Eksklusif Ernest Prakasa, Mengubah Bully Jadi Komedi dan Rezeki

Henry Hens diperbarui 12 Jan 2016, 07:56 WIB

Fimela.com, Jakarta Para komika atau stand up comedian yang merambah dunia film semakin marak. Salah satu nama yang sedang berjaya adalah Ernest Prakasa. Film terbarunya, Ngenest, termasuk laris dan mendapat sambutan bagus. Meski sudah beberapa kali bermain film, baru di film Ngenest ini, Ernest menjalani debut sebagai sutradara sekaligus penulis skenario.

Padahal pria keturunan China yang lahir pada 29 Januari 1982 ini mengawali karirnya di bidang musik. Setelah sekitar enam tahun bergabung dengan dua label besar, Ernest merasa panggilam jiwanya bukanlah di musik. Merasa punya bakat di bidang komedi, Ernest Prakasa mendaftarkan diri mengikuti program Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) yang diadakan sebuah stasiun televisi swasta.

Saat itu dunia stand up comedy memang mulai menanjak. Plihannya ternyata tidak salah. Meski hanya menjadi juara ketiga di SUCI pertama, nama Ernest Prakasa mulai dikenal banyak orang. Ernest sering membawakan kehidupan serta masalah seputar etnis China sebagai materi lawakan. Ditambah dengan memiliki wajah oriental, membuat Ernest punya karakter kuat dan mudah dikenali.

Ernest pun mulai terjun di dunia komedi sebagai komika secara total. Ia sempat mendirikan komunitas Stand Up Indo bersama sejumlah komika senior seperti Pandji Pragiwaksono dan Raditya Dika. Ernest juga pernah melakukan tur komedi tunggal bertajuk ‘Merem Melek’ di 11 kota pada 2012 lalu. Prestasi itu menjadikannya komedian pertama Indonesia yang mencetak rekor tersebut.

Pada 2013, Ernest menggelar pertunjukkan komedi bersama para comedian berdarah Tionghoa-Indonesia dengan tajuk ‘Ernest Prakasa & The Oriental Bandits. Di tahun yang sama, ayah dari dua anak ini kembali menggelar tur yang berjudul ‘Illucinati’ di 17 kota di Indonesia. Tak hanya sukses sebagai komika, Ernest mendapat tawaran berakting di layar lebar.

Film perdananya adalah Make Money (2013) sebagai pemain pendukung. Setahun kemudian, bersama sejumlah komika, Ernest menjadi pemeran utama di film Comic 8 yang dibesut Anggy Umbara. Film bergenre komedi-eksyen itu ternyata mendapat sambutan luar biasa sehingga menjadi film terlaris Indonesia di tahun 2014 dan dibuatkan dua sekuelnya.

Tak hanya di genre komedi, Ernest juga sempat tampil di film drama Kukejar Cinta ke Negeri Cina di tahun yang sama. Di tahun lalu, Ernest mendapat peran kecil di film CJR The Movie. Setelah itu kembali menjadi pemeran utama di film Comic 8: Casino Kings-Part 1 dan Ngenest. Seperti perkiraan semula, Comic 8: Casino Kings-Part 1, kembali menjadi box office dan meraih 1 juta penonton lebih.

Tahun 2015 termasuk tahun yang cemerlang bagi Ernest Prakasa. Ia menjadi salah seorang juri dan komentator di program Stand Up Comedy Academy (SUCA) yang tayang di Indosiar. Program tersebut mendapat sambutan bagus dan cukup sukses. Keberhasilan itu diteruskan dengan program Stand Up Comedy Club.

Menutup tahun 2015, tepatnya pada 30 Desember 2015, film Ngenest yang diproduksi Starvision dirilis. Di film pertamanya sebagai sutradara sekaligus penulis skenario, Ernest menggandeng sejumlah komika dan aktor-aktris ternama dalam jajaran pemain. Apa yang membuat Ernest berani berkiprah sebagai sutradara dan penulis skenario sekaligus pemain utama di Ngenest?

Apa saja kesulitan yang dihadapi selama proses pembuatan film? Puaskah ia dengan hasil karyanya tersebut? Lalu tantangan apa lagi yang ingin dilakukannya? Simak hasil obrolan Henry, Regina Novanda dan Febio Hernanto dengan Ernest Prakasa yang menyambangi kantor redaksi Bintang.com di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Bagaimana awalnya muncul ide membuat film Ngenest?

Ide dasarnya dari buku Ngenest. Bukunya judulnya Ngenest: Ngetawain Hidup Ala Ernest, terdiri dari tiga buku. Pertama dirilis tahun 2012 terus buku kedua dan ketiganya di tahun 2014 dan tahun 2015. Bukunya tentang cerita pengalaman kehidupan saya dari kecil sampai dewasa dan menikah sampai punya anak. Dari tiga buku saya punya ide untuk dipadatkan jadi skenario dan dibuatkan film. Awalnya cuma itu aja sih, dan ternyata Starvision tertarik untuk memproduksi filmnya.

2 dari 3 halaman

1

Eksklusif Ernest Prakasa (Fotografer: Febio Hernanto, Digital Imaging: Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Anda langsung menawarkan diri sebagai pemain sekaligus sutradara, atau seperti apa?

Ya awalnya itu tadi, saya hanya berniat jadi penulis skenario aja. Lalu ditawari sebagai pemain utama juga. Saya setuju saja karena memerankan diri sendiri. Tapi kemudian pas Parwez (Chand Parwez, produser Starvision) bilang ke saya, kenapa bukan kamu aja yang jadi sutradara

Anda menerima tawaran tersebut?

Saya sempat nolak. Saya kan sudah pernah beberapa kali main film dan tahu banget kalau tugas sutradara itu berat. Tapi pak Parwez berusaha menyakinkan saya. Katanya, hanya saya yang paling ngerti tentang film ini jadi cuma saya yang paling pas jadi sutradara. Kalau soal teknis, bisa dibantu sama orang lain yang lebih berpengalaman. Ya, akhirnya saya terima tawaran itu. Tapi concern saya tetap pada story telling, selama saya bisa menjaga itu ya gak masalah.

Ada syarat tertentu untuk menerima tawaran pak Parwez?

Iya, saya terima tawarannya karena keinginan saya dipenuhi. Salah satunya, saya mengajak dua orang kru dari film Comic 8 untuk terlibat di film ini. Saya mengajak DOP dan co-director Comic 8 karena sudah pernah kerjasama dengan mereka.

Bagaimana persiapan film Ngenest dan proses pencarian pemain?

Persiapan produksinya sekitar 1,5 bulan. Ada proses reading selama dua minggu. Untuk proses kasting, saya serahkan sama casting director. Ada juga yang saya pilih langsung, seperti Morgan Oey dan Kevin Anggara. Maklum aja, mencari pemain berwajah Mandarin yang bisa berakting komedi itu gak gampang. Kalau Lala yang meranin istri saya, dicari lewat proses kasting.

Bagaimana dengan proses syuting Ngenest?

Proses syutingnys sekitar 16 hari, yah total tiga minggu. Untuk syuting kita gak mengambil plek dari buku karena untuk kebutuhan sinema harus ada unsur dramatisasi. Karena diadaptasi dari buku dan kisah nyata, jadi gak dibuat 100 persen sama.

Baca Juga: Film Ngenest Kantongi 400 Ribu Penonton, Ernest Prakasa: Hoki

Menjalani debut sebagai sutradara, kesulitan apa saja yang dialami?

Yang pasti capek dan teler juga sih, karena selain harus jadi sutradara saya tampil di layar sekitar 70 persen. Jadi benar-benar menguras fisik dan mental karena harus kerja dari pagi sampai malam. Berat badan saya sempat turun sampai 3 kilo. Pokoknya gila-gilaan banget, ini pekerjaan terberat yang pernah saya jalanin. Apalagi ini kan pertama kali jadi sutradara dan harus jadi pemain utama juga. Yah, anggap aja ini sebagai proses pembelajaran. Tapi secara keseluruhan, proses syuting berjalan lumayan lancar.

Ada kesulitan dalam mengarahkan para pemain?

Sebagian besar pemain di film Ngenest sudah pernah bermain film dan bahkan ada pemain senior juga, jadi gak terlalu sulit mengarahkan mereka. Contohnya Ade Sechan dan Lala, mereka bisa main bagus dan bisa improvisasi juga. Buat saya pemain boleh improvisasi, yang penting gak menyimpang dari inti cerita.

Kabarnya Arie Kriting punya peran khusus di film Ngenest?

Arie memang cuma tampil sekilas sebagai pemain. Peran dia lebih banyak di belakang layar. Seperti saya bilang tadi, komedi itu gak harus menurut sama naskah, makanya saja ajak Arie terlibat di film Ngenest untuk mensupervisi unsur komedi. Jadi semacam comedy coach, buat memaksimalkan unsur komedi, karena di lapangan banyak hal-hal yang baru terpikirkan. Jadi memang ada inovasi dan improvisasi saat syuting, tapi tetap gak menyimpan dari inti cerita.

Ngenest termasuk film drama biografi campur komedi atau murni film komedi?

Kalau dibilang biografi mungkin nggak juga, lebih ke drama-komedi. Tapi kesan orang terhadap film Ngenest ini ya harus lucu. Apalagi saya kan komedian juga, jadi film ini harus bisa membuat orang tertawa.

Apa saja pengalaman yang didapat selama pembuatan film Ngenest?

Pastinya banyak pengalaman berharga yang didapat, mulai dari persiapan, lalu proses syuting sampai pasca-produksi. Seperti saya bilang tadi, film ini jadi proses pembelajaran buat saya, terutama sebagai sutradara. Saking banyaknya pengalaman yang didapat, jadi pengin syuting lagi biar bisa menerapkan pengalaman itu di proyek lainnya. Dari sisi naskah, juga tambah pengalaman dan wawasan. Jadi bisa lebih kebayang apa yang nanti mau dilakukan di lapangan setelah menulis naskahnya.

3 dari 3 halaman

2

Eksklusif Ernest Prakasa (Fotografer: Febio Hernanto, Digital Imaging: Iqbal Nurfajri/Bintang.com)

Anda belajar dari siapa saja untuk menambah pengalaman sebagai sutradara?

Banyak sih. Saya jadi banyak belajar dari buku, ada dari buku panduan lalu tanya-tanya sama teman yang lebih pengalaman. Saya banyak nanya sama Monty Tiwa, Anggy (Umbara) dan teman-teman lainnya yang lebih berpengalaman.

Ada persamaan antara kamu dengan Raditya Dika?

Saya juga banyak belajar dan bertanya sama Dika. Dia kan juga berpengalaman sebagai pemain, penulis naskah sekaligus sutradara. Malahan Dika sempat mampir ke lokasi syuting. Tapi sebenarnya gaya dan market saya beda dengan Dika. Kalau Dika lebih ke anak muda, kalau saya lebih ke cerita keluarga.

Anda pernah di bully waktu kecil, apakah itu termasuk pengalaman lucu seperti di film?

Kalau dulu waktu di-bully jelas gak lucu. Ya, itu termasuk pengalaman nggak mengenakkan saat masih kecil dan remaja. Kalau sekarang memang terasa lucu karena justru bisa menghasilkan duit, hahaha. Jadi dari di bully saya justu bisa menjadi seperti sekarang ini, termasuk membuat film Ngenest.

Apa yang membuat fim Ngenest perlu ditonton?

Film ini perlu ditonton, bukan cuma karena mencerritakan hidup saya. Filmnya lucu banget. Tapi yang menarik, terlepas dari balutan komedi pesan film Ngenest ini sebenarnya serius banget. Sesuai dengan tag linenya, Kadang Hidup Perlu Ditertawakan. Hal itu ternyata bisa jadi semacam terapi. Salah satu cara untuk mengatasi masalah yang paht ternyata adalah dengan mentertawakannya.

Setelah ini ada proyek sebagai sutradara lagi?

Kalau untuk jadi sutradara lagi belum ada sih. Di tahun in saya justru mau menulis novel, karena selalu ingin belajar yang baru. Dulu sempat kepikiran untuk belajar jadi sutradara dan ternyata bisa terwujud di tahun 2015. Saya kan pernah menulis buku dan dari kisah hidup sendiri, sekarang saya tertantang untuk bikin novel.

Baca Juga: Jadi Sutradara, Ernest Prakasa Belajar dari Raditya Dika

Masih aktif di Stand Up Comedy?

Stand up comedy pasti masih aktif dan nggak akan pernah ditinggalin. Saya kan merintis karir sebagai komika dan itu nggak akan pernah saya lupakan.

Bagaimana dengan di televisi, apa ada rencana untuk punya program sendiri di televisi?

Untuk program TV masih tetap di Indosiar. Setelah SUCA musim pertama, kan ada Stand Up Comedy Club. Kalau nggak salah, Februari nanti rencananya akan dimulai SUCA musim kedua. Kalau buat punya acara sendiri, kayaknya nggak ada rencana atau keinginan ke arah itu. Saya lebih suka nulis di rumah atau membuat karya yang lain. Tiap orang kan sudah ada bagiannya masing-masing, jadi biarkan mereka yang punya bagian di televisi kalau saya di bagian yang lain.

Ada proyek film terbaru sebagai pemain?

Kalau film belum ada lagi. Paling yang siap tayang, Comic 8: Casino Kings-Part 2 di Februari nanti. Kalau pun ada tawaran lagi, saya mau tetap konsisten di bidang komedi. Main di film drama saya pernah dan nggak masalah sih, asalkan tetap di bagian komedinya.

Tidak tertarik bermain di film drama dengan peran yang drama juga?

Kalau drama kayaknya nggak lah. Banyak yang lebih jago mainnya. Mungkin satu-satunya film drama yang akan bikin saya tertarik untuk berakting drama kalau pak Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) bikin film biografi. Saya mau berperan jadi siapa saja asalkan bisa ikut main, hahaha.

Siapa idola Anda?

Idola saya Pandji Pragiwaksono. Dia itu serba bisa. Dia bisa jadi stand up comedian, bisa jadi presenter, bisa main musik, bisa akting juga dan masih banyak lagi yang dia bisa. Kalau artis luar, saya suka Ellen DeGeneres.