5 Festival dari Seluruh Dunia untuk Meriahkan Bulan Desember

Asnida Riani diperbarui 02 Des 2015, 07:28 WIB

Fimela.com, Jakarta Sebagai bulan penutup tahun, Desember kerap dijadikan waktu terbaik untuk menyelenggarakan sederet festival bertema unik. Musim liburan yang semakin dekat, serta peringatan Natal yang waktunya berdekatan dengan Tahun Baru pun dijadikan alasan lain untuk menambah kemeriahan di bulan ke-12 ini.

Waktu libur yang terbilang lebih panjang kerap dimanfaatkan turis Indonesia untuk melakoni perjalanan ke luar negeri. Tak hanya untuk menikmati pesona alam dan atmosfer berbeda, mendatangi sederet festival lokal pun bisa jadi agenda seru. Karenanya, jangan sampai lewatkan sederet festival dengan ragam tema dari seluruh dunia berikut ini.

Budapest Christmas Fair. Festival yang berlangsung selama sebulan penuh ini berlokasi di Pest’s Vörösmarty Square. Gemerlap festival yang diadakan sejak 1998 ini begitu kentara kala matahari terbenam. Pasalnya, sebuah pohon natal raksasa dengan dekorasi lampu kelap-kelip menjelma jadi pemandangan paling ikonis. Tak hanya rumah bagi sederet oleh-oleh, festival ini pun bisa dijadikan media untuk mengenal lebih dekat kebudayaan Hungaria.

Junkanoo Parade. Tabuhan drum goombay dengan ritme membius, serta warna-warna yang "bergerak" adalah sedikit bayangan tentang parade nasional warga Bahama. Festival yang dimaksudkan sebagai perayaan akan hidup dan kemerdekaan ini berlangsung di Bay Street, Nassau, mulai dari tanggal 26 Desember hingga 1 Januari. Tersohor senagai salah satu festival jalanan tertua yang ada di Karibia, Junkanoo selalu identik dengan jejak musik dan tarian khas Afrika Barat.

Sunburn Festival. Mengombinasikan musik, makanan, dan hiburan, Sunburn jadi salah satu festival terbesar yang digelar setelah Natal dan sebelum Tahun Baru di Goa, India setiap tahun. Kalau selama ini India hanya tersohor akan festival budaya, Sunburn dengan sentuhan electronic dance music seakan ingin menambah keragaman pesona di selatan Asia.

Burning the Clocks. Festival unik yang selalu lekat dengan cahaya dan seni ini sudah ada sejak 1994. Awalnya, Burning the Clocks dimaksudkan untuk memperlihatkan semangat liburan orang-orang religius. Namun seiring bertambahnya waktu, festival ini jadi satu event komersil kala Natal. Tata cara festival ini, yakni satu per satu orang akan melemparkan lentera ke dalam kobaran api. Lentera yang terbakar itu membawa serta harapan dan mimpi dari partisipan untuk satu tahun ke depan.

Mevlana Whirling Dervishes. Berlangsung para periode 10 hingga 17 Desember, festival ini memperlihatkan laki-laki berjubah putih dengan topi tinggi yang membentuk lingkaran. Tanpa suara, namun pergerakan yang dilakukan sama seperti lari menghindari banteng. Berdasarkan ajaran dan praktik yang dilakukan pada abad ke-13 oleh seorang pujangga ternama, Rumi, festival ini bisa memberi tahu pengunjung bahwa berputar tak hanya sekedar menimbulkan rasa pusing.