Fimela.com, Jakarta menjadi bahan pemberitaan dan pembicaraan setelah dipastikan ikut bermain di film Captain America: Civil War. Film produksi Marvel Studios tersebut merupakan film ketiga dari Captain America dan dua film sebelumnya selalu menjadi box office.
Ray mampu membuktikan kalau di usia yang sudah tidak muda lagi ternyata masih bisa dilirik oleh Hollywood. Apalagi pemain sitkom Saya Terima Nikahnya di NET TV ini berhasil mendapatkan peran tanpa proses kasting. Meski hanya sebagai pemeran pendukung, apa yang dicapai Ray Sahetapy patut membuat kita bangga. Tentu bukan hanya kebanggaan yang bisa kita dapatkan. Ada pelajaran dan pengalaman yang bisa kita ambil dari seorang Ray Sahetapy.
Setelah sebelumnya berbagi kiat dan pesan bagaimana cara menembus Hollywood, kali ini kita akan menyimak kesan dan pengalaman yang didapatkan Ray selama di Amerika Serikat. Simak petikan wawancaranya berikut ini.
Bagaimana proses syuting yang Anda lakukan selama di Amerika Serikat?
Wah. maaf saya tidak bisa menceritakan proses syuting karena terikat dengan kontrak mereka. Saya juga tidak bisa membocorkan cerita dan karakter apa saja yang ada, termasuk yang saya mainkan. Yang jelas, proses syuting berjalan dengan baik, semua kebutuhan sudah disiapkan dengan baik.
Apa perbedaan syuting di Amerika dengan di Indonesia?
Seperti saya bilang sebelumnya, di sana mereka sangat profesional. Semua kebutuhan sudah disiapkan dengan baik. Mereka sangat disiplin dan profesional, semua jadwal sudah tersusun rapi. Tidak ada waktu yang terbuang, semua berjalan sesuai rencana.
Baca Juga: Pesan Ray Sahetapy Untuk Bisa Menembus Hollywood
Anda sempat bertemu dengan pemeran Captain America, Chris Evans, atau pemain lainnya?
Kebetulan saya tidak bertemu mereka. Saya menjalani adegan yang terpisah dengan mereka. Tapi yang menarik saat saya sedang persiapan syuting, sutradaranya di Anthony dan Joe Russo datang ke tempat saya karena ingin bertemu saya lebih dulu sebelum syuting. Seperti saya bilang tadi, mereka begitu menghargai orang lain. Padahal di sini biasanya kita yang harus ketemu sutradara lebih dulu bukan sebaliknya.
Apa kesan Russo bersaudara terhadap Anda?
Mereka senang dan antusias, ternyata keduanya begitu humble dan ramah. Seusai syuting mereka juga bilang sangat senang bisa bekerjasama dengan saya dan berharap bisa bekerjasama lagi suatu saat nanti. Ya, mungkin itu hanya omongan belaka untuk menyenangkan saya, tapi intinya mereka memberikan harapan dan mengapreasiasi apa yang sudah saya lakukan.
Belakangan ini banyak film Hollywood yang memakai aktor Asia termasuk Indonesia. Kabarnya sebagai strategi marketing untuk meraih banyak penonton. Menurut Anda?
Saya rasa itu sah-sah saja. Hal seperti itu sudah sering mereka lakukan karena Amerika itu kan multi etnis dan semua ras dan warna kulit ada di sana. Jadi wajar saja kalau mereka menggunakan orang Asia, orang kulit hitam atau mana saja untuk bermain di sana. Pasar mereka kan internasional jadi harus bisa merangkul banyak orang. Tapi yang dipilih tentunya yang terbaik dan melalui proses yang tidak mudah.
Apa pelajaran yang bisa diambil dari strategi marketing yang dilakukan Hollywood?
Mereka bisa melakukan itu karena cerdas berbudaya. Mereka bisa merangkul banyak pihak. Ya, seperti mengajak orang-orang Asia untuk bermain di film mereka, merangkul orang-orang dari berbagai ras dan warna kulit sehingga semua orang merasa ikut involve dalam proyek mereka. Nah, ini yang kurang dari kita. Kita seharusnya bisa cerdas berbudaya, sehingga banyak orang merasa terlibat dan merasa terhubung dengan apa yang kita kerjakan. Pemimpin kita seharusnya juga seperti itu. Kalau kita cerdas berbudaya, ibaratnya kita menangkap ikan maka semua jenis ikan bisa kita dapat.
Terakhir, kenapa bermain di film Hollywood bukan puncak karir seorang ?
Tentunya bukan. Itu pengalaman yang berharga tapi sebagai aktor tidak boleh berhenti di situ. Kita harus bisa berbuat lebih baik, tidak merasa cepat puas dan selalu ingin yang lebih. Saya ini baru telur, belum menjadi ayam.