Eksklusif Endah N Rhesa, Perjalanan 'Indie' Sepasang Suami Istri

Dreses Putranama diperbarui 04 Nov 2015, 08:20 WIB

Fimela.com, Jakarta Berbicara tentang pasangan suami istri yang berkarir bersama di dunia musik, tentunya nama Endah Widiastuti dan Rhesa Aditya masuk dalam daftar. Sepasang suami istri ini membentuk duo yang menggunakan nama mereka sendiri yaitu Endah N Rhesa.

Perjalanan karir keduanya pun dimulai sejak tahun 2009 saat mereka merilis album perdana berjudul Nowhere to Go. Sejak saat itu baik Endah dan Rhesa terus melahirkan karya hingga saat ini album ke-4 mereka telah dirilis.

Sebelum memutuskan untuk membentuk duo, baik Endah maupun Rhesa sudah cukup lama berkarir di dunia musik. Saat itu mereka berdua rajin tampil dari panggung ke panggung bersama band ataupun project solo yang mereka kerjakan.

Cukup lama berkarir sebagai musisi membuat keduanya semakin matang dengan konsep musik yang dibawakannya. Dengan suara gitar akustik dari Endah serta betotan bass Rhesa menghasilkan harmoni yang indah. Ditambah lagi suara dari Endah yang sanggup melengkapi harmoninasi musik akustik yang mereka bawakan.

Sebagai pasangan suami istri, Endah dan Rhesa merasa bersyukur bisa bermain musik bersama. Hal positif yang didapat karena bermain musik bersama adalah ketika mereka memiliki waktu 24 jam untuk membicarakan tentang musik dan berbagai macam hal. Karena kebersamaan tersebut, mereka hampir tak pernah mengalami miss komunikasi sama sekali.

Memutuskan untuk bermusik melalui jalur independen, awalnya mereka berdua sama sekali tak memiliki maksud kesana. Keduanya murni hanya ingin berkarya dan membuat orang-orang bisa mendengarkan musiknya.

Tak terasa perjalanan karir mereka telah sampai di album ke-4. Dalam album ini mereka berdua membawakan lagu-lagu yang sudah pernah dirilis sebelumnya. Endah dan Rhesa sendiri menganggap album baru bertajuk 'Seluas Harapan' ini sebagai gudang karena merupakan materi-materi lama yang mereka kumpulkan menjadi satu.

Beberapa waktu saat lalu Endah N Rhesa mengunjungi kantor Bintang.com, mereka berbicara mengenai banyak hal. Mulai dari album baru, musik indie, hingga masalah pembajakan mereka utarakan secara jelas kepada tim Bintang.com. Yuk simak penuturan lengkap mereka kepada tim Bintang.com tentang musik yang mereka bawakan.

What's On Fimela
2 dari 3 halaman

Album ke-4 Berkonsep Gudang

Album ke-4 Endah N Rhesa berkonsep gudang. (Foto: Fathan Rangkuti, Digital Imaging: Denti Ebtaviani/Bintang.com)

Kalian kan baru rilis album secara digital, bisa diceritakan konsep albumnya?

Endah: Album ini judulnya 'Seluas Harapan'. Konsepnya kumpulan lagu berbahasa Indonesia yang pernah kami bikin dari tahun 2008 sampai 2015. Lagu-lagu di album ini beberapa udah pernah rilis di beberapa project kayak soundtrack film, iklan, dan kompilasi. Semuanya base on project.

Rhesa: Jadi 'Seluas Harapan' ini konspenya bisa dibilang gudang. Jadi kami bikin materi terus kami taruh gudang. Album ini kumpulan lagu yang garis besarnya berbahasa Indonesia.

Kenapa memutuskan mengumpulkan lagu-lagu tersebut jadi album?

Endah: Album itu selain sebagai sarana eksplorasi musisi juga bisa jadi dokumentasi. kami nggak ingin itu semua tercecer dan terendap di dalam harddisk. Jadi kami
pengen punya sesuatu yang utuh untuk mendokumentasikan karya-karya kami. Makanya kami putuskan bikin album ini.

Kapan muncul ide bikin album ini??

Rhesa: Tahun 2014 akhir kami berpikir untuk mengkompilasi lagu-lagu kami dan membuatnya jadi album. Tapi produksinya mundur sampai tahun 2015.

Endah: Tadinya kami pengen ambil aja, tapi setelah didengar akhirnya kami merenovasi beberapa lagu. Ada yang diaransemen ulang, ada yang take vokal aja. Semua itu untuk memenuhi kebutuhan audio yang kami inginkan. Tapi ada juga track yang bener-bener langsung kami masukin kayak 'Liburan Indie', 'Cita-citaku Setinggi Tanah', dan 'Cinta dalam Kardus' karena kami anggap sudah sesuai. Selain lagu itu kami rekam ulang.

Apa yang membedakan album baru ini dengan album terdahulu?

Endah: Beda banget. Tapi di trilogi yang 'Nowhere to Go' di tahun 2009, 'Look What We've Found' di tahun 2010, sama 'Escape' di tahun 2013 memang berkaitan. Cuma di luar album ini kami konsepnya sendiri-sendiri. Meskipun yang trilogi punya alur cerita yang sama cuma warna musiknya beda. Kami terbiasa bereksplosari, jadi setiap album memang pengennya beda. Biar kami nggak bosen dan membuat pendengar musik Endah N Rhesa tau kalo kami selalu ngeluarin konsep musik yang beda. Nah di album ke-4 ini lebih simpel karena memang temanya mengumpulkan lagu-lagu yang pernah ada. Lagu-lagu yang pernah tercipta karena permintaan project dari orang lain kami kumpulkan jadi satu album.

Rhesa: Kalo secara musik album pertama kami bawain American Folk, album kedua African, terus album ketiga agak Rock Progresif. Yang jelas di semua album kami, yang kental memang suara gitar akustik, bass, sama vokalnya Endah.

Inspirasi musik kalian?

Rhesa: Pertama kali bentuk Endah N Rhesa gara-gara kami nonton band namanya Bonita and the Hus Band. Karena aransemen yang unik, kami terinspirasi bentuk Endah N Rhesa. Tapi kalo ngomongin inspirasi buat album, kami selalu cari yang beda tiap album.

Alasan kalian bawakan musik akustik?

Rhesa: Tujuan Endah N Rhesa itu simpel. kami hanya pengen jadi band lounge hotel yang bisa ngiringin orang makan. Karena saat itu stigma akustik itu santai dan elegan. Jadi kami nggak berpikir untuk mengaransemen terlalu banyak. Saat itu kami juga sering main di lounge. Sampai akhirnya kami main di inagurasi anak kampus saya. Disitulah kami mulai eksplorasi karena kami melihat mereka suka sama musik yang kami bawain.

Gimana rasanya main band bareng sama pasangan sendiri?

Rhesa: Enaknya selama 24 jam kita habiskan untuk ngomongin musik dan lain-lain. Kami juga bisa brainstroming terus.

Endah: Hampir nggak ada miss komunikasi karena tek-tokannya cepet dan komunikasinya lancar.

Ada kendala nggak selama main musik bareng pasangan?

Rhesa: Saya sama Endah sering berantem sebelum manggung. Tapi semuanya tentang musik, karena memang 70% hidup kami didedikasikan untuk itu.

Endah: Kami sering mengkritik tentang musik. Rhesa itu lebih cerewet untuk masalah kerjaan. Kalo masalah kerjaan Rhesa memang lebih banyak tuntutan. Kalo sebagai suami dia lebih bisa menerima saya apa adanya, tapi kalo musik ya banyak nuntut. Contohnya nyuruh latihan terus.

RhesaJadi saya lebih marah kalo dia nggak latihan daripada nggak bikinin kopi buat saya.

3 dari 3 halaman

Tak Tahu Musik Indie, Endah N Rhesa Hanya Ingin Musiknya Didengar

Endah N Rhesa ingin musik mereka didengar. (Foto: Fathan Rangkuti, Digital Imaging: Denti Ebtaviani/Bintang.com)

Kenapa memlilih jalur musik indie (independen)?

Endah: Sebenarnya kami nggak tau kalo kami itu indie sampe album kami yang pertama rilis. Dulu waktu saya ngeband saya nggak tau sama dunia independen, taunya cuma major label. Dulu waktu ngeband juga ngajuinnya ke major label. Informasi jalur distribusi independen sama sekali nggak tahu. Pas ketemu Rhesa kami juga masih melakukan hal itu. Akhirnya pas kami buat project sendiri kami kepikiran untuk bikin CD sendiri dan jual ke sekitar kami. Sederhana aja, kami bikin album sendiri dan cetak cover di tempat cetak undangan pernikahan. Terus kami belanja sendiri ke glodok, beli CD room dan duplikasi sendiri.

Rhesa: Akhirnya pada suatu waktu kami berpikir bagaimana caranya kami bisa perbanyak tanpa harus modal CD writter dan printer. Akhirnya kenal sama orang yang bantu kami mixing di album pertama. Setelah itu kami kenalan sama distributor yang mendistribusikan CD ke toko-toko musik. Dari situ kami baru tahu kalo apa yang kami kerjakan ini independen.

Endah: Kalo dibilang kami milih di jalur independen karena nggak ingin terpengaruh, bukan itu. Sebenarnya dari awal kami cuma kepikiran bagaimana bisa nyetak CD yang bener. Jadi nggak ada yang namanya gerakan anti mainstream. Kerena dari awal memang pengen ngerjain semuanya sendiri.

Sebagai musisi indie, bagaimana kalian melakukan promosi untuk karya kalian?

Rhesa: Begitu kami kerjasama bareng distributor dan label, kami dibantu promosi ke radio-radio dan media lain. Saya dan Endah sendiri saling membagi tugas. Saya di bagian produksi dan Endah bagian promosi.

Endah: Saya sendiri termasuk sosial media freaks dari jaman Friendster sampai sekarang. Semua itu untuk bisa memperkenalkan musik Endah N Rhesa ke masyarakat. Tahun 2009 pas lagi booming Facebook kami update terus semua tentang Endah N Rhesa. Semua itu sangat membantu kami. Waktu itu juga kami termotivasi karena kami ikut Bubu Awards. Dari situ kami bikin website sendiri, kami juga belajar digital campaign dengan menggunakan sosial media yang tepat. Dari situ akhirnya sosial media ini jadi bagian dari musik Endah N Rhesa. Meski di media mainstream jarang muncul namun di dunia digital kami benar-benar gigih melakukan promosi. Dan memang lumayan banyak pengaruhnya. Kami juga cukup rajin untuk membalas mention. Kami menjadikan sosial media sebagai alat komunikasi dengan pendengar musik kami.

Rhesa: Menyenangkannya adalah kami punya teman-teman di dunia maya yang efektif. Mereka memang benar-benar suka musik kami dan tahu kami secara personal. Mereka selalu datang kalo kami lagi manggung.

Segmentasi musik kalian itu siapa?

Rhesa: Kalo bisa dibilang sih "Its not for Everybody." Kami juga punya quote yang menggambarkan musik kami yaitu "Think and Dream Small." Pasar yang kami tuju sebenarnya lounge hotel, tempat-tempat intim kayak cafe-cafe kecil. Kami juga sangat suka panggung jalanan. Kalo kami main tanpa ada yang tahu kami sama sekali itu sungguh menyenangkan. Kalo umur nggak ada batasan tertentu.

Endah: Sebelum kami bentuk Endah N Rhesa, kami sudah bermain di panggung yang beragam. Dari mulai audiens lansia sampe anak kecil pun pernah. Jadi selalu terbiasa untuk menyesuaikan dengan audiens kami saat itu. Kalo saya sama Rhesa menganalisa, kami sebenarnya cukup bisa masuk ke berbagai umur, yang membatasi mungkin hanya lirik. Secara musik dan bunyi bisa masuk ke semua usia karena banyak yang suka musik akustik.

Pendapat kalian tentang pembajakan?

Endah: Sebenarnya kami berdua selalu punya harapan bahwa suatu hari industri musik di Indonesia infrastruktur, sistem serta penegakan hukumnya bisa berjalan dengan baik. Kami tetap optimis.

Apa yang kalian lakukan untuk memerangi pembajakan?

Rhesa: Untuk mencegah pembajakan kami nggak hanya berharap tapi melakukan sesuatu. Selalu ada nilai edukasi yang kami tanamkan saat manggung. Kami selalu mengajak orang untuk beli CD original. Tapi ngomongnya kayak bercanda.

Endah: Contohnya kayak, "Beli CD Ori, dapet cinta sejati, beli CD bajakan cintanya juga bajakan." Kadang-kadang memang berhasil karena banyak yang beli CD kami.

Bagaimana cara kalian agar musik kalian tak dibajak?

Endah: Kami  mempermudah dan memperbanyak akses untuk membeli yang legal. Selagi kami manggung kami juga jual CD dan buka stand merchandise. Jadi akses-akses tersebut gampang.

Rhesa: Kami juga nggak jual CD dengan harga mahal. Contohnya menjual harga CD dengan murah yaitu cuma 25 ribu di 3 album kami yang sebelumnya. Untuk album yang baru mungkin nggak jauh-jauh dari itu. Kata label sih harganya nggak sampe lebih dari 35 ribu. Kalo nggak beli fisik, bisa beli digital di situs-situs yang resmi. Karena sekarang akses untuk mendownload musik yang original itu sudah sangat mudah.