Pengungsi Rohingya Jadi Penerjemah di Aceh

Asnida Riani diperbarui 25 Mei 2015, 08:51 WIB

Fimela.com, Jakarta Seorang pengungsi Rohingya, Muhammad Dul Hassan, yang diselamatkan dari kapal di Kuala Langsa, sekarang berperan sebagai penerjemah antara muslim Rohingya dengan dokter dan sukarelawan.

Perbedaan bahasa tentu mempengaruhi penanganan para pasien pengungsi Rohingya di Aceh. Hassan, satu-satunya pengunsi yang fasih dalam berbahasa Inggris tentunya sangat membantu menjembatani komunikasi para petugas medis serta relawan dengan orang-orang Rohingya.

Sekarang Hassan penghuni tetap di salah satu bangsal Rumah Sakit Kuala Langsa. Bahkan, ia telah memiliki tempat tidur khusus di bangsal rumah sakit tersebut. Laki-laki berusia 17 tahun tersebut setiap harinya bertugas mendampingi dokter mengunjungi pasien-pasien dan menerjemahkan segala keluhan dari pasien tersebut. Mayoritas pasien mengeluhkan masalah pencernaan atau luka pada tubuh.

Perannya sebagai penerjemah, telah berjalan kurang lebih seminggu belakangan. Saat ini ada 57 pengungsi Rohingya dan Bangladesh yang tengah dirawat karena berbagai penyakit. Salah satunya adalah remaja wanita berusia 15 tahun yang tengah hamil tujuh bulan, ungkap Juru bicara RS Kuala Langsa, Arwinsyah.

Selain berperan sebagai penerjemah di rumah sakit, Hassan juga acap kali mendampingi relawan atau wartawan. Tanpa Hassan, para relawan hanya berkomunikasi dengan bahasa isyarat karena hampir sebagian besar pengungsi tidak bisa bahasa Inggris atau Melayu.

Sebagai bentuk terimakasih atas bantuan yang dilakukannya, Hassan mendapatkan sejumlah uang dari dokter dan para relawan. Uang ini digunakannya untuk membeli ponsel. Setiap hari, dia menggunakan ponsel itu untuk menelepon ibunya yang saat ini masih berada di kamp pengungsi Nayapara Bangladesh. “Saat pertama kali menelepon ibu, dia mengira saya sudah tewas, karena sudah tiga bulan tidak memberi kabar,” ujar Hassan, seperti dilansir salah satu media online.

Hassan menumpang sebuah kapal pengungsi setelah dijanjikan akan bekerja di Malaysia. Selama tiga bulan di lautan, dia menyaksikan pembunuhan dan pertengkaran di antara para pengungsi di kapal karena berebut makanan.

Menurut penuturan Hassan, saat ini ayahnya bekerja di sebuah rumah sakit di Arab Saudi. Saat ditanya apakah ia menginginkan tinggal di Indonesia, siswa kelas 9 ini mengatakan bahwa ia akan mengikuti keputusan pemerintah Indonesia.

“Jika saya diminta untuk tinggal maka saya akan tinggal, jika tidak maka saya akan menurut,” ungkapnya, seperti dilansir salah satu media onliine. Hassan, salah seorang pengungsi Rohingya, yang telah membantu dengan menjembatani komunikasi antara para medis dengan pasien, tentu sudah banyak membantu. Memang terlihat sepele. Namun, apa jadinya kalau Indonesia membantu tapi tidak tahu apa saja yang bisa dibantu?