Fimela.com, Jakarta Selama ini, terkait hak cipta, performing right atau pengumuman yang bisa diartikan sebagai pembacaan, penyiaran, pameran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain adalah hal yang lazim dimengerti.
Banyak rumah karaoke yang hanya membayarkan hak terkait performing right saja. Padahal, pada aturan undang-undang terdapat pula mechanical right atau penggandaan satu salinan ciptaan atau lebih dalam bentuk apapun secara permanen atau temporer.
"Hak kami ini tentang penggandaan tidak pernah dibayarkan sejak 10 tahun yang lalu. Itu yang kami tuntut, bukan yang lain," kata Ryan Kyoto di Bareskrim Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (3/11).
Baca Juga
Hak atas penggandaan ini juga termasuk hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta ketika ada pihak lain yang dapat mengambil manfaat ekonomi dari hak cipta tersebut. Dalam hal ini, rumah karaoke tersebut harus mendapatkan ijin dari pemilik hak cipta.
"Karenanya, itu sudah dilakukan tanpa izin, pemilik hak cipta (penciptanya) belum pernah memberikan izin ya. Apa yang dilakukan mereka (rumah karaoke) adalah pelanggaran dan diancam pidana sesuai Pasal 113 uu 28 th 2014. LMK tentang hak cipta," ucap Hulman Panjaitan, selaku kuasa hukum.
Mewakili kliennya, Hulman menyatakan jika selama ini pihak rumah karaoke hanya meminta ijin tentang performing right-nya. Karena sampai saat ini kliennya belum pernah mengijinkan lagu-lagunya digandakan di mesin-mesin karaoke yang ada di ribuan rumah karaoke keluarga.
"Yang selama ini telah memberikan izin, tapi hanya khusus di bidang performing tidak pernah di bidang mechanical. Karena pencipta ini belum memberi izin kepada siapapun dalam urusan penggandaan ini," tandas Hulman.