Fimela.com, Jakarta Kalau membaca berita pada awal minggu ini, maka topik tentang potensi matinya koral dalam jumlah besar mungkin jadi satu kabar menyedihkan, terutama bagi kamu yang menganggap laut sebagai rumah kedua. Tempat dimana selalu ada sambutan hangat ketika menundukkan kepala ke bawah air, serta ragam warna koral yang menimbulkan decak kagum.
Kumpulan organisme berbagai warna yang memenuhi setiap meter koral, yakni hewan, tumbuhan, serta mineral pun terancam keberadaannya. Polip, salah satu hewan yang tinggal di dalam koral, mengeluarkan kasium karbonat eksoskleton untuk melindungi satu bagian mikroskopik (zooxanthellae) yang mendukung proses fotosintesis.
Koral jadi rumah bagi polip, sedangkan polip memberi makan bagi koral. Simbiosis mutualisme ini sudah terjadi selama ribuan tahun. Namun sekarang, meningkatnya suhu laut mengancam keberlangsung pertukaran tersebut dalam skala global. Ketika laut sudah terasa begitu kering, zooxanthellae memproduksi pelepasan oksigen yang punya dampak buruk bagi koral.
Pada tahun 1998, panas bawah air dalam jumlah besar sudah membunuh 18% koral di seluruh bagian dunia. Tahun ini, pelepasan 'warna' koral diperkirakan akan berdampak pada 38% koral yang ada di dunia. Menghapuskan koral seluas 12.000 kilometer persegi di tahun 2016.
Jadi rumah bagi 25% biota laut, kematian koral ini akan bersinggungan dengan menipisnya jumlah luas hutan hujan yang ada di Bumi. Menurut para peneliti, peristiwa punahnya koral ini sudah berada di depan mata kita. Memangnya, kamu mau kalau pemandangan bawah laut yang disambangi jadi seperti ini?
Baca Juga: Kisah Tragis 'Green Boots', Mayat Paling Terkenal di Everest