Fimela.com, Jakarta Suku Sunda yang merupakan suku terbesar di Jawa Barat memiliki kebiasaan dan adat istiadat uniknya sendiri. Begitupun mengenai tradisi meminta hujan. Meskipun sudah menjadi pengetahuan umum bagaimana proses hujan terjadi dan bagaimana perpindahan musim di negara tropis seperti Indonesia. Namun nggak menjadi penghalang adanya tradisi turun menurun dalam meminta hujan. Biasanya, tradisi ini dilakukan ketika kemarau panjang terjadi serta nggak ada tanda-tanda akan turun hujan.
Baca Juga
Meminta hujan turun melalui sederet ritual pada leluhur mungkin dibilang konyol oleh sebagian masyarakat dengan pandangan yang modern. Namun nyatanya, tradisi meminta hujan terus digelar setiap musim kemarau panjang, dan percaya atau nggak, ritual ini memang bisa mendatangkan hujan sungguhan, lho. Ritual yang dilakukan masyarakat pun bermacam-macam. Mulai dari yang sesuai dengan kepercayaan agama tertentu, hingga ritual yang bisa terbilang seram dan magis.
Masyarakat Sunda sendiri memiliki ritual meminta hujan yang terbilang sedikit magis. Kebiasan meminta hujan di masyarakat Sunda dipercayai hadir dari sebuah desa bernama Cigarukgak, kecamatan Ciawigebang kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Di dusun tersebut, meminta hujan dinamai dengan "Babangkongan" yang dilaksanakan ketika terjadi kemarau berkepanjangan. Biasanya, warga akan meminta turun hujan demi mengairi sawah serta untuk kebutuhan warga sehari-hari.
Babangkongan, atau ritual meminta hujan ketika musim kemarau biasanya dilaksanakan pada terbenamnya matahari hingga tengah malam pada pukul 12. Upacara ritual akan melibatkan satu orang pawang hujan, satu anak laki-laki yatim dengan usia 8-11 tahun, serta empat orang lelaki dewasa yang cukup kuat mengarak anak yatim tersebut. Acara pun dimulai dengan pembacaan doa-doa agar ritual dapat berjalan lancar tanpa adanya halangan.
Unsur magis dalam ritual ini mulai nampak setelah pembacaan doa selesai dan ritual yang sebenarnya dimulai. Kemenyan mulai dibakar serta sang anak lelaki tadi akan dibaringkan pada tandu dari bambu dan ditutup kain selayaknya jenazah. Setelah itu, sang anak lelaki akan berbaring diam ketika diarak mengelilingi desa. Menarilk dan juga sekaligus seram ya? Hmmm... (M. Sufyan)