Fimela.com, Jakarta Kasus kontrak PT Freeport yang menyeret nama ketua DPR RI Setya Novanto belum rampung. Tapi, masyarakat kembali dihebohkan ketika Setya malah melaporkan Putra Nababan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim), Senin (14/12) kemarin. Pelaporan terhadap jurnalis kawakan yang namanya telah empat kali diumumkan sebagai pemenang di Panasonic Gobel Awards lantas menimbulkan berbagai pertanyaan dalam benak masyarakat. Apa yang sebenarnya terjadi?
Baca Juga
Dilansir dari sebuah situs nasional, Setya melaporkan Putra karena ada sebuah siaran di salah satu stasiun TV nasional yang menyebutkan nama politisi Golkar ini terkait dengan rencana pembelian pesawat amfibi dari Jepang. Gara-gara pemberitaan inilah, Setya menuding stasiun televisi tersebut melakukan tindak pidana.
Putra kemudian buka suara kepada media. Dia menganggap pelaporan tersebut merupakan batu ujian bagi pers saat ini. Pasalnya, cara protes Setya terhadap pemberitaan tersebut salah. Ketua Umum Aliansi Jurnalis Indonesia, Suwarjono pun sepakat dengannya. Menurut Suwarjono, pelaporan Putra ke Bareskrim justru salah alamat. Bahkan, sebuah media lokal menulis, pelaporan ini merupakan kriminalisasi terhadap insan pers.
Menurutnya, siaran yang dilakukan stasiun TV swasta tersebut merupakan karya jurnalistik. Sebuah portal berita online menulis, Setya seharusnya bisa melakukan dua cara jika merasa keberatan atas siaran yang dilakukan staisun TV itu. Pertama, Setya bisa melakukan protes kepada stasiun TV tersebut dengan menunjukkan bukti-bukti kalau apa yang disiarkan keliru.
Cara yang kedua, Setya harusnya bisa mengadukan kepada lembaga yang lebih tinggi, Dewan Pers, bukan Bareskrim. Suwarjono mengatakan kepada salah satu media nasional, Dewan Pers nanti yang akan menilai, apakah pemberitaan yang dilakukan stasiun TV tersebut dan Putra Nababan sudah sesuai standar kode etik atau belum.