Smaragama: Memetik Kesucian

Gadis Abdul diperbarui 28 Jan 2016, 19:14 WIB

Fimela.com, Jakarta Hatta terpenuhilah janji malam pertama,

tatkala Sangaji mendengar Salindri, istrinya tercinta,

mengaduh kecil sambil memagut, menggigit lehernya,

dan kedua lengannya yang licin berpeluh mirip belalat gurita,

melilit dalam pelukan sepenuh daya yang tersisa.

Se$aat tubuh Salindri meregang dan meronta,

demi menahankan rasa ngilu perih terluka,

saat kesuciannya diserahkan kepada suami tercinta,

dan ketika menyadari dirinya bukan lagi perawan dara,

perasaannya terharu-biru, bola matanya berkaca-kaca,

dan perlahan, di pipinya yang merona jingga,

bergulir butiran bening air mata,

mata air bahagia cinta.

Syahdan pada saat yang hampir berbarengan,

Sangaji yang juga sampai pada puncak kenikmatan,

membalas pelukan Salindri dengan dekapan

sambil perlahan menekankan badan,

dan berjuta-juta benih kehidupan,

memancar deras di lorong kerinduan,

meluncur dalam nikmat surgawi percintaan,

dijemput takdir yang telah disuratkan.

Dan kenikmatan surgawi yang maya dan fana,

selalu bergegas pergi, senantiasa berlalu segera,

bahkan ingatanpun tak sanggup merekam getar rasanya,

yang memudar bersama meluruhnya daya tenaga,

hingga melemah lemas melunglai sekujur raga,

sedangkan jiwa beroleh pencerahan yang nyata,

lantaran beban yang mendera akal pikiran telah sirna

tersapu rasa puas dan bahagia.

Maka laksana sehelai sutra bermandi hujan,

Sangaji tengkurap menindih Salindri dalam dekapan,

dan perlahan-lahan beringsut turun, melepaskan pelukan,

lalu menelungkup diam, badannya menggigil gemetaran,

mirip tentara saat pertama kali diterjunkan

di garis depan medan pertempuran,

langsung tiarap rata dengan rerumputan,

sambil membabi buta melepas tembakan

tanpa membidik ke arah sasaran,

sampai terpicu peluru penghabisan,

dikalahkan kebodohan.

Namun bukankah dalam semua kenangan,

setidaknya di dalam masa kecil yang tak terlupakan,

selalu ada kejadian dungu atau suatu kebodohan,

yang tak perlu dibayar dengan penyesalan?

Bukankah yang terekam dalam pengetahuan

atau yang membuahi permenungan

dan mengilhami daya penalaran

sesungguhnya juga kesalahan dan pengalaman?

Seandainya Salindri dan Sangaji tak tergesa-gesa

dan mampu menjinakkan gairah birahi yang menggelora

tentu akan ada waktu bagi mereka berdua

membaca tuntas Bab Pertama Kitab Smaragama

yang dengan gamblang membukakan pintu rahasia

tentang bagaimana memetik bunga kesucian sang dara

secara seksama, terkendali, dan bijaksana.

Dan seperti hendak membuktikan keajaibannya,

tiba-tiba Kitab Smaragama terbuka dengan sendirinya,

dan kata-kata di dalamnya mendadak bisa bicara: 

"Apabila malam pertama perkawinan,

menjadi sebuah malam yang amat menyakitkan,

sampai menyayat dan melukai jaringan ingatan,

maka pedihnya akan menjelma berkelanjutan,

memusnahkan nikmat persenggamaan,

meracuni gairah percintaan

dan menghadirkan bayangan

yang mengerikan.

Karena itulah malam persembahan perawan,

hendaknya dilaksanakan secara perlahan-lahan,

berawal dari sentuhan-sentuhan kelembutan,

berlanjut dengan peluk cium kemesraan

dan pastikan seluruh usapan dan belaian

yang menjelajah wilayah rawan di sekujur badan

tak hanya sekadar persentuhan kulit permukaan

namun juga melibatkan emosi, jiwa, dan perasaan.

Lakukanlah seperti jika sepasang penari

yang sekaligus juga penata koreografi

sedang mengarungi samudera inspirasi

dan mencipta gerakan sesuai kata hati.

Dapat pula kau petik pengetahuan

tentang tata cara menabur benih kehidupan,

dari naluri petani yang berguru pada pengalaman

dan mempunyai kemampuan memastikan

kapan saatnya cangkul mulai diayunkan

dan kapan pula saatnya benih ditaburkan.

Sekalipun layak disebut manusia perkasa,

para petani tahu dan memahami bahwasanya:

mencangkul tanah kering perlu tenaga ekstra

yang akan membuat telapak tangan terbeset luka,

dan membuat benih yang ditabur mati sia-sia.

Nalar petani memang teramat bersahaja,

namun justru di dalam logika yang sederl1ana,

suatu kebenaran bisa hadir sebagaimana adanya

sehingga mudah pula dimengerti maknanya.

Karena mengerti maka ada saling pengertian

bahwa keindahan dan nikmat malam pertama pernikahan

terletak pada kemauan dan kerja sama kedua pasangan.

Dan saling pengertian akan melahirkan

pemahaman bahwa malam pertama pernikahan

0tak hanya menuntut suami mempunyai pengetahuan 

tentang bagaimana cara terbaik memetik kesucian, 

tapi juga mengandung sejumlah keharusan

yang harus dilaksanakan sebagai kewajiban

bagi si istri di saat mempersembahkan keperawanan"

 

What's On Fimela