Eksklusif, Cinta dan Musik Dewasa dari Perspektif Teza Sumendra

Putu Elmira diperbarui 27 Jan 2016, 08:07 WIB

Fimela.com, Jakarta Musik berperan menjadi bahasa universal ketika luapan ide, inspirasi dan pengalaman bergabung melahirkan sebuah karya. Dalam rangkulan musik pula, Teza Sumendra mampu menciptakan sebuah suguhan yang dibalut cinta dan musik dewasa dari perspektif berbeda.

Jika banyak musisi tanah air memilih membuat karya dari alur cerita cinta yang penuh suka dan luka, tidak halnya dengan Teza Sumendra. Ia mampu mengemas album perdananya lewat sebuah sudut pandang unik yang tidak banyak dilirik sebelumnya.

Memilih I Want You, Love sebagai single pertama bukanlah tanpa alasan. Teza Sumendra mantap ingin mengenalkan musiknya yang dewasa bersama alur percintaan yang mengusung tema one night stand.

Humoris, jujur dan sarkastik, tiga kata yang Teza Sumendra akui menggambarkan dirinya. Mengedepankan musik yang jujur, Teza tidak meninggalkan esensi cinta. Namun, ia seperti menemukan sesuatu yang menarik dalam lagunya.

Makna yang terkandung dalam album perdana Teza, tidak lepas dari peran pengalaman pribadi dan pengalaman yang teman-temannya alami. Berdasarkan kisah nyata, Teza mengemas cinta dan musik dewasa tersebut dengan perspektif yang jelas berbeda.

Namun, Teza Sumendra juga mengungkapkan bahwa lirik-lirik yang ia tulis bisa dikatakan realistis bahkan cenderung 'kotor'. Teza juga berbagi kisah mengenai sisi idealis, cinta, musik dewasa, lirik realistis, karya hingga kini tengah mempersiapkan repackaged album dan single kedua. Berikut petikan wawancara eksklusif tim Bintang.com bersama Teza Sumendra.

2 dari 3 halaman

Musik Dewasa, Lirik Eksplisit Hingga Tema Realistis

Teza Sumendra, sosok penyanyi muda tanah air yang ternyata memiliki perspektif berbeda mengenai cinta dan musik yang dewasa. (Foto by Galih W. Satria/Bintang.com, Digital Imaging by Denti Ebtaviani/Bintang.com)

Apakah tajuk untuk single kedua?

Single kedua judulnya Satu Rasa. Jadi, ini bisa dibilang satu-satu lagu yang berbahasa dan berlirik Indonesia di album saya. Karena, memang sisanya selain lagu Satu Rasa itu semuanya bahasa Inggris dan ini memang saya buat khusus istilahnya biar nggak sok bule-bule bangetlah. Dan, tujuannya biar memang biar bisa lebih diterima sama pendengar musik di seluruh Indonesia karena memang bahasanya memang bahasa Indonesia, bahasa Ibu Pertiwi sendiri itu yang lebih gampang dicerna sama pendengar musik di Indonesia.

Mengapa memilih I Want You, Love sebagai single pertama?

Pertama selain lagu itu yang jadi duluan, kedua saya mikir, saya ingin memperkenalkan cerita atau suguhan lagu tentang cinta yang nggak hanya antar suka sama suka dan nggak berujung jadian. Karena I Want You, Love itu lebih ke percintaan yang mengusung tema one night stand kalau jujur memang temanya 21 tahun ke atas. Itu juga lebih ke awalnya juga saya pengen ngenalin musik saya itu dewasa. Musik saya jujur mungkin benang merahnya masih percintaan tapi I found it something interested about my song. Jadi, kayak lebih ke seksnya, perselingkuhan, lebih ke percintaan yang mungkin belum banyak di ambil temanya oleh lagu-lagu Indonesia kebanyakan.

Kenapa tertarik memilih cinta?

Karena ya memang saya tertarik memilih percintaan itu udah rumus dasar musisi di Indonesia bikin musik-musik yang bertema percintaan itu udah paling lumrah untuk bikin musik di Indonesia yang temanya kayak gitu. Tapi, yang belum biasa adalah percintaan dari perspektif berbeda. Saya mikirnya nggak cuma entar suka sama suka, jadian atau suka sama suka, jadian lalu putus itu yang menurut saya udah biasa. Dipercintaan itu kan saya ngeliatnya menurut pengalaman saya dan yang pernah saya alamin, perspektif cinta itu luas buat saya. Jadi, ada yang selingkuh, ada yang cuman pengen nyobain doang abis itu ditinggal yang gitu-gitu banyak. Jadi, saya ngambil tema yang lebih realistis.

Apakah ada pengalaman pribadi yang terselip di masing-masing lagu?

Rata-rata memang dari pengalaman pribadi dan juga dari pengalaman temen-temen curhat yang pernah saya denger. Jadi, memang based on true story sih.

Apakah sisi menarik dari album perdana?

Lirik-lirik saya bisa dibilang realistis dan ini sedikit banyak menggambarkan tentang saya keseharian yang ngomong kotor. Jadi, di liriknya pun eksplisit, di review waktu itu sama label, oh ini liriknya parental advisory ya jadi mungkin kita kasih beberapa track yang memang liriknya kasar, kita kasih track eksplisit. Mungkin belum banyak di Indonesia cuma kan itu yang mungkin nggak terlalu banyak orang tahu, mungkin kalau rapper, nge-rap hip-hop itu identik sama lirik-lirik yang kayak gitu. Saya sendiri di sini mewakili pecinta neo-soul and RnB yang ada di Indonesia bahwa bisa saya bilang lirik saya eksplisit dan emang itu yang saya tuliskan dalam lagu.

Apakah album ini sudah merepresentasikan seorang Teza Sumendra?

Bisa dibilang 90 persen iya, karena memang pertama itu rata-rata lagu semuanya memang dari pengalaman saya. Sisanya dari pengalaman temen-temen. Yang kedua, genre yang saya usung adalah genre yang saya dengerin dan saya suka dari saya kecil, SMP. Dan, lirik yang saya tulis cukup eksplisit jadi itu menggambarkan saya sehari-hari.

Mengapa lebih banyak menulis lagu berbahasa Inggris?

Pertama karena kalau saya boleh jujur, saya itu bukan orang yang romantis. Saya bukan orang yang punya perbendaharaan bahasa-bahasa yang puitis. Jadi, kenapa saya tulis dalam bahasa Inggris, pertama karena kosa kata bahasa Indonesia saya itu sedikit yang romantis, puitis ataupun filosofis itu sedikit banget. Saya nggak punya pembendaharaan kata yang banyak dalam bahasa Indonesia. Jadi, daripada saya nulis lirik dengan bahasa Indonesia yang seadanya dan terdengar cheesy atau corny untuk orang-orang, jadi lebih saya nulis bahasa Inggris yang seadanya. For me it’s sounds sophisticated dan bahasa. Jadi, walaupun yang saya tulis lirik bahasa Inggris yang biasanya aja dan nggak ada makna yang gimana-gimana, tapi mungkin itu terdengar lebih seksi daripada bahasa Indonesia. Saya lebih nyaman menulis dalam bahasa Inggris karena balik lagi, lirik saya kan kotor, eksplisit, akan terdengar sangat tidak enak kalau saya ngucapkannya dalam bahasa Indonesia.

3 dari 3 halaman

Pengaruh Musisi Idola dan Rencana 'Repackaged' Album

Teza Sumendra, sosok penyanyi muda tanah air yang ternyata memiliki perspektif berbeda mengenai cinta dan musik yang dewasa. (Foto by Galih W. Satria/Bintang.com, Digital Imaging by Denti Ebtaviani/Bintang.com)

Siapakah musisi idola kamu?

Musisi idola saya dari dalam negeri itu Indra Lesmana sama Anggun C. Sasmi. Kalau dari luar, influence saya dalam bermusik itu ada 3. Ada Maxwell, D'Angelo sama Musiq Soulchild.

Apakah ada influence mereka dalam album kamu?

Rata-rata yang saya dengerin itu menginspirasi saya bikin musik. Jadi, mulai dari beat, ambience, chord segala macem itu ter-influence sama 3 musisi itu.

Lalu, mengapa menyukai musik?

Karena di brainwash sama papa saya dari kecil. Pertama, beliau itu guru piano dan dari kecil saya sudah dikenalin musik-musik Motown kayak Stevie Wonder, Al Green, Marvin Gaye, Al Jarreau jadi memang papa dengerinnya lagu-lagu kayak gitu. Saya terbiasa dari kecil ngedengerin musik-musik seperti itu sampai akhirnya mulai beranjak dewasa, SMP saya nyari lagu-lagu atau musik-musik yang relate sama musisi-musisi itu semua. Dan kebanyakan kayak Maxwell, D'Angelo sama Musiq Soulchild influence-nya juga itu, Stevie Wonder, Marvin Gaye. Jadi, yang saya denger juga ngedengerin apa yang papa saya dengerin. Dari kecil saya dibiasakan dengan hal itu. Sampai akhirnya, kalau ditanya kenapa suka musik karena saya suka nyanyi dari kecil sampai akhirnya di les vokal papa mama dan di les piano. Jadi, itu kayak makanan saya sehari-hari.

Bagaimana respon penggemar dengan album kamu?

Alhamdulillah yang selama ini yang saya terima followers saya itu suka sama musik yang saya bikin. Sejauh ini responnya cukup positif dan cukup dicari albumnya. Walaupun sekarang dapet masalah labelnya bangkrut, cuman itu jadi trigger buat saya buat bikin repackaged. Kalau misalnya kemarin sudah ngeluarin album terus tiba-tiba labelnya bangkrut harus bikin sesuatu yang orang jadi lebih tertarik dari album sebelumnya. Dari situ saya bikin mau ngurusin album repackaged yang harus saya keluarin di tahun ini. Karena feedback-nya memang positif jadi trigger saya.

Penggarapan repackaged sudah sejauh mana?

Cukup memakan waktu sih, saya mikirin ini dari 3 bulan lalu. Karena memang mulai dari 3 bulan yang lalu saya dikabarin kalau labelnya agak chaos, jadi lagi-lagi harus mengerjakan semua ini sendiri dan bikin orang tertarik buat beli albumnya lagi. Paling lebih ke ngumpulin remixer-nya sih kayak DJ-DJ nya itu yang cukup ribet karena mereka punya jadwal sendiri-sendiri. Balik lagi karena saya indie, masalahnya ada di uang, uang sendiri dan modal sendiri jadi lebih ke situ.

Apakah harapan untuk karier bermusik ke depannya?

Harapannya lebih luas lagi sih pendengarnya karena saya mengajak DJ-DJ yang notabene memang punya fans base sendiri, mungkin itu bisa meluas ke friend base-nya mereka. Dan lebih mengenalkan kalau musik Indonesia ada loh yang kayak gini. Ada musik Indonesia yang taste-nya Internasional tapi dari anak bangsa sendiri.