5 Fakta Menarik Dibalik Pembuatan Film 3

Altov Johar diperbarui 22 Jan 2021, 12:04 WIB

Fimela.com, Jakarta Berlatar belakang cerita di tahun 2036, film 3 (Alif Lam Mim) mengisahkan kehidupan sosial di Indonesia yang telah berubah, baik dari segi pemerintahan maupun kehidupan beragama. Ini menjadi film dystopian pertama tanah air yang menggambarkan Jakarta 20 tahun mendatang.

Sederet bintang turut terlibat di film ini. Di antaranya Cornelio Sunny, Agus Kuncoro, Abimana Aryastya, Prisia Nasution, Tika Bravani, Donny Alamsyah, Arswendy Nasution, dan Cecep Arif Rahman dan Vendi Solaiman. Film 3 (Alif Lam Mim) sendiri dijadwalkan tayang di bioskop tanah air pada 1 Oktober 2015.

Tentu Tidak mudah bagi sutradara Anggy Umbara untuk mengejawantahkan idenya menjadi sebuah karya berjudul 3 (Alif Lam Mim). Terlebih untuk film dystopian. Suka duka selama penggarapan menjadi cerita lucu ketika ide itu siap dinikmati oleh penikmat film di tanah air. Coba simak 5 fakta menarik di balik layar film 3 (Alif Lam Mim) berikut ini.

1. Dari Mimpi Kembali ke Mimpi

Ide cerita menjadi modal awal membuat sebuah film. Dengan kata lain, ide bisa juga disebut sebagai pondasi untuk menopang berbagai komponen lain seperti pelakon, teknologi yang dipakai, dan sebagainya. Seperti halnya film 3 (Alif Lam Mim) arahan sutradara Anggy Umbara. Diakuinya, ide cerita ini datang dari sebuah mimpi.

"Alif Lam Mim itu saya dapat waktu saya mimpi. Saya sering mimpi. Salah satunya itu dan saya tulis. Kalau artinya sebenarnya itu multi tafsir. Terserah interpretasi orang-orang yang melihat," ungkap Anggy Umbara saat jumpa pers di XXI Epicentrum, Jakarta Selatan, Senin (28/9/2015).

Namun dia punya pendapat sendiri tentang Alif Lam Mim yang disimbolkan dengan angka 3. "Alif itu kan lurus, saya suka menggambarkan sebagai api. Lam itu kayak udara. Mim itu itu kan ke bawah seperti air. Jadi saya gambarkan seperti avatar," jelas Anggy.

Ketiga kata itu memang mengingatkan kita pada ayat di dalam Alquran. Tak heran jika unsur agam terasa begitu kental di film ini. "Kalau mau dihubungkan ke agama ya silahkan. Kalau enggak pun enggak apa-apa. Persepektif masing-masih saja," katanya.

Dari mimpi kembali ke mimpi. Begitu yang bisa menggambarkan film 3 (Alif Lam Mim) ini. Kemunculan Rio Dewanto di akhir cerita mengisyaratkan akan ada lagi kelanjutan dari film itu. Namun semua tergantung pada mimpi yang muncul di tidur Anggy.

"Film ini kan dari mimpi. Kalau pun ada sekuelnya ya tunggu mimpi dulu. Lihat saja nantilah, seiring waktu berjalan," ucap Anggy Umbara.

2. Proses Panjang

Cukup lama proses perjalanan film 3 (Alif Lam Mim) hingga akhirnya dapat dinikmati oleh masyarakat pada 1 Oktober 2015 nanti.Pasalnya, Arie Untung selaku produser sempat kebingungan membawa ide cerita film bergenre drama action ini. Terutama dalam soal pendanaan yang tentu memakan banyak biaya.

"Waktu ada ide sama Anggy enggak tahu mau kerjasama sama siapa. Karena kalau ada yang mau kerjasama harus all out, ini enggak main-main. Karena biasanya tema-temanya biasa. Kita ketemu sama pak Ram, alhamdulillah dia memberi kesempatan luar biasa sama kita. Akhirnya pekerjaan dari 2 tahun lalu bisa berada di sini," ungkap Arie Untung di XXI Epicentrum, Jakarta Selatan, Senin (28/9/2015).

Sejak setahun lalu Film 3 memulai proses produksi. Dari mulai pemilihan pemain hingga produksi dikejar dengan cukup cepat. Paling tidak untuk sekelas film drama action dengan setting dystopian, waktu 1,5 tahun terbilang kilat.

"Mulai proses syuting tahun lalu. Kita open casting dan memutuskan Sunny sebagai peran Alif. Script 6 bulan dari April sampai November, prepare 3 bulan, whorkshop 2 bulan. Terus syuting 26 hari. CGI cuma dua bulan. Secara timing agak ribet. Kita kebut 2 bulan. Semua sekitar 1,5 tahun. CGI semua yang garap orang Indonesia," jelas Anggy.

Keterlibatan Cecep Arif Rahman di film ini terbilang sangat penting. Dia merupakan 'dalang' dari seni beladiri yang dihadirkan di film ini. Jika ditonton, sedikit banyaknya film ini mengingatkan kita pada The Raid. Hanya saja, drama yang diusung film 3 terasa lebih kental. "Koreografernya Cecep Arif Rahman dan ada beberapa teman juga yang lain," pungkas Anggy Umbara.

3. Sutradara Anggy Umbara Sakit Saat Syuting

Peran sutradara sangat penting dalam pembuatan sebuah film. Setidaknya Arie Untung, produser film 3 (Alif Lam Mim)mengaku hal itu. Arie mengaku stress saat mendapati sutradara Anggy Umbara jatuh sakit. Pasalnya, kondisi itu akan berimbas pada membengkaknya budget produksi.

"Film ini pertama kali di luar dari komedi. Cukup mengejutkan ya. Ada stress juga, apalagi Anggy sempat sakit juga, syuting ditunda, jadinya pikirikan budget juga kan," ungkap Arie Untung di XXI Epicentrum, Jakarta Selatan, Senin (28/9/2015).

Anggy menjelaskan, kondisi itu bermula saat dirinya mencontohkan sebuah adegan faighting kepada pemain. Akibatnya, dia harus merasakan juga rasanya cedera saat menggarap film laga. Diaku Anggy, kondisi itu menjadi ujian terberat selama proses syuting.

"Saya harus mecontohkan semua adegan fighting ke mereka. Suatu saat saya ajarkan, terus saya cedera. Jadi sekitar 10 hari saya suyting dari atas ambulance," ungkap Anggy.

Hasilnya pun sangat memuaskan. Adegan laga yang disuguhkan dalam film 3 (Alif Lam Mim) sangat memukau dan sanggup membuat decak kagum penonton. Semisal saat tokok Mim berduel dengan guru beladirinya sendiri.

4. Adegan Tersulit

Kesulitan bukan hanya milik Anggy Umbara selaku sutradara film 3 (Alif Lam Mim). Para pemain seperti Agus Kuncoro, Tika Bravani, Abimana Aryastya ataupu Cornelio Sunny, Donny Alamsyah pun mengalaminya selama syuting film drama action ini. Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga, begitu kata pepatah bilang.

Berperan menjadi Alif, aparat negara yang bertekad membasmi kejahatan, Cornelio dituntuk menjaga staminanya. Sebab ada satu adegan di mana Lio, sapaan akrabnya, harus melakukan fighting dengan memakai seragam seberat 7 kilogram. Dan itu diambil dengan teknik one shoot.

"Saya pakai baju tentara itu beratnya 7 kilo, dan itu one shoot. Makanya setiap break saya butuh oksigen," ujarnya. Senada, Donny Alamsyah pun merasakan hal sama. "Sama sih, harus fighting pakai seragam itu," tambah Donny.

Jika Cornelio dan Donny keberatan memakai seragam, lain halnya dengan Agus Kuncoro. Pemeran tokoh Mim ini justru kesulitan menghadapi pribadi sutradara yang dingin. "Dia mukanya dingin. Jadi kalau minta ulang adegan itu, 'oke bagus, sekali lagi'. Tapi mukanya tetap datar. Sampai 38 kali take masih tetap saja begitu," aku Agus.

Sedangkan Tika Bravani punya tantangan lain bermain di film ini. Meski juga dituntut adegan fighting, justru adegan drama yang dilakoni diakuinya tak kalah menantang. Apalagi dia mendapat jatah dialog yang cukup panjang.

"Ternyata capek juga. Ada drama juga yang menurut saya kalimatnya panjang. Aku harus bikin orang yang nonton mengerti apa yang saya ucapkan. Itu jadi tantangan," tandas Tika.

Baca Juga: Agus Kuncoro: Susah Puaskan Anggy Umbara

5. Bikin Sineas Dunia Melongo

Kemunculan film 3 (Alif Lam Mim) menjadi bukti kemampuan sineas Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Buktinya, film ini sanggup membuat sineas asing melongo mengetahui penggarapannya yang sangat kilat. Diakui Anggy, saat itu film 3 sedang ikut di festival Balinale.

"Salah satu respon yang gue inget dari Dona. Dia itu kerja di Universal Studio dan sudah banyak garap film deh. Saya bilang budget cuma segini dan syuting cuma 26 hari. Di kaget sampai-sampai mau pingsan di bangku. Menurut dia enggak mungkin," ungkap Anggy Umbara di XXI Epicentrum, Jakarta Selatan, Senin (28/9/2015).

Respon positif pun diberikan kepada film arahan sutradara Anggy ini. Padahal keikutsertaan film 3 di festival itu terkesan terburu-buru. Karena, proses editing film tersebut baru rampung hanya beberapa jam dari jadwal pemutarannya.

"Film ini 50 persen yang tonton bukan orang Indonesia, melainkan panitia ke 26 negara. Deg-degan sih. Waktu di sana film itu baru mateng jam 3 pagi dan langsung dibawa ke Bali," tutur Arie Untung, produser film 3.

Arie dan Anggy pun belum memutuskan apakah karyanya akan ikut dalam festival film asing. Adapun banyaknya penggunaan bahasa Inggris di film ini hanya untuk menyingkronkan konsep dari kondisi Jakarta 20 tahun mendatang.

"Ceritanya kan 20 tahun ke depan. Makanya memacu bahasa internasional. Itu sih konsepnya. Kalau festival belum spesifik. Tapi sudah ada pembicaran ke situ," tandas Anggy Umbara.

Baca Juga: Eksklusif, Luapan Emosi dan Energi Anggy Umbara untuk Film

 

What's On Fimela