Fimela.com, Jakarta Tradisi Tumpek Landep yang digelar oleh masyarakat Hindu pada Sabtu (12/12) lalu adalah satu dari rentetan peringatan rutin setelah Hari Raya Saraswati. Kombinasi antara tradisi, budaya, dan agama membuat peringatan Tumpek Landep kian apik. Ditambah, Tumpek Landep menyimpan makna dan filosofinya sendiri.
Dilansir dari Input Bali, Tumpek Landep jatuh setiap 210 hari sekali berdasarkan perhitungan kalender Bali. "Tumpek" dimaknai sebagai hari pertemuan weweran Panca Wara dan Sapta Wara, serta "Lindep" berarti runcing. Maka, tak heran kalau upacara yang digelar pun melibatkan berbagai pusaka tajam.
Baca Juga
Belakangan, tak hanya tombak dan keris yang dijadikan pemahaman dari runcing. Termasuk di dalamnya mobil, motor, laptop, dan sederet benda yang terbuat dari logam. Bukan dimaksudkan untuk menyembah benda. Upacara ini bertujuan untuk memohon pada Ida Sang Hyang Widhi untuk memberi kekuatan pada benda tersebut untuk mempermudah hidup.
Sedangkan kandungan filosofi dari Tumpek Landep, yakni tonggak penajaman, citta, budhi, dan manah. Berangkat dari ide tersebut, masyarakat Hindu ingin selalu berperilaku atas dasar kejernihan pikiran dengan agama sebagai landasan utamanya. Juga, peringatan ini dimaksudkan sebagai wadah instrospeksi diri.
Selain sebagai permohonan, Tumpek Landep juga merupakan bentuk syukur atas anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena telah mempermudah urusan manusia di Bumi. Secara keseluruhan, makna Tumpek Landep yang paling utama, yakni manusia harus senanttiasa mengasah pikiran, nudhi, dan citta demi memerangi kebodohan.