Pieter Ell: Tak Ada Payung Hukum, Pelaku Prostitusi Bisa Bebas

Komarudin diperbarui 19 Des 2015, 01:30 WIB

Fimela.com, Jakarta Praktisi hukum Pieter Ell sangat prihatin dengan maraknya kasus prostitusi, tak terkecuali di kalangan artis. Keprihatinan juga timbul karena tidak adanya payung hukum yang bisa menjerat pelaku. Selama ini, hanya pihak muncikari saja yang dijerat hukum.

"Hal tersebut menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Sebagian besar masyarakat menilai hal itu tidak adil dan terjadi diskriminasi. Seharusnya tidak hanya muncikari yang dijerat hukum, tapi juga pihak pelaku," ungkap Pieter Ell, yang juga kuasa hukum Robby Abbas, kepada Bintang.com saat berkunjung ke Bintang.com di Jl. R.P. Soeroso, Gondangdia, Jakarta Pusat, Jumat (18/12/2015).

Selama ini, pihak penyidik hanya menjerat pihak muncikarinya saja. Hal itu berdasarkan Pasal 506 dan 296 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang seseorang yang menghubungkan terjadinya tindakan pencabulan terhadap orang lain. Hal yang sama juga dengan Undang-undang Tindak Perdagangan Orang (TPPO).

"TPPO pun tidak menjerat pelaku, tapi hanya muncikarinya saja. Jadi, baik KUHP maupun TPPO hanya menjerta muncikari," jelas Pieter."Dengan tak adanya payung hukum, maka setiap pelaku prostitusi pasti lolos dari jerat hukum," lanjutnya.

Padahal, menurut Pieter Ell, apa yang dilakukan pelaku sebenarnya berada dalam posisi sadar. Untuk menghindari kevakuman hukum, ia dan beberapa rekannya mengajukan uji materi  (judicial review)  Pasal 506 dan 296 KUHP. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi diskriminasi hukum yang hanya menjerat muncikari.