia, sesuai apa yang aku mau. Ya, segala sesuatu itu memang butuh proses. Aku enggak mengerti, ini memang cobaan dari Allah. Ujian biar aku naik kelas. Mungkin waktu itu aku cepat emosi, ya, karena aku sudah capek. Mungkin Allah sudah menentukan jalannya seperti ini, ya, aku akan ikuti.
Sebenarnya, apa inti persoalan Anda hingga memutuskan bercerai?
Aku enggak bisa ungkapkan ke publik. Ini sudah menyangkut privasi aku. Orang memang gampang menilai egois banget, enggak memikirkan anak dan segala macam. Buat aku, oh enggak. Kalau aku enggak memikirkan anak, sejak tahun 2013, hal ini (perceraian) sudah terjadi. Tapi aku butuh proses, butuh waktu, bagaimana aku meyakinkan diri aku dan melihat anak aku. Ya, akhirnya banyak pertimbangan aku sendiri selama dua tahun lebih, ya, ini akhirnya keputusan yang terbaik. Orang hanya melihat dari luar, tapi mereka enggak tahu apa yang aku alami dan yang terjadi sebenarnya. Aku hanya menginginkan satu hal, aku ingin bahagia.
Selama dua tahun itu, apa yang Anda lakukan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga?
Permasalahan ini sebenarnya sudah terjadi sejak 2012. Kami sudah datang ke marriage counseling dua kali, keluarga juga, hingga pada 2013 enggak jadi mengajukan gugatan. Kami juga sempat datang ke pemuka agama juga, habib. Sampai aku mengajukan gugatan dan beberapa bulan berjalan, kami juga melakukan mediasi dengan habib juga, karena kami enggak mau melakukan mediasi di pengadilan. Jujur, dari keluarga aku sendiri sudah angkat tangan, karena masalah ini bukan yang pertama kali. Menurut mereka, 'kalian sudah besar, tahu tanggung jawab masing-masing, tahu risikonya, apa pun yang terbaik buat kalian.'
Jadi, banyak usaha yang Anda lakukan untuk keutuhan rumah tangga?
Ya. Aku juga berpikir karena ada anak. Jadi, enggak segampang itu juga aku mengambil keputusan. Aku selalu berpikir dan berusaha untuk memperbaiki. Bagi aku pribadi, it takes two to tango. Enggak bisa satu pihak saja yang berusaha untuk memperbaiki, tapi harus berdua. Apalagi, ini masalah rumah tangga.
Anak Anda juga mengetahui soal permasalahan Anda dengan suami?
Samara memang pernah menanyakan. Aku enggak mau berbohong dengan anak. Aku banyak sekali berkomunikasi dengan gurunya di sekolah. Ternyata, anak aku itu memang lebih dewasa dibanding dengan umurnya. Aku sering bercanda dengan dia, jika ada kata-kata yang terlontar dari dia, aku berusaha menjelaskan. Aku ngobrol dengan dia, seperti ngobrol dengan orang dewasa aja. Anak aku itu kritis. Aku jelaskan, 'ini hidup, Nak. Dalam hidup itu selalu ada perubahan. Sekarang kakak sudah kelas 1 SD'.
Proses perceraian Anda sudah berlangsung selama enam bulan. Komentar Anda?
Aku sudah terlalu kecewa. Pihak pengadilan pun sudah diultimatum untuk memperhatikan persoalan ini karena proses ini sudah terlalu lama sudah hampir enam bulan. Tolong, semua pihak untuk kooperatif. Aku minta hanya satu, jangan sepelekan masalah ini. Jangan dianggap ini berantem biasa, ini sudah detik-detik terakhir, karena sebentar lagi sudah masuk tahap kesimpulan dan putusan. Ia hanya mengulur-ulur waktu dengan alasan kerja, kerja, dan kerja. Saat dia (Lembu Wiworo Jati) mengundurkan saat waktu sidang, aku pantau. Benar nggak, nih, dia kerja.
Lelah juga menghadapi persidangan yang lama, ya?
Ini kan baru bagi aku. Gampanglah. Aku enggak berpikir seberat ini. Ternyata, berat juga dan jauh lebih capek dari yang aku bayangkan. Lebih menguras emosi, tenaga, dan waktu. Aku berharap proses ini bisa segera selesai agar bisa fokus dengan kegiatan aku.
Setelah bercerai, bagaimana dengan hak asuh anak?
Soal aku minta hak asuh anak, itu hanya di atas kertas. Soal pengasuhan tentu tetap kami berdua. Tidak ada bekas anak, yang ada mantan atau bekas istri. Jika Samara menikah, walinya tetap dia (Lembu). Kapan pun Samara mau bertemu, mau menginap, aku enggak akan membatasai. Jadi, soal anak enggak ada masalah sama sekali.